LOBAR–Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terjadi di Lombok Barat (Lobar) meningkat dengan cepat. Lobar posisi kedua tertinggi kasus PMK di NTB setelah Lombok Timur (Lotim). Per tanggal 6 Juni 2022, Dinas Pertanian (Distan) Lobar mencatat sebanyak 4.646 kasus PMK terjadi, tersebar di semua kecamatan se Lobar. Sayangnya Distan Lobar tak memiliki anggaran penanganan PMK. Bahkan kebutuhan obat dan operasional petugas kesehatan yang dimiliki dinas mulai minim.
“Ini kondisi mendesak, karena penyakitnya tiba-tiba datang dan anggaran tidak ada sebab APBD sudah diketok sebelum penyakit muncul,” ujar Kepala Distan Lobar HL Winengan yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (7/6).
Walaupun tanpa anggaran, Winengan menegaskan petugasnya tetap turun melakukan langkah pencegahan dan pengobatan. Bahkan telah terbentuk Satgas PMK tingkat kabupaten dan relawan PMK di tingkat kecamatan. Sebab perkembangan kasus ini terbilang sangat masif. Dalam kurun waktu sehari saja, rata-rata penambahan kasus mencapai sekitar 300 lebih. “Kita melakukan beberapa upaya, salah satunya mungkin menggunakan dana tak terduga (DTT), ada juga dana ketahanan pangan di masing-masing desa,” ungkapnya.
Sejauh ini pihaknya baru bisa memastikan untuk menggunakan anggaran ketahanan pangan dari dana desa (DD). Sebab sesuai rapat dengan dinas terkait hingga Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk penggunaan anggaran itu diperbolehkan minimal 20 persen.
“Kita sudah berkoordinasi dengan Dinas PMD untuk memperbolehkan penggunaan dana itu untuk membantu desa membeli obat PMK. Sedangkan untuk penyuntikannya tetap dilakukan Distan,” bebernya.
Tak hanya itu ia tetap meminta petugasnya turun ke lapangan memantau kondisi PMK. Berbagai upaya yang dilakukan itu diklaim Winengan sudah membuahkan hasil walau dengan anggaran yang minim. Sebab dari jumlah 4.646 kasus, sebanyak 1.112 ternak sembuh dari PMK. Bahkan ia memperkirakan jumlah kesembuhan itu meningkat.
“Saya perkirakan yang sehat itu lebih dari 2 ribu, namun karena pendataan masih berjalan dan tenaga kita terbatas,” ucapnya.
Demi mempercepat pendataan, ia meminta bantuan penyuluh desa untuk membantu mendatangi hewan ternak yang terpapar dan mengecek kesembuhan. Sebab dari 119 desa ditambah tiga kelurahan di Lobar, jumlah desa terpapar itu kurang lebih 82 desa.
“Alhamdulillah kami terbantu dengan adanya donatur-donatur seperti Bank NTB yang membantu memberikan obat, kemudian teman-teman developer,” pungkasnya.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lobar sudah memperbolehkan penggunaan anggaran DD untuk penanganan PMK. Namun penggunaan itu hanya untuk desa yang masuk dalam kategori keadaan mendesak. Hal itu sesuai hasil rapat koordinasi yang dihadiri oleh tenaga ahli Kementerian Desa, pihak Inspektorat, BPKP, Distan, dan BPBD.
“Karena kondisinya sangat serius, Lobar posisi kedua tertinggi kasusnya di NTB. Sehingga perlu ditangani dengan segera, cepat dan konverhensif melibatkan semua pihak daerah maupun desa,” terang Kepala DPMD Lobar Heri Ramadhan.
Penggunaan anggaran ketahanan pangan pada DD itu dimungkinkan untuk penanganan PMK. Seperti pembelian obat, disinfektan hingga operasional tenaga kesehatan hewan kabupaten. Hanya saja harus melalui prosedur dan ketentuannya.
Heri menjelaskan berdasarkan kesepakatan pihak Inspektorat dan BPKP, Pemda harus mengeluarkan surat edaran (SE) bupati melalui DPMD sebagai dasar penggunaan anggaran itu. Dimana dalam SE itu juga diterangkan adanya penetapan Surat Keputusan (SK) desa yang masuk dalam kasus PMK kondisi keadaan mendesak.
“SE-nya sedang kita buat dan segera diterbitkan dan disebar. Jadi hanya desa-desa yang masuk dalam katagori kondisi keadaan mendesak yang boleh menggunakan dana desanya untuk itu (penanganan PMK),” tegasnya.
Lebih lanjut Heri menjelaskan penetapan SK desa mana saja yang katagori keadaan mendesak itu menjadi ranah pihak Distan. Dimana Distan melakukan kajian untuk melihat kasus PMK di desa itu. Hasil kajian itu menjadi dasar desa menggunakan dana ketahanan pangan.
Bagaimana dengan desa yang anggaran ketahanan pangannya kurang atau tak menganggarkan pada APBDes? Heri mempersilakan desa mengajukan mekanisme perubahan anggaran secepatnya tanpa harus menunggu periode APBDes perubahan.
“Tapi tentu ada mekanismenya, melalui musyawarah desa yang diformalkan dalam bentuk peraturan desa untuk perubahan anggaran,” pungkasnya. (win)
Post Views : 405