MATARAM – Harga kebutuhan pokok (Bapok) di pasar tradisional Kota Mataram masih saja bergejolak. Lonjakan harga pun belum bisa dikendalikan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Mataram. Untuk sementara, gerakan TPID dalam mengintervensi harga supaya stabil belum juga kelihatan. Lantas, TPID Mataram bisa apa?
Diantara bapok yang masih mengalami lonjakan harga, yaitu bawang putih dan cabai. Hingga kemarin (7/2), harga cabai masih berkisar Rp 60 ribu per kilogram dan belum stabil dari harga normal. Sementara untuk harga bawang putih kini meroket dari Rp 25 ribu per kilo menjadi Rp 60 ribu per kilogram. Pemicu gejolak harga bawang putih diduga karena terjadinya kelangkaan alias kekurangan stok.
Lonjakan harga itu tak dibantah oleh Kepala Bidang (Kabid) Bahan Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting) pada Dinas Perdagangan Kota Mataram, Sri Wahyunida. Dia sendiri terjun langsung untuk mengecek harga bapok di Pasar Pagutan, kemarin. Hasilnya, harga cabai dan bawang putih di pasar tradisional itu belum stabil alias harga masih relatif tinggi.
“Di Pasar Pagutan kita survei masalah cabai sama bawang putih yang sedikit bergejolak di bawah. Tapi harga cabai sudah mulai ada penurunan sekitar Rp 60 ribu perkilo,” ungkap dia, kemarin.
Nida menyebutkan, bahwa harga bawang Pasar induk Mandalika masih pada posisi Rp 55 ribu per kilogram. Kenaikan harga di pasar induk itu dipicu adanya kelangkaan. Untuk itu, para pedagang eceran di beberapa pasar tradisional lainnya mau tidak mau menjual harga bawang putih hingga Rp 60 ribu per kilogram. Karena, bawang yang dijual diambil dari Pasar Mandalika dengan harga relatif tinggi dari harga normal sebelumnya. “Memang pengiriman dari Jawa itu belum ada yang masuk. Menurut informasi di lapangan juga, untuk pengiriman bawang putih itu masih kosong,” tutur dia.
Informasi yang diserap oleh Nida, bahwa sejak dua minggu terakhir ini belum ada bawang putih impor yang masuk di Pasar Induk Mandalika. Sehingga, stok bawang putih cukup sedikit. Kelangkaan ini menjadi pemicu terhadap lonjakan harga. “Stok sedikit, harga mulai sedikit bergejolak,” aku dia.
TPID Kota Mataram telah menggelar rapat atau pertemuan untuk membahas gejolak harga beberapa bapok di pasar tradisional, belum lama ini. Nida menyebutkan, bahwa untuk harga cabai sudah mulai ada penurunan meskipun belum bisa dianggap stabil. Penurunan harga cabai dikarenakan akan mulai masuk musim panen di tingkat petani. Musim panen diperkirakan awal Maret mendatang.
“Kalau bawang impor ya memang pengiriman dari luar itu tidak ada. Kami taunya pengiriman bawang ini dari Jawa. Itu yang tidak ada masuk untuk dua minggu terakhir ini. Bisa jadi nanti masyarakat kita ke bawang putih lokal,” terang dia.
Nida tidak menampik harga bawang putih kian merangkak naik. Kata dia, saat terjun ke Pasar Dasan Agung, Selasa (4/02) lalu, harga bawang putih berada pada angka Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu per kilogram. Sampai hari ini aku dia, lagi mengalami kenaikan jadi Rp 60 ribu per kilogram.
Dengan adanya gejolak harga bawang putih itu, pihaknya akan kembali turun ke pasar induk untuk mengecek kondisi harga.
“Insya Allah mungkin hari Senin (10/2) turun ke Pasar Mandalika. Kalau stok memang masih banyak, kita juga melihat apa kendala-kendalanya (kenaikan harga) sampai terus-terusan. Apakah stok berkurang, sedikit gitu,” beber dia.
Bawah putih yang masuk di Kota Mataram bukan hanya dari Jawa. Nida menyebutkan, biasanya juga dari China dan Taiwan. Dia sendiri belum tahu persis kenapa stok bawah putih dari dua negara itu belum bisa masuk. “Mungkin salah satu penyebabnya karena penyakit (Virus Corona) yang sedang beredar. Karena kan barang impor tidak boleh masuk untuk sementara ini,” ungkap dia.
Hasil kesepakatan rapat TPID Kota Mataram sebut Nida, pemerintah tetap menekan atau mengatasi gejolak harga di pasar. Diantara, memikirkan cara bagaimana ketersediaan stok, kestabilan harga dan lain sebagainya. Namun, Nida mengaku pihaknya belum tahu apa langkah yang akan diambil. Salah satunya terkait ketersediaan atau stok bawang putih dan cabai untuk mengantiasipasi gejolak harga.
Perempuan berjilbab itu juga menyebutkan, TPID Kota Mataram tidak hanya memikirkan gejolak harga yang masih terjadi pasar tradisional. Hasil rapat TPID pun membahas antisipasi gejelok harga beras dan telur. Karena, harga kedua bapok itu diprediksi bakal mengalami gejolak. “Itu masih perkiraan,” kata dia.
Fakta di lapangan, harga beras dan telur masih normal. Sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah pusat. Harga beras paling tinggi saat ini masih Rp Rp 10 ribu per kilo. Harga beras dinilai belum bergejolak di pasar tradisional. “Setelah kami berkunjung di pasar tradisional Pagutan, harga telur masih pada posisi Rp 1.400 per butir. Sedangkan beras masih pada posisi Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu. Sesuai HET pemerintah yaitu Rp 8.500 untuk beras medium. Sedangkan yang premium Rp 9 ribu,” beber dia.
Gejolah harga beras terutama menjadi kekhawatiran Pemkot Mataram atau TPID. Jika harga beras mengalami lonjokan harga, maka akan berdampak terhadap tingginya inflasi. Beda halnya dengan lonjakan harga cabai, bawang putih atau bapok lainnya, tidak begitu dikhawatirkan akan mengakibatkan inflasi terlalu tinggi.
Namun, TPID Kota Mataram tetap mengantisipasi gejolah harga semua bapok.
“Dari hasil rapat (TPID) kemarin, kalau harga cabai yang naik terlalu tinggi, cabai inikan bisa gejolaknya dua tiga bulan. Tidak terlalu mempengaruhi inflasi. Karena cabai ini tidak terlalu banyak yang membutuhkan. Kalau yang dikhawatirkan beras, karena kebutuhan pokok kita, itu yang sangat mempengaruhi inflasi,” cetus dia.
Salah seorang pedagang di Pasar Pagutan, Musleh, mengaku bahwa lonjakan harga bawang putih terjadi sejak pertengahan Januari lalu. Menurutnya, lonjakan harga dipicu terjadinya kelangkaan. Mulanya harga bawang putih berkisar antara Rp 25 ribu sampai Rp 28 ribu per kilogram, kini dia terpaksa harus menjual dengan harga Rp 60 ribu per kilogram. “Kita ambil bawang putih seharga Rp 50 ribu per kilo. Saya jual di sini Rp 60 ribu,” sebut dia sembari melayani pembeli, kemarin.
Dia mengaku menjual bawang putih impor dari China, yang dibeli di Pasar Mandalika. Musleh menilai telah terjadi kelangkaan alias pasokan sedikit. Sejak kenaikan harga itu, jumlah bawang putih miliknya yang bisa terjual semakin sedikit. Karena, pembeli mulai mengurangi kebutuhan bawang putih untuk bumbu dapur. “Sehari sekarang bisa terjual 10 kilo,” beber dia.
Tidak jauh beda dengan pedagang lainnya di Pasar Pagutan, Ummi Mar. Dia mengambil bawang putih di Pasar Mandalika seharga Rp 50 per kilogram. Kemudian dia jual seharga Rp 60 ribu per kilogram. Meskipun pembeli tetap berdatangan, namun jumlah bawah putih yang terjual semakin berkurang, sejak terjadinya kenaikan harga. “Sekarang 5 kilo saya ambil di Mandalika. Sudah empat hari belum habis ini. Pembeli kaget harganya naik. Tiba-tiba terus naik begitu,” ungkap dia. (zak)