Ilustrasi

MATARAM – Kondisi APBD NTB tidak sehat. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua bidang anggaran DPRD NTB, Mori Hanafi kepada media, kemarin.

Mori menyinggung adanya tanggungan utang pemprov kepada kontraktor sebesar Rp 227,6 miliar yang bulan Mei harus dibayar. Jumlah itu dilihat dari keseluruhan APBD NTB yang bermasalah sebesar 5 persen. Politisi Gerindra itu menjelaskan utang ini muncul karena pemprov akhir Desember 2021 lalu tidak punya cukup uang membayar seluruh program kegiatan sehingga muncul utang.

Adapun penyebab berkurangnya pendapatan daerah 2021 itu pertama transfer dana alokasi umum dari pemeintah pusat jauh berkurang. Kedua, Pemprov punya beban 8 persen dari DAU khusus untuk vaksinasi. Menurut Mori, vaksin itu gratis dari pemerintah pusat namun Pemprov perlu menanggulangi honor vaksinator, kebutuhan distribusi dan lainnya. Penyebab ketiga, daya beli masyarakat lemah. Salah satu potensi pajak yang bisa menyumbang PAD mencapai ratusan miliar dari pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Faktanya pendapatan dari BBNKB menurun.

“Orang yang mampu beli mobil ini turun drastis,” sebutnya.

Terakhir penyebab secara keselurhan PAD pemprov sangat sulit bisa dioptimalkan. Mori mengaku idealnya untuk menyatakan Pemprov ada utang berdasarkan hasil audit BPK tetapi di dalam aturan Inspektorat juga boleh menyatakan adanya utang tersebut berdasarkan pendalamannya. Sehingga itu cukup dijadikan dasar untuk pemerintah segera mencari cara untuk melakukan pembayaran.

Salah satu skema yang ditawarkan Pemprov yaitu dilakukan pergeseran anggaran baik pokir dan reguler. Untuk Pokir sendiri dari rencana pergeseran sebesar Rp 110 miliar, namun yang disetujui Banggar dan TAPD akhirnya diangka Rp 67 miliar. Sisanya akan diambil dari dana reguler.

Dari jumlah tersebut, konsekwensinya masing-masing anggota dewan disunat jatah pokirnya sebesar 20 persen dari total yang diterima. Sayangnya, Mori enggan membeberkan saat ditanya persentase itu.

“Kalau itu saya no komen. Yang jelas disetujui pergeserannya Rp 67 Miliar,” terangnya.

Mori menegaskan, kondisi ini menjadi bahan pemikiran bersama bagaimana APBD ini harus bisa jauh lebih sehat kedepannya. Kontraksi seperti itu di tahun 2023 tidak perlu lagi terjadi.

“Maka tahun 2023 kalau terjadi (kontraksi) lagi kacau. Jadi 2023 itu tahun tahapan Pemilu semuanya harus jalan,” terangnya.

Mori mengakui adanya beban belanja daerah yang cukup berat termasuk hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri, ditemukan ratusan miliar program kegiatan Pemprov diluar RPJMD.
“Saya pimpinan jadi betul hasil memang beberapa yang dianggap bukan kewenangan kita. Tapi setelah dilakukan evaluasi APBD ditetapkan juga Mendagri,” sebutnya.

Sementara, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda mengaku pembahasan tentang mekanisme utang itu sudah selesai. Namun Isvie enggan menyampaikan berapa jumlah disunat dari Pokir serta dia juga tidak mengiyakan ada beban 20 persen pergeseran pokir masing-masing dewan pada APBD murni ini.

“Soal itu satu pintu saja TPAD yang menyampaikan jumlahnya,” tegasnya.

Terpisah, anggota DPRD NTB NTB, Najamudin Mustapa membenarkan dari Rp 67 miliar itu masing-masing dewan kena pangkas Pokir sebesar 20 persen. Jika satu anggota dewan mendapatkan jatah Pokir pada APBD murni 2022 sebesar Rp 6 miliar maka dia harus menyisihkan 1,2 miliar. Jika satu anggota Pokirnya sebesar Rp 3 miliar maka dia harus merelakan Rp 600 juta digeser.

“Iya jadi Pokir masing-masing dibebankan 20 persen,” kata politisi PAN itu singkat.
“Masing-masing kena 20 persen,” sambung Ketua Fraksi Golkar DPRD NTB, Lalu Satriawandi.(jho)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *