MATARAM – Molornya pembangunan proyek Rumah Sakit (RS) Mandalika di Lombok Tengah memantik wakil rakyat di DPRD NTB turun gunung. Panitia Khusus (Pansus) IV Tentang Jasa Konstruksi (Jaskon) DPRD NTB langsung mengecek proyek DAK yang menelan anggaran Rp 11 miliar itu.
“Dari yang kami lihat langsung, baru mencapai 76 persen progresnya,” tegas Ketua Pansus IV DPRD NTB, Hamdan Kasim geram.
Politisi Golkar itu menegaskan, RS Mandalika sama molornya dengan renovasi Islamic Center (IC), Penataan Kejaksaan, NTB Mall dan Masjid Attaqwa yang semunya didanai dari DAK Dinas PUPR NTB.
Hamdan menegaskan, mestinya proyek RS Mandalika rampung sejak Desember lalu. Anehnya, saat ini sudah masuk dua kali adendum (perpanjangan kontrak), 50 hari pertama ditambah 40 hari pada adendum kedua.
“Dalam aturannya memakai mekanisme adendum 50 hari. Harusnya selesai di 26 Februari. Ini sudah masuk adendum kedua progresnya baru 64 persen,” sesalnya.
Dikatakannya, Sidak Pansus itu dalam rangka mengawasi DAK yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Oleh karenanya Hamdan tidak menghendaki adanya proyek yang molor berdampak kepada pelayanan masyarakat.
Hamdan meminta pihak rekanan menyelesaikan pekerjaannya di akhir jatuh tempo adendum kedua yakni pada 15 Maret mendatang. Jika tidak, maka Hamdan merekomendasikan rekanan tersebut pertama putus kontrak, kedua tetap membayar denda Rp 11 juta setiap hari dan ketiga lelang ulang sisa proyek yang tersisa.
“Ini rekomendasi kami. Tolong PPK dicatat itu,” tegas ketua Komisi IV DPRD NTB itu.
Wakil Ketua DPRD NTB, Lalu Wirajaya menegaskan supaya rekanan mengerjakan pekerjaannya seusai dengan kontrak yang ada.
Politisi Gerindra itu mengatakan kunjungannya bersama Pansus IV DPRD NTB proyek RS Mandalika itu salah satu pilot projek yang dijadikan contoh untuk dituangkan dalam Perda yang tengah digodok wakil rakyat saat ini. Oleh karenanya, ia meminta rekanan supaya memberikan alasan yang logis mengapa proyek yang dikerjakan itu bisa molor.
“Jangan kasih alasan yang non teknis. Berikan kami alasan yang pas,” tegasnya.
Direktur RS Mandalika, dr Oxy Tjahyo Wahjuni mengatakan molornya penyelesaian RS Mandalika itu sangat berdampak kepada pelayanan masyarakat.
Dalam skejul RS sendiri, awal 2025 RS Mandalika mestinya sudah menyiapkan tambahan 100 tempat tidur untuk melayani pasien. Justru kondisi terbalik, memasuki Maret proyek tersebut tak kunjung selesai. Dampak berikutnya komitmen RS Mandalika dengan BPJS terganggu.
“Dalam skejul saya di awal 2025 saya harusnya ready 100 tempat tidur. Ini komitmen kami dengan BPJS. Terus terang ini merugikan kami,” terang Oxy.
Molornya pembangunan RS Mandalika itu berdampak dengan pemasukan RS Mandalika langsung. Sebab Klaim ke BPJS tidak bisa maksimal.
“Sementara saya harus bayar sekian banyak dokter spesialis. Dampak molornya, kita sudah lari dari awal tapi lamban dengan keadaan saat ini,” ujarnya.
Sebagai petinggi RS Mandalika, dr Oxy meminta bagaimana ada jalan terbaik dari keberlanjutan proyek tersebut.
“Bagaimana pun harus ada jalan terbaik,” katanya.
Rekanan Proyek RS Mandalika, Sulistiyono mengklaim progres pengerjaannya mencapai 90 persen. Dikatakannya, pengerjaan RS Mandalika itu dimulai dari awal banyak mendapatkan kendala. Bahkan sempat terhenti hampir dua minggu.
“Habis itu kita ada adendum nilai karena ada bagian tertentu yang belum terkaper,” katanya.
Kendala lain disebutkannya karena terkendala pencairan termin. Untuk itu, ia meminta supaya pencairan termin bisa dipermudah.
“Mohon pencairan termin kami dimudahkan,” harapnya.
PPK RS Mandalika, M Yulian Mariadi menjelaskan masa kerja konsultan pengawas sudah selesai 22 Februari lalu. Sementara itu adapun klaim progres dari rekanan itu pihaknya perlu melakukan pengecekan fisik.
“Insya Allah hari Rabu (pekan depan) kami akan hitung volume progresnya,” terang Yulian.
Kabid pada Bidang Cipta Karya itu mengatakan perpanjangan waktu pengerjaan mengacu pada ada Peraturan Menteri RKPP dimana jika masa kontrak berakhir namun kegiatan fisik belum selesai oleh penyedia, diberikan tambahan masa kerja 50 hari kalender.
“Dalam hal setelah diberikan kesempatan apabila belum dapat diselesaikan pekerjaan maka PPK memberikan kesempatan kedua (40 hari kalender),” jelasnya.
Sementara itu, keterlambatan penyelesaiannya rekanan didenda Rp 11 juta setiap hari.
“Dari pagu anggaran Rp 11 miliar, maka denda rekanan harus dibayar Rp 11 juta setiap hari,” pungkasnya.(jho)