LOBAR–DPRD Lombok Barat (Lobar) mendatangi sebuah perusahaan yang diduga mengusasi 60 hektare laut Sekotong. Sebuah Perusahaan yang bergerak di sektor budidaya mutiara yang diketahui bernama PT. Alif diduga menguasai sekitar 60 hektar Kawasan laut di perairan Sekotong, Desa Persiapan Pesisir Emas, Lobar. Rencananya, 60 hektare perairan laut di Sekotong itu akan dipergunakan untuk lokasi pengembangbiakan hingga produksi kerang mutiara.
Namun sayangnya, belum juga beroperasi, sebagian masyarakat nelayan di kawasan Sekotong keberatan atas rencana aktivitas perusahaan tersebut. Pasalnya, dengan memakai sekitar 60 hektare luas perairan di Sekotong itu akan menganggu aktivitas masyarakat nelayan untuk mencari ikan.
”Karena adanya laporan dari warga, khususnya para nelayan terkait PT. Alif ini, kami turun bersama anggota lintas Komisi termasuk Dinas terkait untuk mengecek lokasi,” kata Ketua DPRD Lobar, Lalu Ivan Indaryadi disela-sela inpeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan di pesisir Pantai Labuan Petung Sekotong, Rabu (7/5).
Dikatakan Lalu Ivan, keberadaan perusahaan bidudaya mutiara yang konon memakai sekitar 60 hektar perairan laut di Sekotong itu membuat pihaknya khawatir munculnya persoalam baru yang muncul. ”Seharusnya dilakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat nelayan, tidak hanya nelayan yang ada disekitar lokasi, tapi seluruh nelayan yang ada di kecamatan Sekotong ini,. Jangan sampai karena ketidaktahuan nelayan, kemudian melintas di lokasi bidudaya mutiara, malah dituduh mencuri,” ungkapnya.
Dia pun tak mempersoalkan adanya izin dari pemerintah pusat dan juga Pemprov NTB yang diperoleh perusahaan tersebut. Hanya saja, kata dia, hendaknya pihak perusahaan tak tutup mata akan keberadaan pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Lobar.
”Walaupun ini dari Pusat dan Propinsi, seharusnya ada koordinasi yang dilakukan pihak perusahaan dengan Pemda Lobar dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Lobar,” tegasnya seraya menambahkan bahwa pihaknya akan menyurati perusahaan tersebut untuk melakukan klarifikasi dan juga sosialisasi ke masyarakat.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Lobar, H. Husnan Wadi yang turut dalam Sidak itu menegaskan bahwa turunnya jajaran DPRD lobar ke lokasi tersebut bukan untuk menghambat atau melarang adanya investasi yang masuk. ”Namun sebagai wakil rakyat, begitu ada laporan yang masuk, wajib kita tindaklanjuti. Kita mempertanyakan apakah keberadaan perusahaan tersebut sudah sesuai prosedur, dan apakah masyarakat dilibatkan atau justru seperti apa,” singkatnya.
Hal senada disampaikan Munawir Haris. Anggota Komisi II DPRD Lobar itu menambahkan, adanya informasi bahwa perusahaan tersebut membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) bukan menjadi ranah lembaga di DPRD Lobar.
”PNBP itu sedang proses. Tapi ketika ada persoalan masyarakat, lebih-lebih ada keberatan, kami merasa juga tidak mungkin pihak Kementerian akan mengeluarkan izin. Untuk itulah kami hadir, agar tidak muncul persoalan di meudian hari dan lembaga tidak salah mengambil keputusan,” ujarnya singkat.
Ditempat yang sama, Ketua Komisi III DPRD Lobar, Fauzi menegaskan bahwa terkait PNBP yang informasi per bulan Maret lalu sudah keluar merupakan ranah dari pemeringtah pusat. Posisi Komisi III turut serta dalam Sidak tersebut justru menyoroti pendukung PNBP dimaksud, dalam hal ini Surat Kesepakatan Masyarakat yang dibuat pihak perusahaan.
”Karena ini aktivitasnya di laut, maka yang harus dilibatkan adalah nelayan. Sayangnya, dari informasi pula surat kesepakatan itu terjadi hanya dengan masyarakat Desa Sekotong Barat dan sebagian dari Desa Persiapan Pesisir Emas. Kita sama-sama tahu, nelayan disini tidak hanya dari dua desa itu, tapi dari seantero desa di Sekotong ini. Jadi intinya, harus ada kesepakatan nelayan juga yang tertuang dalam surat kesepakatan itu,” tegasnya.
Sementara itu, Sahdan, selaku Kepala Dusun Labuan Petung Desa Persiapan Pesisir Emas mengaku sampai sejauh ini pihaknya tidak ada mengeluarkan rekomendasi apapun terkait keberadaan perusahaan budidaya mutiara itu, termasuk juga dari Pemerintah Desa. Namun diakuinya, memang sebagian nelayan di dua desa sekitar menerima.
”Tapi menurut kami, masih banyak nelayan yang ada di Kecamatan Sekotong ini yang perlu dilibatkan,” sarannya.
Terkait keberadaan Perusahaan Budaya Mutiara tersebut, Plt. Kadis Kelautan dan Perikanan Lobar, H. Ahmad Rozi justru mengakui bahwa pihaknya tidak ada hubungannya dengan perusahaan budidaya mutiara tersebut. Apa yang disampaikan Ahmad Rozi cukup beralasan, karena pihak perusahaan tersebut mendapat izin langsung dari Pemerintah Pusat melalui rekomendasi Pemprov NTB.
”Pemda Lobar tidak ada hubungan dengan PT. Alif ini, karena izin dari Pusat. Dan, rekomendasinya pun hanya dari Pemprov NTB saja, di kami tidak ada mengeluarkan rekomendasi,” ungkapnya.
Pemkab Lobar, kata dia, nantinya mengeluarkan Surat Keterangan Asal saja, itu pun ketika perusahaan tersebut sudah melakukan produksi. ”Itu saja yang kita keluarkan. Namun karena ada penggunaan kawasan darat juga, maka perusahaan bersangkutan wajib pula mengurus surat-surat lainnya seperti IMB, tapi itu di Dinas Perijinan Terpadu, bukan di Kami (Dinas Kelautan dan Perikanan),” tegasnya.
Diakui Ahmad Rozi, kendati memakai luas laut sekitar 60 hektar, perusahaan budidaya mutiara yang diketaui baru akan melakukan Pra Produksi itu tidak memberi dampak apapun bagi Pemda Lobar, termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
”Tidak ada imbasnya ke kita. Namun bukan itu persoalannya, karena ada keberatan masyarakat yang membuat kami turun bersama rekan-rekan DPRD Lobar,” tutupnya.(win)