MATARAM – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) NTB, Budi Septiani langsung turun gunung bersama jajarannya ke wilayah penyaluran bantuan desa seribu sapi di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Senin kemarin.
Pihak dinas turun menindaklanjuti adanya keluhan warga penerima bantuan dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang diperuntukkan di lima desa di Kecamatan Pujut.
“Ini saya sedangklarifikasi di kelompok. Tidak ada yang mengeluhkan, itu malah mereka bersyukur. Jangankan Sapi kambing aja yang dibantu mereka sangat bersyukur. Ini kata ketua kelompoknya di lokasi,” tegas Budi Septiani saat memberikan klarifikasi, kemarin.
Dia mengakui, ada perubahan spek sapi yang diberikan kepada kelompok. Memang rencana awal akan diberikan sapi jenis Brahman Cross asal Australia. Tetapi melihat waktu yang tidak memungkinkan, sehingga diubah yaitu boleh diberikan sapi lokal.
“Itukan memang awal. Rencana awalnya sapi BC. Kan itu tertuang di dalam kontrak,” jelasnya.
Septiani menegaskan, tidak akan ada yang berani memberikan sapi di luar spek. Malah jika itu terjadi akan mengancam. “Mana ada orang yang berani,” yakinnya.
Menurut dia, kemungkinan yang mengeluh itu masyarakat yang tidak mengetahui perkembangan atau bisa saja mereka yang jarang ke kandang.
“Ini saya sedang di kelompok. Masyarakat mana dulu yang komplain itu. Di Pujut ada lima desa penerima manfaat,” jelasnya.
Katanya, di lokasi pihak dinas sedang bersama dengan petugas Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam program tersebut. Mereka sangat ketat malah awalnya sapi itu mau didatangkan dari Bima, namun oleh KPA-nya tidak membolehkan (menolak).
Katanya, warga NTB harus banyak bersyukur dengan program tersebut. Sebab di Indonesia program tersebut diberikan kepada lima provinsi salah satunya di NTB.
Pihaknya tidak menginginkan masyarakat cepat terprovokasi dengan isu-isu yang tidak jelas, yang tidak diketahui titik terangnya seperti apa.”Jangan sampai terprovokasi dengan hal-hal yang tidak jelas,” pesannya.
Sementara itu, Ketua Tim PPHP BBIB Singosari untuk Provinsi NTB, Ahmad Budi Purnawan mengatakan, pihaknya yang bertanggung jawab pada Program seribu sapi untuk area Provinsi Jatim, NTB dan NTT. Ditegaskannya, pengadaan sapi di NTB telah sesuai spesifikasi, dan terbaik dalam implementasi program tersebut.
“Kami melakukan pemeriksaan dengan ketat atas sapi-sapi yang didroping oleh pihak penyedia kepada Kelompok Tani Ternak (KTK). Kami jamin bahwa setiap ekor sapi yang diterima oleh pihak KTT, telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh Kementan RI,” kata Ahmad.
Pihaknya mengaku, setiap sapi yang diterima telah dicek kesesuaian sepsifikasinya dengan mengacu pada Keputusan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor: 9632/Kpts/ RC.O40 I F I 08 / 2O20 tentang Petunjuk Teknis Program dan kegiatan pengembangan seribu desa sapi.
“Dalam Bab II Hal. 12 Petunjuk Teknis tersebut, dijelaskan bahwa usia sapi Bakalan 12-24 bulan. Berat Badan 300 Kg, Bebas Cacat, dan dinyatakan sehat. Sementara, untuk sapi indukan berusia 24-36 bulan dan berat badan 350 Kg,” kata Ahmad.
Saat ini, telah diserah terimakan sebanyak 50 sapi bakalan/penggemukan yang telah sesuai kriteria dari pihak penyedia kepada pihak KTT Tandur Desi, Desa Pengengat. Katanya, ada 85 sapi yang dikembalikan kepada pihak ketiga/penyedia karena tidak sesuai spesifikasi.
“Kemarin, bahkan kami mengembalikan 85 ekor sapi yang didroping dari luar Lombok Tengah. Karena tidak sesuai spesifikasi. Tapi, ini sebelum diterima peternak lho ya. Jadi, kami menjamin penuh,” tegasnya.
Sementara, terkait adanya informasi yang menyebutkan bahwa sapi dalam program ini harus menggunakan jenis Sapi Brahman Cross Australia dan bukan sapi lokal, Ahmad membantah tentang wajibnya jenis sapi import tersebut.
“Tidak ada dalam Juknis Kementan RI yang menyebutkan jenis sapi harus impor atau lokal. Yang wajib dipenuhi adalah spesifikasi sebagaimana kami jelaskan. Dan memang itu ketentuan umum. Bahwa tidak boleh ada dalam pengadaan barang/jasa sebagaimana tertuang dalam Perpes 16/2020 itu yang menyebutkan merk tertentu,” imbuhnya.
Ahmad secara khusus mengapresiasi kekompakan dan sinergi yang ada di provinsi NTB, sehingga program seribu desa sapi di NTB bisa berjalan. Karena ia mengatakan bahwa untuk di daerah lain telah ada yang gagal untuk tahun 2020, di antaranya Provinsi NTT.
“Provinsi NTB ini yang terbaik dalam implementasi palaksanaan program 1000 desa sapi. Support Gubernur NTB, Bu Kadis termasuk KTT sangat luar biasa,” puji Ahmad.
Ditambahkan penanggung jawab dari pihak penyedia sapi, PT Sumekar Nurani Madura, Heri Triatno menjelaskan, bahwa pihaknya memenangkan tender dari HPS Kementan RI untuk sapi bakalan/penggemukan senilai Rp.19.708.166,- per ekor. Namun, ditawar oleh perusahannya, dan telah ditetapkan menjadi harga pemenang tender menjadi Rp 15.700.000,- per ekor.
“Jadi bukan 35 juta ya. Tapi Rp.17,5 juta per ekor. Sesuai dengan SPP BBIB Singosari Dirjen Peternakan & Kesehatan Hewan Kementan RI Nomor:No B-05009/PL.010/F2.K/11/2020. Kami akan berusaha menyelesaikan pekerjaan ini. Meskipun banyak kendala yang dihadapi terkait spesifikasi yang ketat, sementara harga sudah terlanjur kami tawar dengan harga miring,” katanya.
Heri mengaku, merencanakan dengan harga tersebut, bisa mengambil sapi di luar NTB yang lebih murah. Namun, pihaknya tidak menduga ada regulasi Pergub NTB Nomor 38/2019 Tentang Tata Niaga, yang membuat pihaknya tidan bisa sembarangan memasukkan Sapi dari daerah yang belum bebas penyakit sapi ke provinsi NTB.
“NTB memang Istimewa,” pungkas Heri.(jho/hms)