MATARAM – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram, Mahfuddin Noor menginginkan agar Dana Siap Pakai (DSP) untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab-Rekon) rumah rusak terdampak gempa, bisa dilanjutkan atau diperpanjang oleh pemerintah pusat. Dimana, sisa DSP yang belum dicairkan alias masih mengendap di rekening BPBD Kota Mataram lebih dari Rp 21 miliar. Lantaran belum ada ada izin pencairan dari pusat.
“Kami di Kota Mataram justru berharap untuk bisa lagi melanjutkan penggunaan Dana Siap Pakai untuk melanjutkan yang belum tertangani,” ungkap dia, kemarin (25/2).
Mahfuddin mengatakan, sisa dana DSP masih tertahan bukan hanya terjadi di Kota Mataram. Namun, daerah lain terdampak gempa di NTB mengalami kondisi yang sama. Yaitu belum bisa menstransfer sisa dana gempa ke rekening Kelompok Masyarakat (Pokmas). Sementara, masa transisi rehab-rekon rumah rusak terdampak gempa tahun 2018 lalu akan berakhir 31 Maret 2020.
“Dari catatan kita masih ada 1.505 kepala keluarga (KK) atau rumah yang kita hajatkan untuk ditangani dengan dana stimulan (Rp 21 miliar) yang masih ada ini,” ujar dia.
Jumlah rumah rusak yang belum tertangani dalam surat keputusan (SK) ke 11 Wali Kota Mataram sebanyak 1.505 KK. Terdiri dari rumah rusak sedang (RS) sebanyak 258 unit, rusak ringan (RR) sebanyak 1.247 unit. Total sisa rumah rusak tersebut sudah diusulkan oleh BPBD Kota Mataram kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan total anggaran Rp 18,920 miliar dari sisa DSP yang masih di rekening BPBD.
“Jadi memang pernah diusulkan juga ke BNPB melalui pemerintah daerah waktu itu. Lengkap juga dengan lampiran-lampirannya untuk kita usulkan. Namun, sampai sekarang ini pemerintah pusat belum menyetujuinya,” tutur Mahfuddin.
Tiap RS mendapat bantuan perbaikan sebesar Rp 25 juta dan RR hanya Rp 10 juta. Namun, upaya rehab-rekon belum bisa dilakukan oleh Pemkot Mataram. Karena masih menunggu kebijakan dari BNPB. Pasalnya, ada rencana dari BNPB untuk merubah pola sisa DSP yang kini ada di rekening BPBD menjadi dana hibah. Jika menggunakan pola dana hibah, maka dana gempa yang ada sekarang akan dicairkan atau masuk melalui ke kas daerah setelah Maret 2020.
“Besar harapan kita juga teman-teman yang lain di kabupaten/kota terpapar gempa dengan permohonan yang sama. Mengingat masih adanya (rumah terdampak gempa) yang belum tertangani,” kata Mahfuddin.
Perlu diketahui, bahwa dana gempa yang dikucurkan pemerintah pusat untuk rehab-rekon gempa di Kota Mataram sebesar Rp 271,565 miliar. Dari jumlah itu, total DSP yang sudah digunakan mencapai Rp 249,955 miliar. Jadi, sisa DSP yang masih tertahan di rekening BPBD lebih dari Rp 21 miliar. Dana gempa yang telah digunakan itu untuk penangangan rumah rusak yang masuk di SK 1-10 sebanyak 14.149 unit. Terdiri dari rusah berat (RB) sebanyak 1.350 unit, untuk RS sebanyak 3.631 unit, dan untuk RR sebanyak 9.168 unit.
Sedangkan, jumlah rumah RS dan RR yang masuk dalam SK 11 tetapi belum tertangani yaitu sebanyak 1.505 unit. Hal ini dikarenakan belum ada persetujuan dari BNPB untuk menstransfer sisa DSP sebesar Rp 21 miliar lebih itu ke rekening Pokmas. BNPB berencana menggunakan pola dana hibah untuk rehab-rekon sisa rumah terdampak gempa yang belum tertangani sampai sekarang.
Jika pun pemerintah pusat benar menggunakan pola dana hibah, pihaknya siap menerima kebijakan pusat. Yang terpenting semua rumah warga terdampak gempa bisa tertangani dengan baik dan cepat.
“Harapan kita, pemerintah pusat menghibahkan tetapi dalam konteks penanganan gempa,” ungkap dia.
Sistem pencairan dana gempa dengan pola DSP dan dana hibah tentu berbeda. DSP hanya bisa digunakan pada saat masa transisi rehab-rekon, namun pencairannya cukup cepat. Sementara, untuk pencairan dana hibah, pemerintah daerah kabupaten/kota terlebih dahulu harus mengajukan proposal ke pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi, baru masuk ke kas daerah kabupaten/kota. Proses atau mekanisme pencairan dana hibah terbilang lama.
“Nanti pemerintah kabupaten/kota mengusulkan dalam bentuk proposal, nanti dikirimkan ke provinsi. Provinsi yang akan merekomendasikan lagi ke pemerintah,” kata Mahfuddin.
Dia mengaku belum mengetahui persis bagaimana petunjuk pelaksanaan teknis (Juknis) penanganan gempa pascaberakhir masa transisi 31 Maret 2020. Apakah murni mengadopsi pila hibah, ataukah dipihak ketigakan, atau dengan pola aplikator-fasilitator yang sekarang. “Nanti kita sambil menunggu persetujuan juklas-juknis-nya,” cetus dia.
Wakil Presiden (Wapres) RI, KH Ma’ruf Amin, juga telah menjanjikan perpanjangan rehab-rekon gempa di wilayah NTB. Hal ini diungkapkan di hadapan sejumlah warga terdampak gempa di Kota Mataram saat kunjungan kerja (Kunker) meninjau Rumah Tahan Gempa (RTG) di Lingkungan Gontoran, Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya, beberapa waktu lalu. (zak)