MATARAM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, berpotensi terjadi sengketa pemilu, semakin terbuka lebar. Oleh karenanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB melangsungkan Rapat Kerja Teknis Penyelesaian Sengketa Pada Pilkada serentak tahun ini yang berlangsung dari Selasa – Jumat (15-18) Oktober di Mataram.
Kegiatan tersebut dihadiri seluruh Divisi Penyelesaian sengketa dari Panwascam hingga Bawaslu Kabupaten Kota se NTB.
Dalam Rakernis tersebut, peserta diingatkan tentang potensi kerawanan yang lebih besar terjadi dalam Pilkada Serentak 2024 kali ini.
Pasalnya, baru pertama kali Pilkada digelar secara serentak. “Keserentakan ini membuat potensi sengketa di Pilkada potensi makin terbuka lebar,” kata Komisioner Bawaslu NTB divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Suhardi pada Rakor Bimbingan Teknis Penyelesaian Sengketa Proses di Pilkada, Kamis (17/10).
Menurut Suhardi Pilkada serentak ini membuat kerja Bawalsu lebih ekstra dari bisanya. Peluang terjadinya sengketa terbuka lebar dengan gugatan-gugatan dari pihak atau peserta yang merasa dirugikan harus sebisa mungkin disiapkan. Untuk itu Suhardi meminta jajaran pengawas tidak boleh lengah. Jajaran Panwas harus mempersiapkan, menghimpun berbagai dokumen terkait hasil pengawasan ditingkat lapangan.
Hasil pengawasan tersebut, bisa menjadi alat bukti yang nantinya bisa disampaikan jika ada sengketa ke MK.
“Karenanya sangat penting bagi teman-teman Bawaslu untuk selalu mencatat dan mendokumentasikan, setiap peristiwa yang ditemui di lapangan,” imbuhnya.
Dia menyebutkan, selama ini jika terjadi sengketa pemilu di MK, antara peserta dengan peserta atau dengan peserta dengan penyelenggara pemilu.
Dia juga menekankan, penting kepada jajaran Bawaslu untuk meningkatkan kapasitas tentang sengketa hukum.
Dengan alat bukti memadai dan pengetahuan tentang sengketa. Maka jajaran Bawaslu bisa menyampaikan argumentasi dengan baik, jika nanti jadi pihak terkait dimintain keterangan di MK.
“Sehingga kita harus terus mengupdate pengetahuan hukum dan sengketa agar kita tidak kelabakan,” ucapnya.
Selain itu, Suhardi juga mengingatkan tentang strategisnya peran Bawaslu memutus dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Jika pelanggarannya terbukti, maka Bawalsu sangat mungkin memutuskan pencoretan terhadap paslon.
Kerja strategis ini dapat terwujud bila Bawaslu bekerja kolaboratif. “Tapi peran strategis ini tidak ada apa-apanya kalau tanpa back up dari teman-teman di kabupaten/kota,” tandasnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu NTB divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Umar Achmad Seth mengungkapkan, kepercayaan diri pengawas dalam menghadapi sengketa dibutuhkan.
Menurutnya, kepercayaan diri muncul biasanya karena pengawas telah berpengalaman dalam mengawal tahapan proses pemilihan.
Namun disadari, Pilkada yang digelar secara serentak untuk pertama kali ini, membuat resiko dan tantangan yang dihadapi bisa berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya.
“Boleh andalkan pengalaman. Tapi harus tetap kita ingat, ini pilkada serentak pertama. Sehingga potensi bisa berbeda dengan pilkada sebelumnya,” tandasnya. (jho)