PRAYA – Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berdampak pada rakyat miskin, rentan miskin dan kalangan menengah dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini membuat pemerintah akhirnya menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) sebagai bentuk kompensasi atas kenaikan harga BBM subsidi.
Akan tetapi, anggota DPD RI Dapil NTB, TGH Ibnu Khalil mengaku tidak setuju jika pemerintah memberi kompensasi melalui BLT bagi warga. “Saya ndak setuju BLT. Karena, ini kan termasuk memanjakan masyarakat,” katanya usai menghadiri acara Pengijazahan Kubro yang dihadiri Kiyai Haji Raden Achmad Azaim Ibrahimy, di Pendopo Bupati Lombok Tengah, Rabu (7/9).
Menurutnya, BLT dinilai kurang tepat jika ditujukan sebagai kompensasi bagi warga. Terutama bagi mereka yang tidak mampu. Daripada memberikan BLT, pemerintah dinilai lebih baik menggelontorkan bantuan-bantuan dalam bentuk padat karya.
“Karena ini banyak aspirasi dari masyarakat. Lebih baik dipindahkan ke padat karya,” katanya.
Dia mengutarakan, berdasarkan informasi yang didengar dari kepala dusun (Kadus) maupun kepala desa (Kades). Bahwa bansos yang diberikan pemerintah dalam bentuk uang tunai terkadang menjadi fitnah di tengah masyarakat. Terutama bagi mereka yang tidak mendapatkan BLT.
“Karena ndak semua (dapat BLT). Ya, kalau tercukupi semua yang kategori yang layak mendapatkan bantuan. Tapi lebih banyak juga yang ndak dapat. Justru jadi fitnah di masyarakat,” jelasnya.
Ia mengaku lebih setuju jika pemerintah memberi bantuan atau subsidi dalam bentuk barang daripada BLT. “Lebih baik subsidi BBM dan segalanya daripada tunai. Karena, banyak juga saya dengar begitu dapat BLT langsung ke Mall (pusat perbelanjaan, Red). Habis satu hari,” katanya.
Seperti diketahui, para keluarga penerima manfaat (KPM) tersebut mendapatkan BLT Rp 600.000 yang disalurkan dalam dua tahap. Masing-masing Rp 300.000 per KPM. BLT tersebut diberikan menyusul kenaikan harga BBM subsidi.
Dimana, harga BBM bersubsidi jenis pertalite dari Rp 7.650 per liter dinaikkan jadi Rp 10.000 ribu per liter, dan solar subsidi dari Rp 5.150 per liter jadi Rp 6.800 per liter.
Terkait itu, Ibnu juga mengaku tidak setuju dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi tersebut. “DPD sendiri sudah meminta mengkaji ulang lewat Ketua DPD. Mengkaji ulang kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM,” ungkapnya.
Pasalnya, kenaikkan harga BBM subsidi dipastikan berimbas pada semua sektor. Termasuk nanti dibarengi oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tarif transporasi, dan lain sebagainya. “Inikan sudah katanya hukum alam. Kalau BBM naik, semua naik,” cetusnya.(zak)