KHOTIM/RADARMANDALIKA.ID INDAH: Seorang saat berjalan santai di pesisir pantai di wilayah Nambung.

MATARAM—Polemik tapal batas wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan Lombok Barat menegangkan. Wakil rakyat di DPRD Lombok Barat keras mendukung Bupati Fauzan mempertahankan wilayahnya sesuai Permendagri nomor 93 tahun 2017.

Ketua DPRD Lobar, Hj Nurhidayah meminta Bupati Lobar untuk tetap mempertahankan tapal batas wilayah. “Itu sudah ditetapkan Mendagri tentu itu sudah melalui kanjian yang panjang dari sebelumnya. Makanya saya pikir kami Lombok barat harus mempertahankan itu,” tegas Nurhidayah yang dikonfirmasi, kemarin.

Menurut politisi Gerindara itu, bupati harus tegas menyampaikan jika tapal batas itu wilayah Lobar. Karena ia menilai, perbatasan baik negara atau daerah harus tetap ditertahankan sampai kapanpun. Karena ia berfikir tak ada perubahan Permendagri itu.

“Karena itu sudah menjadi ketetapan,” ungkapnya.

Kalau pihak Pemkab Loteng protes dengan Permendagri itu. Lebih baik menempuh jalur hukum untuk menuntutnya. Namun ia kembali menegaskan Pemkab harus tetap mempertahankan tapal batas wilayah kita.

“Tidak boleh ada sejengkalpun tanah kita boleh diambil,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Lobar daerah pemilihan (Dapil) Lembar-Sekotong, Abu Bakar Abdullah menyarankan agar permasalahan tapal

batas itu jangan dibikin gaduh. Karena sudah Permendagri nomor 93 tahun 2017 tentang batas wilayah Loteng dengan Lobar sudah jelas.

“Itu kan sudah jelas kan itu sudah ditetapkan pada 26 September 2017 dan sudah diundangkan juga. Saya berharap kita melihat secara dewasa dan jangan dibuat gaduh,” imbaunya.

Menurunya jangan sampai permasalahan ini justru menganggu persiapan perhelatan event MotoGP Mandalika 2021 mendatang. Terlebih Lobar dan Loteng merupakan tetangga. Jangan sampai dampak gaduhnya persoalan tapal batas justru membuat wisatawan urung datang.

“Kalau ribut antar tetangga bagaimana orang luar mau masuk ke daerah kita. Oleh karena itu kami mengimbau semua pihak untuk menahan diri jangan sampai ada kegaduhan, mari saling menghargai antar tetangga,” saran politisi PKS itu.

Sejauh ini Lombok umumnya NTB kini tengah berusaha bangkit kembali ditengah terpuruk bencana pandemi. Ia meminta agar tetap mengikuti aturan Permendagrinya yang sudah ada. Jikapun tak puas akan Permendagri itu, ia menyarankan lebih baik menempuh jalur hukum.

“Negara kita ini kan negara hukum kalau ada segala sesuatu yang mungkin pandangan berbeda silahkan menempuh jalur hukum. Sekali lagi ini menyangkut kesan daerah kita, lombom ini harus kompak,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi juga ikut bicara terkait polemik tapal batas tersebut. Menurutnya ditengah kondisi Pilkada saat ini, semua pihak punya tanggung jawab bersama bagaimana menjaga stabilitas daerah termasuk di dalamnya Pemda Lombok Tengah sendiri. Jangan sampai ada konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam hal ini peran penting Pemda Loteng sangat diharapkan semua pihak. Ruslan menyarankan jika kawasan itu masih dipersoalkan sebaiknya selesai Pilkada.

“Kondusifitas daerah perlu kita jaga bersama. Kalau dilihat masih ada masalah di perbatasan itu baiknya nanti diurus setelah Pilkada,” ungkap Ruslan di Mataram, kemarin.

Selain itu juga saat ini semua daerah sedang mengalami Covid-19. Jangan sampai hanya terkait perbatasan wilayah akan membuat kondisi masalah sosial masyarakat bertambah.

Ruslan mengapresiasi langkah yang ditempuh Pemprov dimana akan dilakukan mediasi guna mencari jalan keluar dari hal yang dipersoalkan itu. Sementara sambil mediasi jalan, politisi PDIP itu mengimbau kedua belah pihak bisa sama sama menahan diri. Sebab Informasi yang diterimanya Pemda Loteng meminta Camat, Kades dan masyarakat turun ke kawasan perbatasan hingga terjadi pengerusakan beton pembatas.

“Nah hal-hal ini harus sama sama kita jaga. Semuanya bisa menahan diri,” ucap dewan lima periode itu.

Ruslan juga mengatakan dari aspek hukum seusai Surat Keputusan Mendagri Nomor 93 tahun 2017 telah jelas menyatakan bahwa Nambung sudah menjadi bagian desa Buwun Mas Lombok Barat. Namun demikian negara juga mempersilahkan para pihak untuk melakukan perlawanan tentunya secara konstitusi bahkan sejak SK Mendagri itu keluar.

“Artinya kalau Loteng masih menyoal bisa melawan secara hukum. Tidak harus masyarakat turun melakukan perusakan atau apapun bentuk lainnya,” paparnya.

Di balik itu, dugaan jual beli lahan muncul di area tapal batas.  Masalah ini merupakan persoalan sejak 20 tahun silam.  Sekretaris LSM Formapi NTB, Apriadi Abdi Negara ikut bicara. Katanya, dia sangat menyesalkan adanya masyarakat, pemerintah desa dan pemerintah kecamatan yang terkesan di jadikan alat saja mengingat keputusan menteri ini sudah sejak lama, namun ini digubris mendekati momen pilkada.

Dia menekankan kepada perusahaan dan pemerintah mengembalikan  lahan yang diperkarakan kepada masyarakat, supaya tidak mengorbankan masyarakat.

”Harusnya Bupati Lobar dan Loteng bisa menyelesaikan persoalan ini di kamar hotel yang megah tanpa ada keributan mengingat keduanya bernaung di partai yang sama, jangan sampai ini sandiwara,” sentilnya.

Ditambahkan aktivis senior, Bustami Taifuri. Katanya, dimana pihaknya menganggap persoalan ini merupakan pengecut dari delik persoalan setoran dan jual beli wilayah yang dilakukan raja-raja kecil daerah, dimana saat tidak kebagian maka akan adanya riak-riak kecil yang hanya mengatakan geram namun tidak ada tindakan.

“Saya menantang APH usut siapa di balik bisnis setoran dan jual beli lahan ini, mengingat masyarakat merupakan imbas dari hal ini, apalagi kedua pemerintah daerah tidak ada upaya penyelesaian, ” sebutnya.

” Kalau memang benar-benar behaga batas wilayah maka silahkan dibawa ke tanah hukum, namun nyatanya kan tidak ada,” tambahnya.

Sementata, tokoh agama Lombok Tengah, TGH Minggu Hammy yang dimintai tanggapan mengatakan, belum terlalu mendalami persoalan tapal batas wilayah dan mengimbau supaya jangan menjadi pemecah ummat dan menyerahkan semua kepada pihak yang berwenang dan diatur sesuai dengan semestinya.

“Saya memang agak kurang paham, Cuma harus diselsaikan duduk bersama,” sarannya.

Sementara, DPRD Loteng juga bicara. Anggota DPRD Loteng Andi Mardan mengatakan, kekalahan Pemda Loteng terkait perebutan tapal batas peta yang tercantum dalam Peraturan Mendagri (Permendagri) tahun 2017 menurutnya karena tak ada strategis khusus dan komitmen dalam penyelesaian masalah tersebut.

“Sengketa ini dimulai pada tahun 2016, sementara Kemendagri ini turun tahun 2017. Sampai sekarang artinya pemda tak punya langkah taktis dan komitmen untuk menyelesaikan hal tersebut,”sentilnya.

Terkait persoalan Nambung, langkah uji materi oleh pemerintah daerah harusnya segera dilakukan agar tidak menjadi preseden buruk. Saat ini Lombok Barat sendiri telah mengklaim di dua dusun di wilayah tersebut yakni, Pondok Dalem dan Torok Aiq Bleq I, dengan luas area sekitar 21 hektare.

“Kalau Pemda Loteng tidak mau urus persoalan ini bisa saja Desa Montong Ajan juga diambil alih oleh Lombok Barat,” yakin dia.

Dirinya menerangkan, rujukan permendagri ini adalah tugu perbatasan saat ini tidak berubah dan sesuai dengan gambar dari direktorat Agraria Propinsi NTB tahun 1987 dan Keputusan Gubernur NTB nomor 267 tanggal 27 Juli 1992 yang diperkuat lagi oleh Peraturan Mendagri (Permendagri) nomor 93 tahun 2017.

Menurutnya, gerakan beberapa waktu lalu juga kurang bijak dilakukan. Pasalnya, negara ini punya jalur hukum dan terutama azaz juga musti dikedepankan musyawarah terlebih dulu. Jadi salah jika mengamuk tidak jelas seperti kemarin.

“Kita tidak butuh ikut marah-marah seolah mengobati masyarakat yang sedang kecewa, tetapi kita butuh langkah taktis untuk menyelesaikan,” tegasnya.(win/tim/jho/buy)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *