PRAYA – Harga beras di Lombok Tengah (Loteng) beberapa hari terakhir kian melambung. Harga beras jenis premiun mengalami kenaikan dari Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 13.000. Kenaikan harga beras disinyalir akibat terbatasnya lahan tanam, biaya produksi tinggi hingga faktor harga pupuk.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perinduatrian dan Perdagangan (Disrerindag) Loteng, Raden Roro Sri Mulyaningsih mengaku tidak tahu persis penyebab kenaikan harga beras beberapa hari terakhir. “(Kalau) ketersediaan masih ada di pasar pasar,” katanya, Rabu (6/9).
Pihaknya di Disperindag memiliki tim surve harga yang setiap hari berada di pasar. Untuk mengantisipasi kenaikan harga beras, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait dan Bulog. “Kami akan liat minggu depan jika harga tetap naik nanti kami kerjasama dengan tim di dinas lain, Bulog,” katanya.
Dia menerangkan, stok beras di pasar masih aman untuk beberapa hari ke depan, tetapi harganya mengalami peningkatan. Hal ini yang membuat masyarakat khawatir.
“Semoga minggu depan juga masih aman (stok beras di pasar),” harapnya.
Dia mengutarakan, awalnya harga beras normal berkisar Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kilogram. Tetapi sekarang ini harga beras mengalami kenaikan hingga Rp 13.000 ribu per kilogram. Bahkan harga beras jenis premium bisa tembus di angka Rp 15.000 per kilogram.
Kembali diterangkan, stok beras masih aman. Namun apabila ditinjau secara ekonomi, dari lokasi penggilingan harga besas memang sudah mahal. Lahan tanam yang terbatas disinyalir membuat harga beras menjadi mahal.
“Penjual juga menyatakan bahwa memang segitu dia beli sudah naik harga dan secara otomatis menjualnya juga naik,” ujarnya.
Dia menyebut, hanya beras yang mengalami kenaikan harga. Kalau harga komoditi lain dikalim masih normal bahkan turun, seperti bawang dan cabe.
Terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Lalu Ahmad Satriadi mengakui, harga beras beberapa hari terakhir sudah melambung tinggi. Namun stok beras di Loteng masih aman.
Ia menduga, kenaikan harga beras tersebut disebabkan beberapa faktor, salah satunya biaya produksi petani yang tinggi kemudian naiknya harga pupuk beberapa waktu lalu.
“Untuk ketetapan penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) dikeluarkan pemerintah dan ditetapkan per 1 September 2023, untuk beras di angka Rp 10.900,” sebutnya
Terkait ketersediaan stok beras, pihaknya tetap melakukan pemantauan setiap minggu. Jika stok beras habis di pasar maka dikoordinasikan dengan Bulog. Namun untuk stok pangan terutama beras di Loteng masih tinggi, sekitar 181.725 ton.
Sementara itu, kenaikan harga beras ini dinilai masyarakat cukup cepat dibandingkan tahun- tahun sebelumnya. Dimana biasanya harga beras mulai menguat sejak mulai masa tanam padi hingga menjelang panen.
Salah seorang warga, Aminah mengatakan, kenaikan harga beras membuat masyarakat khawatir jika harga beras akan meroket beberapa waktu ke depan. Ia memperkirakan kenaikan harga biasanya meroket sejak awal tanam padi hingga menjelang masa panen.
“Sekarang saja sudah cukup mahal bagi masyarakat, kita tidak tahu nanti di musim tanam harganya akan setinggi apa,” jelasnya.
Ia menyebutkan, di tahun- tahun sebelumnya kenaikan harga beras pada masa tanam padi cukup tinggi. Bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan harga beras saat musim panen. Namun karena beras merupakan kebutuhan pokok, ia mengaku tetap membeli kendati dengan jumlah yang sedikit.
“Mau murah atau mahal tetap kita beli, karena kita tidak cukup kalau tidak ada nasi,” katanya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya, Nila. Dimana kenaikan harga beras diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga musim panen padi tahun depan. Sebagai penjual beras, dirinya mengaku kenaikan harga saat ini masih tidak terlalu memberatkan warga, pasalnya warga masih bisa membeli beras dengan jumlah yang cukup tinggi.
Namun sebutnya penurunan jumlah pembelian beras di masyarakat biasanya akan turun pada musim tanam. Hal ini diakibatkan kenaikan harga yang biasanya cukup tinggi dan juga daya beli masyarakat yang menurun lantaran tidak adanya pemasukan setelah musim panen tembaku.
“Sekarang musim tembaku, dengan harga segitu pembeli masih bisa beli 25 kg sampai dengan 50 kg,” sebut Nila.
Menyinggung keuntungan dari kenaikan harga jelang musim panen nantinya. Pihaknya menjelaskan jika penjual hanya bisa mendapat keuntungan seperti biasanya. Pasalnya kendati harga jual tinggi namun permintaan yang menurun, terlebih setelah lonjakan tersebut nantinya harga akan turun setelah masa panen.
“Kalau kita hitung sama saja keuntungannya, karena pembeli hanya membeli dengan jumlah yang sedikit, paling 3 kg sampai 5 kg kalau mahal,” jelasnya.
Sementara warga lainnya, Wathan berharap agar pemerintah bisa mengantisipasi kenaikan harga beras. Jika kenaikan tidak mampu di stabilkan nantinya dikhawatirkan warga tidak akan mampu membeli beras untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Harapan kita pemerintah bisa segera bertindak agar harga tidak terus meningkat,” harapnya. (tim/ndi)