MUHAMAD RIFA'I / RADAR MANDALIKA TUNTUT : Massa aksi menuntut kejaksaan membebaskan BA dan AN melalui rumah restorative justice, kemarin.

LOTIM – Belasan massa dari berbagai organisasi, menggeruduk kantor Pengadilan Negeri (PN) Selong Lombok Timur (Lotim) dan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim, kemarin. Massa mendesak terdakwa inisial BA, 25 tahun dan AN, 18 tahun asal Desa Lendang Nangka Utara Kecamatan Masbagik Lotim, yang telah divonis 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 6 juta, dibebaskan melalui Restorative Justice. 

Orator aksi, Riki dalam orasinya mengatakan, kasus yang menjerat kedua terdakwa yang telah divonis hakim PN Selong ini merupakan tindak pidana ringan. Namun keduanya divonis 1 tahun enam bulan dan denda sekitar Rp 6 juta. Padahal di tingkat desa sudah dilakukan perdamaian. Akan tetapi, kejaksaan tidak melakukan Restorative Justice untuk membebaskan kedua pemuda yang kasusnya dianggap sepele ini. Terlebih, BA merupakan anak yatim dan sebatang kara hanya menghidupi ibunya. 

“Kejaksaan tidak mengindahkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Kami menduga, rumah Restorative Justice ini, hanya berlaku bagi yang punya jabatan dan kekayaan, bukan untuk rakyat kecil,” teriaknya.

Senada dengan Aripin, dalam orasinya mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengarahkan agar dalam penanganan kasus, tajam ke atas dan humanis ke bawah. Perbuatan melawan hukum dilakukan kedua terdakwa yang telah divonis PN Selong pada Agustus 2021 ini, menurutnya masuk katagori Tipiring. Pihaknya juga ketika itu telah melakukan upaya mediasi di kantor desa, ketika itu menghadirkan kepala desa, kepala wilayah, kedua korban dan lainnya. 

“Perdamaian sudah ada, tapi itu dikesampingkan. Kalau mereka ditahan, lalu siapa yang akan menanggung beban hidup ibunya yang sebatang kara,” teriaknya juga.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Lotim, Lalu Mohammad Rasyidi, saat menemui massa aksi, menjelaskan, terkait dengan rumah restorative justice dan umur kedua terdakwa, pihaknya telah melakukan konfirmasi pada jaksa yang menangani perkara MA dan AN. Perkara MA dan AN ini, sesuai berkas perkara bukan katagori anak di bawah umur, melainkan sudah dewasa. 

Sementara terkait rumah restorative justice, tidak semua perkara diselesaikan melalui restorative justice. Ada syarat yang harus dipenuhi, untuk penyelesaian kasus melalui restorative justice ini. Salah satunya, terkait ancaman pidana, paling utama adanya surat perdamaian dan sebagainya. Sedangkan kasus ini, sama sekali tidak ada perdamaian sampai perkara dilimpahkan.

“Restorative justice ini, khusus perkara yang belum dilimpahkan ke Pengadilan. Sampai perkara dilimpahkan ke pengadilan, sama sekali tidak ada perdamaian. Kalau tindak pidana ringan, kepolisian pasti melakukan upaya perdamaian,” jawabnya.

Kaitan dengan tuntutan, fakta persidangan harus menjadi dasar. Dari keterangan kedua terdakwa, sering berbelit-belit tidak mengakui perbuatannya. Dasar itulah mengapa tuntutan seperti itu. “Jadi, kalau dari awal perkara ini ada perdamaian, pasti diupayakan restorative justice,” tegasnya.

Kasi Pidum Kejari Lotim, Oka menambahkan, sejatinya bukan tidak ada upaya dalam penyelesaian kasus ini. Menurutnya, pihak kepolisian juga pasti sudah melakukan upaya yang mengarah pada perdamaian, dan tidak mungkin ujuk-ujuk polisi melakukan proses tanpa ada upaya perdamaian tersebut. 

“Keputusan hakim sudah berkekuatan hukum tetap. Kalau tidak puas, silahkan lakukan upaya hukum seperti Peninjauan Kembali (PK). Kami kejaksaan hanya melaksanakan tugas, menuntut dan mendakwa,” jawabnya.

Ia meminta kasus yang menjerat BA dan AN ini tidak dipolitisir. Kejaksaan tetap berpendapat bahwa, sampai dengan pelimpahan perkara, tidak ada perdamaian di tingkat bawah. Kewenangan kejaksaan hanya penyerahan tersangka dan barang bukti.

“Pada prinsipnya, siapa pun boleh mencari keadilan. Jadi kalau keduanya status anak-anak, pasti ditolak hakim karena ada khusus peradilan anak. Tapi faktanya, usianya sudah dewasa, sehingga sidang tetap berlanjut,” pungkasnya.

Untuk diketahui, kronologi kasus yang menyeret BA dan AN. Ketika itu tahun 2021 lalu, kedua terdakwa ini sedang naik pohon mangga. Kemudian, korban yang diduga berada di bawah pengaruh alkohol, lewat dan diteriaki kedua terdakwa bahwa ada benang layangan di depannya. Namun, teriakan kedua terdakwa ini tak didengar sehingga korban pun luka akibat benang layangan tersebut. Korban pun menghampiri kedua terdakwa dan mengklaim diri menjadi korban penganiayaan. Sehingga, korban pun melaporkan kasus ini ke Polisi, lengkap dengan bukti visum. (fa’i/r3)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 448

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *