MATARAM – Problem sosial kemasyarakatan masih saja ditemukan wakil rakyat di ibu kota NTB. dimana, di Kota Mataram banyak persoalan kebutuhan dasar masyarakat masih belum terpenuhi sampai saat ini. Dari segelumit persoalan itu yang cukup disorot angka kemiskinan yang terbilang tinggi.
“Kemiskinana masih tinggi di Kota Mataram. Kalau masuk ke kampung kasian saya lihat,” ungkap anggota DPRD NTB, Misbah Mulyadi kepada media, kemarin.
Anggota Fraksi Golkar itu melihat lemahnya pengentasan kemiskian di ibu kota salah satu penyebabnya tidak tersambungnya garis koordinasi antara Pemprov NTB dengan Kota Mataram. Yang ada ego masing-masing yang ditonjolkan. Meski Pemprov tidak punya wilayah khusus tetapi seluruh warga NTB merupakan rakyatnya.
“Tujuan kita NTB Gemilang. Rakyat sejahtera tapi ini masih jauh dari harapan. Selain karena keuangan (APBD) masih kuran. Masalah lain komunikasi Pemprov dengan kota lemah. Justru yang ada ego sektoral kencang sehingga nggak nyambung,” tegasnya.
Sebagai wakil rakyat Dapil kota Mataram, dia menyarankan supaya Pemkot juga lebih pro aktif. Misalnya anggaran pengentasan kemiskinan membutuhkan sekian. Lalu butuh lapangan kerja lebih banyak.
“Solusinya ini harus duduk bareng apa yang bisa dilakukan Provinsi, apa yang bisa dilakukan kota. Tapi itu nggak ada.
Contoh Musrenbang saja, Pemprov dan kabupaten kota tidak sejalan,” katanya.
Misbah mengatakan, kemiskinan di kota hal yang harusnya diatensi. Pasalnya kota menjadi cermin NTB.
“Saya melihat Pemprov tidak pernah sejalan dengan kabupaten kota. Inilah yang harus dikomunikasan sama Pemprov. Kita mau duduk bareng membahas soal kemiskinan ini,” ungkapnya.
Misbah mengaku kondisi di kampung-kampung masih memprihatikan. Selain masih terlihat kesejahteraan masyarakat rendah juga kondisi lingkungan di permukiman kota Mataram masih kumuh.
“Mungkin (sudah ada ) 100 titik kami datangi, saya prihatin (dengan kondisinya),” ungkapnya.
Sebagai wakil rakyat, dia merupakan penyambung lidah masyarakat ke pemerintah. Diakuinya meski memiliki dana aspirasi namun sangat tidak bisa mengakomodir seluruh harapan masyarakat yang disampaikan di setiap reses. Pengalamana selama ini hanya 20 persen dari pokirnya bisa menjawab kebutuhan masyarakat.
“Dari aspirasi yang disampaikan. Masyarakat butuh yang mendesak. Pokir kita ndak berani janji. Paling Bansos yang bisa kita usahakan,” katanya.
Ditambah lagi kondisi APBD Pemprov saat ini masih lemah. Utang Pokir 2021 saja masih sampai sekarang. “Sikon APBD tidak mendukung,” katanya.
Idelanya, Pemprov bisa mengerti apa yang disampaikan masyarakat supaya bisa terkaper keseluruhan.
Banyak kebutuhan dasar masyarakat selain soal kemiskinan diserapnya. Misalnya, masyarakat yang membutuhkan modal usaha, motor tong sampah, infrastutktur maupun penataan lingkungan dan rumah kumuh.
“Katakanlah pemilih saya 10 ribu. Masing-masing titik nggak bisa terpenuhi. Sehingga mana yang bisa itu kita salurkan,” jelasnya.
Data BPS NTB yang diperoleh Radar Mandalika jumlah penduduk miskin di NTB di September tahun 2021 masih diangka 735.300 orang. Angka ini menurun dari jumlah semula 746.760. Pada September 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat sebesar 387,67 ribu orang atau 14,54 persen, sedangkan penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 347,64 ribu orang atau 13,12 persen. Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik di-perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2021, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 74,27 persen untuk perkotaan dan 74,57 persen untuk perdesaan.(jho)