LOTIM – Sebelumnya, pembuatan naskah ujian sekolah Sekolah Dasar (SD) sederajat di Lombok Timur (Lotim), diserahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lotim pada masing-masing sekolah. Namun dalam perjalanannya, kewenangan pembuatan naskah soal ujian sekolah tersebut, diambil alih Dikbud Lotim. Hal itu membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lotim memanggil Dikbud, bertanya-tanya tentang kewenangan pembuatan naskah soal tersebut, kemarin.
“Sebelumnya dinas pendidikan dan kebudayaan sudah mengeluarkan surat edaran, naskah soal dibuat masing-masing sekolah secara mandiri. Sekarang tiba-tiba dinas mengambil alih kewenangan itu,”kata Murnan, ketua DPRD Lotim.
Anehnya lanjut murnan membeberkan, naskah soal yang dibuat dan disuplai Unit Pelakasana Teknis (UPT) Dikbud bekerjasama pengawas dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) ini, harus dibayar Rp 9 ribu per soal. Jika Rp 9 ribu per soal diakumulasi dengan 128 ribu jumlah murid, maka totalnya Rp 1,152 miliar lebih per soal. Bila dikalikan dengan sekian soal ujian, tentu biayanya akan semakin membengkak.
Masih kata murnan, kendati biaya pembuatan soal tersebut menggunakan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun menurutnya tetap tidak sesuai dengan komitmen awal atas surat edaran yang telah berkembang.
“Tidak kami persoalkan masalah sumber biaya pembuatan naskah soal. Tapi yang kami persoalkan, guru tidak punya kewenangan membuat naskah soal,”tegasnya.
Kesempatan itu, orang nomor satu di DPRD Lotim ini, meminta Dikbud melibatkan guru dalam membuat naskah soal ujian sekolah. Bahkan akan lebih baik, guru di Lotim mendapat pelatihan bagaimana membuat naskah soal secara mandiri.
“Ketika seperti ini, seakan paradigma guru-guru kita di Lombok Timur tidak bisa membuat soal ujian untuk anak-anak kita,”lugas politis PKS ini.
Mendengar pertanyaan dewan Lotim, Kepala Dikbud Lotim Achmad Dewanto Hadi, menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud ristek) tahun 2014 tentang penilaian, sejatinya Dikbud telah membuat edaran bahwa guru diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, mulai dari penyusunan soal dan seterusnya.
“Jadi, anggaran kami minim untuk menyusun soal Penilaian Tengah Semester (PTS), sehingga di Dikbud tidak ada koordinator penyusunan soal,”jawabnya.
Soal pelibatan guru dalam penyusunan naskah soal, mantan Kepala Bappeda Lotim ini menegaskan pernah mengumpulkan guru-guru yang memiliki kapasitas bagus ditingkat sekolah. Namun menjadi pertimbangan, ia melihat adanya disparitas antar sekolah, menjadi alasan Dikbud tak bisa melakukan evaluasi menggunakan satu standar. Apalagi sejak pandemi melanda, capaian pembelajaran disetiap satuan pendidikan sangat beragam.
“Paling epektif saat ini, penyusunan naskah soal dikembalikan pada semua satuan pendidikan. Karena satuan pendidikan diberikan kewenangan penuh membuat soal ujian tengah semester atau pun ujian semester,”tutup Hadi. (fa’i/r3)
Post Views : 1012