DIKI WAHYUDI/RADAR MANDALIKA TUNTAS: Proyek hotmix jalan ruas Batunyala-Sengkol milik provinsi NTB yang dikerjakan akhir tahun 2021 lalu.

MATARAM – Kendati Pemprov NTB memiliki utang cukup besar tahun 2021. Namun sampai dengan detik ini, Pemprov belum ada niat sedikitpun menjual aset demi menyelesaikan utang. Belum lagi dorongan pun muncul dari wakil rakyat di DPRD NTB.

“Terkait dengan adanya wacana jual aset. Kami di eksekutif belum berpikir ke arah sana. Kami masih optimis terkendali menyelesaikan masasalah ini,” tegas Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi dalam jumpa pers Rabu kemarin.

Gita menerangkan, penyelesaian utang proyek tahun 2021 akan diselesaikan seperti sebelumnya. Ada mekanisme yang akan dilalukannya. Salah satu kemungkinan yang bisa dilakukan yaitu, dilakukannya refokusing (penyisiran) pada setiap pembahasan Perkada.

“Hutang yang menjadi beban harus dicarikan formula dan jurusannya. Apa yang harus dilakukan,” katanya.

Gita mengatakan, gubernur maupun wakil gubernur telah mewarning supaya APBD 2 tahun ini sudah sehat. Meski dalam perjalanannya ada saja perubahan dinamis yang terjadi. “Soal jual aset itu pilihan yang sangat jauh. Secara administrasi keuangan batas administrasi 31 Desember. Ada yang kemudian harus dibayarkan 2021. Hutang juga ada yang alokasi untuk pembayaran di tahun 2022,” jelasnya.

Sementara itu, Kabid Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Bowo Soesetyo menjelaskan, Pemprov memiliki dua jenis hutang yaitu utang beban dan utang pengadaan (pihak ketiga). Untuk utang pengadaan jumlahnya Rp 229 miliar termasuk di dalamnya merupakan Pokir dewan. Jumlah tersebut dilihat dari Surat Perintah Membayar (SPM) yang tidak cair. Dari jumlah tersebut sebesar Rp 81 miliar di Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB.

“Yang direktif dan pokir kira-kira separo, 50 persen 50 persen belum dibayarkan,” sebutnya di tempat yang sama.

Selanjutnya, untuk utang beban itu Pemprov juga masih berutang Rp 81 miliar dana bagi hasil kabupaten kota yang belum ditransfernya pada November dan Desember 2021.
“Yang ini kita sudah siapkan anggaranya,” tegasnya.

Selanjutnya, utang beban lainnya yaitu untuk bayar listrik air dan kebutuhan perkantoran mencapai Rp 1,8 miliar. Dari penjelasannya itu, Bowo membantah utang Pemprov terutama utang pengadaan saja mencapai Rp 600 miliar.

“Kalau yang dimaksudkan Rp 300 itu mungkin iya digabungkan Rp 299 M dan Rp 81 sekian,” sebut dia.

Bowo kembali menejaskan, jika yang dimaksud utang Pemprov oleh dewan sebesar Rp 600 miliar bisa jadi dengan pinjamanan dana PEN di PT. SMI sebesar Rp 750 miliar. Dana PEN tersebut dimana Pemprov NTB akan mulai membyar bunganya saja sebesar Rp 53 miliar. Lalu tahun depan baru mulai membayar dengan Pokok sebesar Rp 178 M.
“Yang menjadi atensi di tahun 2021 itu hutang pengadaan kepada pihak ketiga,” jelas dia.

Bowo mengatakan seperti yang disampaikan Sekda akan dilakukan refokusing dari anggaran yang non earmark (dana bebas). “Non earmark ada anggaran bebas yang bisa dilukan untuk membayarkan hutang,” yakin dia.(jho)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *