IST/RADAR MANDALIKA KETERANGAN: Fraksi Demokrat saat memberikan keterangan pers menanggapi soal kebijakan mutasi yang dilakukan Bupati Djohan Sjamsu pekan lalu.

KLU—Kebijakan mutasi oleh Bupati Lombok Utara pekan lalu menjadi sorotan sejumlah pihak. Salah satunya lembaga legislatif dari Fraksi Demokrat DPRD Lombok Utara yang turut angkat bicara. Sejumlah anggota Fraksi Demokrat menilai mutasi menjadi kewenangan kepala daerah, namun dalam penempatan pejabat yang dilakukan perlu dalam memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. “Sah-sah saja pemerintah melakukan mutasi, namun tentu harus ada pertimbangan yang jelas dalam menempatkan pejabat,” kata Ketua Fraksi Demokrat, Kardi dalam keterangan persnya, kemarin.

Pihaknya menyebut kepala daerah dalam mengambil kebijakan penempatan pejabat tentu tidak boleh sewenang-wenang. Pasalnya ada peraturan yang perlu diperhatikan, salah satunya pada ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pasal 118 tentang evaluasi kinerja pejabat tinggi. Dimana diterangkan bahwa kebijakan mutasi harus didasarkan atas evaluasi kinerja.
“Kalau melihat kebijakan mutasi kemarin kita patut pertanyakan, visi misi Bupati dan Wakil Bupati tentang evaluasi reformasi birokrasi untuk menciptakan pelayanan public. Namun justru kami melihat implementasi merit system gagal dalam penempatan pimpinan tinggi OPD,” cetusnya.

Anggota Fraksi Demokrat, Burhan M Nur yang juga Wakil Ketua DPRD Lombok Utara menanggapi dengan dinon jobkannya 13 pejabat di OPD, dan 32 jabatan yang lowong akibat mutasi kemarin. Menurutnya, hal itu menunjukkan kepala daerah tidak memiliki sense of crisis terhadap situasi bencana yang melanda. Dimana saat ini daerah harus menyelesaikan program strategis dalam menanggulangi bencana Covid-19 dan penyelesaian rehab rekon pascabencana gempa 2018 lalu yang masih menjadi PR bagi daerah.

“Kami menilai kebijakan mutasi ini terlihat jelas motivasinya karena aspek politik pada pilkada lalu, dan kepentingan pihak-pihak tertentu. Kalau seperti ini kapan kita bersama-sama membangun daerah,” tandasnya.

Ia juga menilai jika Djohan tidak konsisten dalam mengambil kebijakan. Banyak pejabat struktural yang dikembalikan sebagai tenaga guru namun justru banyak juga tenaga guru yang tetap di jabatan structural, bahkan mendapat promosi. Ia juga menyayangkan pejabat yang dinon job dan dikembalikan sebagai sebagai tenaga guru tidak mempertimbangkan batasan usai. Pasalnya dalam ketentuan yang berlaku di atas usia 51 tidak bisa dikembalikan menjadi tenaga guru, jika mengacu pada peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Nomor 28 Tahun 2019 tentang penyetaraan jabatan administrasi ke jabatan fungsional. “Sehingga mutasi ini lebih dipandang sebagai balas dendam politik semata,” tuturnya.(Dhe)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *