MATARAM – Sebanyak 525 orang terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak Januari hingga saat ini. Satu diantaranya, masih bayi dan dinyatakan meninggal di Kabupaten Bima.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Nurhandini Eka Dewi menyatakan, kasus tertinggi sendiri ada tiga daerah. Yakni di Lombok Barat, kemudian Mataram dan Lombok Timur.
“Ada info baru, ada dua orang lagi meninggal. Tapi kita masih selidiki, apakah meninggal karena DBD atau tidak,” ujarnya.
Eka menjelaskan, daerah yang berlangganan DBD biasanya di daerah padat penduduk. Seperti di Lobar yakni di daerah Narmada, Gerung Kuripan dan Kediri. Lalu di Kota Mataram seperti di Cakranegara dan juga di daerah Sekarbela.
“Tahun lalu ada 3 ribu kasus di NTB. Enam orang meninggal, semuanya berasal dari Bima,” jelas Eka.
Meski kasus DBD tinggi, namun yang perlu dilihat Case Pafatily-nya (meninggal, Red). Sebab selama ini yang paling banyak ditemukan kasus meninggalnya justru di Bima, meski tingkat kasusnya cukup rendah. Sebaliknya, di sejumlah kabupaten/kota di Pulau Lombok kasus DBD tinggi tapi Case Pafatily-nya rendah. Menurut Eka, jumlah yang meninggal di Bima banyak disebabkan penanganan lambat. Mereka cendrung terlambat mengetahui dirinya terjangkit DBD.
“Pas ke Bima itu yang saya ingatkan hati-hati Bima. Kita belajar dari pengalaman tahun lalu. Jumlah kasusnya tidak banyak tapi risiko kematiannya tinggi,” cetusnya.
Lantas apa upaya Dikes menanggulangi kasus ini? Sejak September lalu kata Eka, surat sudah dilayangkan ke Dikes kabupaten/kota agar segera waspada. Begitu pun di Desember kembali dilayangkan surat. Sebab Januari-Februari memang bulannya DBD. Tidak hanya itu Bimtek lapangan juga dilakukan termasuk rapat dengan pihak Rumah Sakit (RS) yang menangani kasus DBD.
“Kemudian juga sosialiasisai tentang PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang dilakukan dengan 3M, menguras, mengubur dan menutup harus dilakukan seminggu sekali. Kenapa seminggu sekali karena kalau dua minggu nyamuknya udah bertelur,” jelas mantan Kepala Dikes Lombok Tengah itu.
Jika nyamuk sudah bertelur di satu tempat maka akan tetap menghidupkan nyamuk untuk dua tahun ke depan. Meski telur dibuang ke tanah namun saat musim hujan telur tersebut akan kembali berubah menjadi nyamuk
“Gerakan 30 menit dalam seminggu bersih rumah sendiri harus diterapkan,” imbau Eka.
Eka juga menyampaikan ada perubahan gejala DBD yang ditemukan para dokter satu tahun terakhir. Gejala ini berbeda dengan gejala klasik yaitu demam panas yang turun naik. Namun justru yang ditemukan demam sampai hari ketiga lalu di hari keempat tidak panas. Ini menurutnya cukup berisiko, sehingga perlu dilakukan pengawasan medis. Tidak hanya itu DBD saat ini justru cepat menjangkit bayi.
“Tapi yang ditemukan itu ada yang sudah tidak panas tapi ternyata kondisi tubuhnya dalam keadaan berat. Dulu juga, mana ada bayi yang terjangkit demam? Sekarang kan banyak,” celetuknya.
Eka juga menjelaskan, tindakan foging masih belum bisa menjadi solusi. Di Lobar ada satu daerah yang ada sarang nyamuk lalu dilakukan foging dua kali justru tidak membuat nyamuk hilang.
“Hanya 3M itu. Kita harus biasakan bersih berish rumah satu kali satu minggu. Kenapa ada DBD setiap tahun karena kita lalai untuk lakukan itu,” pungkasnya. (jho)