TAUKAH Anda bahwa kemerdekaan pers di Indonesia mendapatkan perlindungan khusus melalui sebuah Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri)? Dokumen ini, yang dikenal sebagai MoU “Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers”, lahir setelah lima tahun pembahasan dan resmi ditandatangani pada 9 Februari 2012 di Jambi.
——
Di hadapan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pers Prof. Bagir Manan dan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo menandatangani kesepakatan ini. Tujuannya sederhana namun mendalam: memastikan koordinasi yang efektif antara kedua lembaga dalam menegakkan hukum sekaligus melindungi kebebasan pers.
Isi Nota Kesepahaman: Apa yang Dibahas?
Nota Kesepahaman ini memiliki ruang lingkup yang cukup luas, meliputi:
1. Operasional: Bagaimana kedua pihak berkoordinasi dalam menegakkan hukum dan melindungi pers.
2. Pengembangan SDM: Mulai dari pelatihan bersama hingga sosialisasi kesepakatan ini kepada masyarakat dan pihak terkait.
Ada enam poin utama yang menjadi inti kesepakatan ini:
Dewan Pers dan Polri sepakat saling menghormati tugas masing-masing serta aktif berkoordinasi.
Saat ada laporan sengketa pemberitaan, Polri wajib berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk menentukan apakah itu delik pers atau pidana.
Jika terbukti sebagai delik pers, Polri harus berpedoman pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dewan Pers menyediakan ahli pers untuk mendampingi Polri dalam menangani kasus pemberitaan.
Koordinasi resmi dilakukan setiap enam bulan.
Kedua lembaga bersama-sama melakukan sosialisasi Nota Kesepahaman ini.
Makna Penting bagi Dunia Pers
Nota Kesepahaman ini memiliki dampak besar bagi perlindungan pers. Di tingkat hilir, dokumen ini meminimalkan potensi penyalahgunaan hukum terhadap wartawan. Sementara di tingkat hulu, Surat Edaran Mahkamah Agung memastikan hakim mendengarkan pendapat ahli dari Dewan Pers sebelum memutuskan perkara terkait delik pers.
Apa yang Perlu Diketahui?
Nota Kesepahaman ini berlaku selama lima tahun, yaitu dari 9 Februari 2012 hingga 9 Februari 2018. Namun, masa berlakunya bisa diperpanjang dengan kesepakatan bersama.
Biaya sosialisasi dikelola secara mandiri oleh masing-masing pihak, baik Dewan Pers maupun Polri.
Beberapa Kelemahan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Meski UU Pers menjadi payung hukum yang kuat, ternyata ada beberapa celah yang perlu diperhatikan. Misalnya:
Ketentuan Deklaratif: Banyak aturan yang hanya bersifat deklaratif tanpa konsekuensi hukum. Salah satunya adalah kewajiban melayani hak koreksi yang tidak disertai sanksi.
Hak Koreksi vs Hak Jawab: Pasal 5 ayat 3 mengatur kewajiban melayani hak koreksi, tetapi hanya hak jawab yang memiliki ancaman sanksi.
Pengawasan Peran Pers: Pasal 6 menyebutkan peran pers sebagai pengawas dan penyampai kritik. Namun, tidak ada aturan yang mengatur jika peran ini tidak dijalankan.
Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 7 ayat 2 mewajibkan wartawan mematuhi Kode Etik Jurnalistik, tetapi tidak ada sanksi bagi mereka yang melanggar.
Melalui Nota Kesepahaman ini, diharapkan kemerdekaan pers dapat lebih terlindungi. Meski ada beberapa celah dalam UU Pers, langkah koordinasi ini menjadi pengingat pentingnya menjaga pers yang bebas, bertanggung jawab, dan tetap menghormati supremasi hukum. (red)