MATARAM – Temuan BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemprov NTB di satu OPD tidak saja membuka nominal kelebihan bayar mencapai Rp 900 juta. Justru terkuat hutang Pemprov atas proyek fisik 2023 yang belum selesai dibayarkan sampai saat ini. Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Provinsi NTB pun blak – blakan hutang kepada rekanan mencapai Rp 161 Miliar.
“Temuan BPK dari hasil pemeriksaan BPK sebanyak 1.400 paket lebih. Ini kegiatannya belum dibayar tahun ini hutang Dinas Perkim 161 Miliar lebih,” akui Kadis Perkim NTB, Sadimin di Mataram kemarin.
Rekomendasi BPK RI, gubernur NTB agar mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran dengan cara menyetor ke kas daerah sebesar Rp 342,81 juta dan memperhitungkan kekurangan volume dan kualitas pekerjaan senilai Rp 969,96 juta dengan nilai pembayaran pekerjaan 2023 yang belum direalisasikan.
Sadimin mengaku saat ini masih Surat Perintah Membayar (SPM) sedang diprosdsnya. Setelah Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) terbit temuan masing-masing kontraktor langsung diblokir oleh bank NTB. Seluruh temuan kekurangan volume tersebut langsung disetor ke Kas Daerah (Kasda).
“Jadi Insya Allah setelah selesai pembayaran, utang temuannya juga selesai,” katanya.
Ia menyampaikan temuan kelebihan bayar maupun kekurangan volume tersebut masing-masing rekanan sebebarnya sedikit. Namun jumlah yang besar itu muncul mengingat banyaknya paket fisik di OPD tersebut.
“Temuanya sedikit-sedikit. Karena jumlah paketnya banyak, dijumlahkan jadi banyak. Ada yang temuannya Rp 250 ribu, ada yang Rp 500 ribu, ada yang Rp 1 juta lebih. Sangat sedikit yang temuannya diatas Rp 5 juta,” urainya.
Menurutnya jika temuan tersebut diselesaikan, rekanan tidak akan diberikan sangsi namun tetap akan jadi catatan tersendiri bagi Perkim.
Usut punya usut keseluruhan paket yang rata rata ada temuan setiap paket tersebut ternyata pokok – pokok Pikiran Dewan (Pokir). Katanya, nilai paket Pokir maksimal Rp 200 juta. Dinas Perkim pokirnya paling banyak. Oleh BPK Pokir paling banyak diperiksa sehingga temuannya juga paling banyak.
“Iya benar pokir semuanya,” katanya.
Sadimin tidak menampik rekanan yang mengerjakan paket fisik tersebut merupakan rekomendasi anggota dewan. Namun bukan berarti mereka tidak paham pola pengerjaan apalagi ada niat disengaja melainkan semua kegiatan fisik Pokir yang diperiksa pasti ada temuan BPK. Apa lagi paket fisik tersebut tergolong kecil yang mana bisa dikerjakan masyarakat dibawah.
“Ini paketannya (untuk) ekonomi lemah. Sebagian besar masyarakat setempat ikut kerja karena ingin partisipasi dan sulitnya lapangan kerja. Termasuk rekanannya yang membawa kan dewan tapi tetep dikualifikasi sesuai persyaratan PBJ. Kalau memenuhi syarat di proses kalau tidak ya di tolak,” jelasnya.
Sadimin melihat hal tersebut wajar. Hal sama pun bisa saja terjadi di proyek besar jika diperiksa pasti ada temuan BPK.
“Ndak ada yang kerjakan sempurna,” katanya.
Terlepas dari temuan BPK yang ada, Sadimin hanya berharap supaya hutang rekanan itu bisa tuntas di bulan Juli mendatang. Dengan demikian Perkim bisa leluasa bekerja tidak melulu dikejar rekanan.
“Lelah bang,” sahutnya.
Pihaknya berharap Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD) dapat melakukan rasionalisasi di Perkim sendiri di 2024 ini.
“Terlalu lelah hadapi para pihak kalau banyak utang,” sambungnya.
Sebaliknya ada potensi utang Pemprov di 2025 jika rasionalisasi tidak dilakukan TAPD. TAPD dapat menghitung kembali lebih cermat pendapatan dan belanja sehingga tidak mengalami defisit. Jangan sampai terjadi terkena lagi dengan istilah lebih besar pasak daripada tiang.
“Karena kalau banyak hutang OPD yang jadi kurban,” katanya.
Ia menguraikan hutang mulai menumpuk dan beruntun sejak tahun 2021. Paket proyek di tahun itu dibayar pada tahun 2022. Kondisi tersebut berlanjut hingga 2024 ini. Sadimin kembali berharap tahun ini tidak lagi memunculkan hutang.
“Negara berhutang pada masyarakat ekonomi lemah, kasihan kan,” pungkasnya.