MATARAM – Sebanyak 14 Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau CTKI illegal asal NTB digagalakan pemerintah di Jakarta. Mereka diduga merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang rencananya akan diperkerjakan di Arab Saudi. Sayangnya, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) NTB enggan membuka identitas alamat lengkap mereka.
“Datanya di kantor, 8 orang dari Sumbawa, 1 KLU, 3 Lobar, 2 Loteng,” ungkap Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Ariyadi, kemarin.
Aryadi mengatakan, 1 orang dari mereka telah dipulangkan lebih dahulu mengingat ada masalah kondisi kehamilan.
” Sebenarnya jumlahnya 14. Tapi 1 orang sudah dipulangkan terlebih dahulu karena mengalami masalah kesehatan ( hamil diluar kandungan),” ceritanya.
Gede menerima laporan dari Jakarta bahwa para CPMI itu langsung ditangani oleh Polda Metro Jaya dan Satgas dari Kemenaker RI selama satu bulan lebih. Beruntung ke 13 CPMI itu kini sudah berada di NTB, namun belum dipulangkan mengingat Disnakertrans masih melakukan penghimpunan data terutama akan mencari tahu siapa yang memberangkatkan mereka dengan visa pelancong.
“Rabu (pekan lalu) sudah diserahkan ke kita di sini, para TKW itu kita tampung dulu dalam proses mencari data dan informasi terkait data siapa pelaku yang ingin memberangkatkan mereka yang diduga TPPO, karena tidak ada perjanjian para TKI ini hanya dikirim saja,” jelas Ariyadi.
Pihaknya sedang menelusuri proses pembuatan paspor para PMI illegal tersebut yang dilakukan di Sumbawa.
“Kita masih cek karena paspor mereka masih dibawa oleh calonya,” ungkapnya.
Untuk saat ini, para PMI unprosedural tersebut ditempatkan di Selter Dinas Sosial dalam keadaan sehat dan dalam proses pencarian calo yang memberangkatkan mereka. Mereka sedang ditangani Polda NTB untuk keterangan dalam rangka memastikan pelaku yang memberangkatkan secara illegal ataupun TPPO.
“Setelah itu mereka kita pulangkan. Saya berharap pada mereka agar jujur menyampaikan ke petugas. Rata-rata yang berangkat unprosedural ini mendapat masalah di tempat kerjanya,” paparnya.
Mantan Kadiskominfotik NTB itu menjelaskan, Gede Aryadi menyampaikan dari informasi yang didapatnya, para PMI ilegal tersebut dihubungi secara perorangan dan diiming-imingi uang. Kemudian diminta datang ke Imigrasi mengurus paspor dengan tujuan berwisata ke Singapura.
“Katanya mereka dihubungi oleh calo perorangan, mereka dikasih uang dan direkrut untuk menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Tapi dalam pembuatan pasport mereka diajari sebelumnya oleh calo ini untuk datang ke Imigrasi mengurus paspor untuk tujuan Singapora untuk rekreasi dan menjenguk keluarga,” tuturnya.
Padahal untuk wilayah Timur Tengah di sektor informal domestik yaitu Pekerja Rumah Tangga (PRT) sejak tahun 2015 sudah moratarium dan belum dicabut sampai sekarang. Yang dibuka itu sektor formal dimana sebagian besar yang dikirim adalah tenaga kerja laki- laki. Jikapun ada job order maka yang bisa melakukan rekrtutmen secara resmi hanya P3MI yang telah memiliki izin merekrut dari negara penempatan.
“Kalau ini kan tidak ada,” tandasnya.
Karenanya, pihaknya terus melakukan antisipasi dan pencegahan pengiriman PMI ilegal dengan memperketat perizinan mulai dari tingkat desa.
“Kita harus cegah pemberangkatan secara unprosedural ini, sekarang tidak ada yang bisa lolos karena kita lebih ketat, mulai di desa,” katanya.(jho)