DOK/RADAR MANDALIKA RAMAI: Suasana pembongkaran barang di bagasi pesawat, belum lama ini.

PRAYA—Rekomendasi DPRD Provinsi NTB soal perubahan nama bandara dari Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandar Udara Zainuddin Abdul Majid (BIZAM) ternyata belum berakhir. Giliran Pemkab Lombok Tengah buka suara.

Staf Ahli bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Setda Lombok Tengah, Murdi menegaskan, SK Kemenhub RI Nomor 1421 tahun 2018 tentang perubahan nama BIL menjadi BIZAM disebutnya sudah basi.  Sebab SK ini sudah gagal dieksekusi sesuai batas waktu yang diberikan oleh Kemenhub. Pada SK Kemenhub, harus dilaksanakan paling lambat enam bulan. Namun hingga sekarang SK tidak bisa dieksekusi karena mendapatkan penolakan dari masyarakat.

“Janganlah diributkan lagi, karena memang SK sudah tidak berlaku (kadaluwarsa, Red),” tegas Murdi di ruang kerjanya, kemarin.

Murdi menegaskan, bila berkaca pada SK itu domain pada pelaksaan merupakan kebijakan eksekutif.  Tapi sesuai dektun dalam SK tersebut yang menyebutkan bahwa paling lambat enam bulan semenjak ditetapkan keputusan, suluruh akibat hukum administratif bandar udara harus dapat diselesaikan secara menyuluh. Hanya saja, eksekusinya gagal sesuai dengan liminatif atau jangka waktu yang telah diberikan itu.

 “SK ini dikeluarkan 5 September 2018 lalu. Tapi hingga sekarang tidak bisa dilaksanakan karena ada penolakan,” sebutnya tegas.

Murdi mengungkapkan, sebenarnya dengan gagal eksekusi SK ini, harusnya tidak ada yang pelu diributkan kembali. Selain itu, yang harus dipahami juga, masyarakat tidak mempersoalkan nama pahlawan yang akan digunakan, namun mereka persoalkan adalah soal hukum dan mekanisme dalam perubahan nama bandara ini.

“Bisa dibilang cacat yuridis, karena tidak sesuai prosedur dengan benar,” katanya jelas.

Dia menegaskan, Pemkab melihat perubahan nama bandara ini terkesan sebagai komoditas politik saat ini.  Harusnya, bila memang perubahan nama bandara itu benar –benar dilakukan, pihak terkait dari gubernur hingga DPR harus melakukan proses ulang. 

“Ya kalau mau atau ingin diubah, harus diproses ulang.  Semua elemen harus dilibatkan dong,” tuturnya.

Selain itu katanya, telah ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang kebandarudaraan nasional. Pada Permenhub tersebut, khususnya di Pasal 45 ayat (1) mengatakan, usulan penetapan nama bandar udara disampaikan pemrakarsa kepada Menteri setelah koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. Kemudian dipertegas pada ayat (2) mengatakan, persyaratan usulan perubahan nama bandara harus meliputi surat persetujuan gubernur, DPRD provinsi, bupati atau walikota, DPRD kabupaten/kota, tokoh masyarakat, ahli waris dari nama bandara setempat. 

Sebelumnya, Bupati Loteng, H Moh. Suhaili FT mengatakan, pemerintah pusat dan Provinsi NTB harus mendengarkan aspirasi masyarakat.  Dasar masyarakat melakukan penolakan itu karena apa. Bukan masyarakat tidak hormat dengan pahlawan, namun harus dilihat adalah mekanisme maupuan tahapan dalam perubahan nama bandara itu.

 “Kami tetap tunduk dengan putusan pemerintah pusat. Hanya keluhan masyarakat juga harus didengarkan,” katanya, Jumat pekan lalu.(jay/r1)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 468

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *