RAZAK/RADAR MANDALIKA MENGKHAWATIRKAN: Satu unit alat berat milik DLH diterjunkan dalam proses pengangkutan sampah di Depo Ampenan, Kecamatan Ampenan, Sabtu (9/01).

MATARAM – Potensi penumpukan sampah di Kota Mataram semakin mengkhawatirkan dan menjadi sorotan banyak pihak. Belakangan, penumpukan sampah di ibu kota Provinsi NTB tidak hanya terjadi di pasar tradisional. Tetapi, penumpukan pun terlihat di sejumlah Tempat Pembungan Sampah (TPS).

Untuk mengatasai persoalan penumpukan sampah di sejumlah TPS. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram terpaksa menerjunkan alat berat ke TPS. Ini sebagai upaya penanganan sampah di Kota Mataram agar tidak mengalami penumpukan.

Pantauan Radar Mandalika, Sabtu (9/01), satu unit alat berat milik DLH Kota Mataram tengah menguras sampah di TPS Karang Baru, Kecamatan Selaparang. Untuk selanjutnya diangkut menggunakan kendaraan dum truck ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) Sampah Regional Kebon Kongok di Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).

Tidak hanya sampai di situ. Alat berat tersebut kemudian bergeser ke Depo Ampenan yang berlokasi di pinggir jalan. Di sana, sampah terlihat masih menumpuk. Sampah semakin menggunung setelah satu per satu warga berdatangan membuang sampah di Depo Ampenan. Belum lagi sampah yang dibuang petugas dari kelurahan dengan menggunakan kendaraan roda tiga.

Kepala DLH Kota Mataram, M Nazaruddin Fikri, yang dijumpai di Depo Ampenan mengakui, pengaturan pengangkutan sampah di Kota Mataram akhir-akhir ini mengalami gangguan. Penumpukan sampah yang terjadi belakangan ini karena disinyalir setelah diberlakukannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2020.

Perpres tersebut berimplikasi terhadap rendahnya biaya operasional kendaraan roda enam milik DLH untuk mengangkut sampah dari TPS ke TPA Sampah Kebon Kongok, Lobar. Dengan adanya Perpres disebutnya kendaraan roda enam pengangkut sampah di Kota Mataram hanya boleh menghabiskan anggaran sebesar Rp 37.110.00 per per unit per tahun.

“Perpres 33 Tahun 2020 itu mengamanatkan Rp 37.110.000 itu tediri dari BBM plus oli empat macam, gemuk, suku cadang, aki, dan ban. Setelah kita kurangi ban-nya dari enam jadi dua saja. Aki yang tadinya harus diberi dua jadi satu saja. Kemudian oli kita kurangi dari 12 kali menjadi delapan kali,” beber dia.

Berdasarkan hitungan pihaknya, dari biaya operasional Rp 37.110.00 per unit per tahun. Masing-masing truk pengangkut sampah milik DLH hanya memiliki jatah bahan bakar 7,5 liter per hari. Jumlah bahan bakar tersebut dinilai tidak sebanding dengan jarak tempuh yang dilalui masing-masing truk pengangkutan sampah.

“Dari Rp 37.110.00 ketemu angka Rp 26 juta per unit per tahun untuk bahan bakar saja. Kemudian dibagi 360 hari, ketemu lah angka 7,5 liter (Dexilite) kali Rp. 9.500 (harga Dexilite) sama dengan sekitar Rp 71.250. Kan gak ada solar. Kalau solar bisa 14 liter, bisa dua kali. Tapi cuman ada Dexilite sekarang,” terang Nazaruddin.

“Jadi, perubahan itu bukan karena kita (Pemkot Mataram). Bukan karena saya, bukan karena wali kota. Memang amanat dari pemerintah pusat,” imbuh dia.

Dengan diberlakukannya Perpres Nomor 33 Tahun 2020, bisa membuat wajah Kota Mataram akan dikepung sampah. Lantaran terjadi peningkatan volume dan sampah menumpuk di masing-masing TPS, karena pengangkutannya mengalami gangguan. Sebab, operasional masing-masing truk untuk mengangkut sampah tidak normal seperti biasa.

Nazaruddin mencontohkan, pengangkutan sampah di Depo Ampenan yang biasanya sampai 13 kali, tapi kini malah berkurang. Oleh karena itu, sampah menjadi menumpuk. “Sementara ini karena standarnya cuman bisa mengangkut sampah sekali. Yang tadinya 12-13 sekali sehari, jadi begini (menumpuk) jadinya,” kata dia sambil menunjuk tumpukan sampah di Depo Ampenan.

Disebutkan, saat ini jumlah truk pengangkut sampah milik DLH sedikitnya sebanyak 51 unit kendaraan. Sementara, untuk alat berat yang dimiliki dinas baru 3 unit. Rencananya akan ada penambahan satu unit alat berat di tahun 2021.

Mengatasi agar penumpukan sampah tidak terjadi terus menerus di Kota Mataram. Beberapa solusi yang bisa dilakukan. Menurut Nazaruddin, dalam Perpres 33 Tahun 2020, terdapat pasal yang bisa diusahan untuk merubah standar biaya operasional. Diakui, bahwa sebelumnya dia sendiri sudah mengajukan perubahan tersebut.

“Standarnya kan Rp 37.110.00. Kita mau rubah standar itu. Kalau sebelum saya menjabat di DLH, BBM sama gemuk oli itu dipisah. Kenapa dia (sampah) menumpuk, iya tadi salah satunya itu. Jadi, bukan pengurangan. Ini memang kita mengikuti standar, sehingga frekuensinya teman-teman jadi berkurang,” jelas dia.

Nazaruddin berharap standar biaya operasional bisa berubah. “Kalau memang bisa dirubah standarnya, jadi beberapa komponen di penganggaran yang ada di kantor, kita rubah menjadi BBM. Baru bisa normal lagi pengangkutan 12 kali (seperti di Depo Ampenan).

Sembari menunggu adanya perubahan standar operasional dalam Perpres Nomor 33 Tahun 2020. Nazaruddin mengutarakan, salah satu solusi lain yang diambil pihaknya guna mengantisipasi penumpukan sampah di TPS. Yaitu, mobil milik DLH akan dijadikan TPS mobil untuk sementara waktu. Rencana ini sudah diteruskan ke semua lurah se Kota Mataram.

“Dimana ketemunya, jam berapa. Kita sudah surati (semua lurah). Ada 10 lurah yang sudah menanggapi. Nanti kita sepakati lokasinya supaya mobilnya setiap pagi menunggu,” ungkap dia.

Sementara sebelumhya, Wali Kota Mataram, H Ahyar Abduh yang dikonfirmasi mengaku tidak tahu adanya penumpukan sampah akhir-akhir ini. “Saya belum tahu persis perkembangan sampai hari ini (7/01). Baru saya dengar itu kalau ada sampah yang tidak terangkut. Nanti kita perintahkan (Kadis LH) untuk diangkut,” ungkap dia.

Disinggung karena rendahnya biaya operasional masing-masing truk pengangut sampah. Sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan pengakutan sampah di masing-masing TPS. “Itu biasa di awal tahun. Kadang APBD kita juga masih persiapan-persiapan. Sehingga kadang dana belum bisa cair,” pungkas dia.

Wali Kota Mataram dua priode ini menepis jika dikatakan pihak DLH tidak bekerja dalam hal ini, sehingga terjadi penumpukan sampah di sejumlah TPS. “Kalau bekerja kan terus bekerja mereka. Kita akan tindaklanjuti TPS-TPS itu,” cetus Ahyar. (zak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *