MATARAM – Menyusul insiden tragis yang menimpa Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh dan meninggal dunia di kawasan Gunung Rinjani, NTB, petinggi MAPALOM Alumni Yogyakarta, Zainul Bahri menyampaikan rasa duka mendalam dan mengajak seluruh pendaki untuk melakukan introspeksi bersama.

Tanggapan ini disampaikan saat penyelenggaraan perayaan tahun Baru 1 Muharram 1447 H di Lembah Mapalom Lombok Tengah

“Ini bukan sekadar kecelakaan, tapi tamparan keras bagi kita semua bahwa alam tidak bisa ditantang hanya dengan semangat dan kamera. Diperlukan kesiapan lahir-batin, ilmu teknis, dan tanggung jawab moral dalam setiap pendakian,” tegas Zainul di Mataram (26/06).

Menurutnya, Gunung Rinjani merupakan gunung dengan karakteristik ekstrem yang tidak bisa dianggap enteng. Dari jalur sabana panas di Sembalun, tanjakan panjang menuju Plawangan, hingga pasir longsor di jalur summit, semuanya menuntut stamina, pengetahuan, dan kesiapan mental. Disampaikannya tiga pilar utama yang mesti dipahami sebelum mendaki Rinjani

1. Fisik yang Terlatih

Latihan minimal sebulan sebelum pendakian, seperti jogging, naik tangga dengan beban, serta latihan pernapasan adalah hal yang tidak bisa ditawar.

2. Penguasaan Teknik dan Etika Lapangan

Termasuk teknik berjalan di tanjakan, mengatur napas, hingga menggunakan peralatan darurat. Ia juga menekankan pentingnya tidak mendaki sendiri, dan tidak meninggalkan teman.

3. Pemahaman Karakter Gunung

Gunung Rinjani bukan tempat belajar secara instan. Medan berubah dari sabana panas ke tanjakan pasir longsor yang sangat berbahaya. “Gunung ini harus dikenal dan dihormati,” ujar Zainul.

Seruan Moral dan Etika dari MAPALOM

Zainul menekankan penyedia jasa pendakian juga harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan peserta. Ia menegaskan bahwa tindakan meninggalkan peserta, apapun alasannya, adalah kelalaian fatal.

Pandangan Spiritual dari TGJ: Rinjani Bukan Sekadar Ketinggian, Tapi Juga Tempat Tunduk

Sementara itu, Tuan Guru Joglo (TGJ), yang juga pentolan MAPALOM sekaligus tokoh spiritual NTB, menyampaikan pesan mendalam yang selaras dengan semangat daerah NTB. “Tak akan menyerah dalam cita, tak akan surut sebelum bersujud.”

“Rinjani bukan hanya tempat mengukur kekuatan kaki, tapi juga keikhlasan hati. Siapa pun yang naik ke sana, hakikatnya sedang menempuh jalan ke dalam dirinya sendiri. Maka jangan sombong di hadapan gunung, karena puncak sejati adalah ketika kita mampu bersujud dalam lelah,” ujarnya.

TGJ juga mengingatkan bahwa mendaki gunung adalah bentuk tafakur dalam alam. Dalam setiap langkah naik, ada pelajaran tentang ketekunan, dan dalam setiap langkah turun, ada pelajaran tentang kerendahan diri.

“Jika kita mendaki hanya demi konten, tanpa bekal doa dan kesadaran, maka kita sedang menyongsong bahaya. Tapi jika kita niatkan sebagai ibadah—mengagumi ciptaan Allah dan bersyukur atas napas yang diberikan—maka setiap langkah adalah pahala,” katanya.

Zainul dan TGJ sepakat bahwa kejadian ini harus menjadi titik balik. Gunung bukan tempat gagah-gagahan, tetapi tempat belajar tentang batas dan kesadaran.

MAPALOM berkomitmen untuk menggagas kembali Etika Nasional Pendakian, serta kampanye “Naik Dengan Ilmu, Turun Dengan Syukur” sebagai ajakan kepada semua pecinta alam agar mendaki dengan ilmu, iman, dan etika. (jho)

100% LikesVS
0% Dislikes
Post Views : 533

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *