MATARAM—Untuk kesekian kalinya, warga hendak melakukan pengambilan paksa jenazah Covid-19 di Kota Mataram. Tepatnya di RSUD Kota Mataram, Senin kemarin. Beruntung upaya itu berhasil digagalkan aparat kepolisian.

Ratusan warga dari Desa Telagawaru, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat datang ke RSUD Kota Mataram untuk mengambil jenazah pasien berinisial MR, 34 tahun. MR dinyatakan positif Covid-19 sebelum meninggal dunia.

Kapolresta Mataram, Kombes Pol Guntur Herditrianto mengatakan, pihaknya tidak akan membiarkan upaya paksa pengambilan paksa jenazah Covid-19. “Tidak ada pengambilan paksa jenazah Covid-19 di RSUD Kota Mataram. Tidak akan kita biarkan siapapun yang akan mengambil paksa jenazah Covid-19,’’ tegas dalam rilis diterima Radar Mandalika, kemarin.

Sebelum dinyatakan meninggal dunia. MR dirawat di RSUD Kota Mataram sejak Sabtu (25/07). Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas dan gangguan ginjal. Terhadap pasien langsung dilakukan swab. Dua jam setelahnya, hasil swab keluar dengan status positif Covid-19. Setelah berjuang melawan sakitnya. MR tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia Senin dini hari pukul 03.30 wita.

Keluarga pasien dari Telagawaru tidak percaya MR meninggal dunia karena Covid-19. Ratusan warga beramai-ramai mendatangi RSUD Kota Mataram sekitar pukul 07.40 wita. Warga datang untuk mengambil paksa jenazah MR. Mereka menuntut RSUD menyerahkan jenazah MR. Warga juga bermaksud untuk memakamkan MR tanpa protokol Covid-19.  

Polresta Mataram langsung siaga. Personel tambahan diturunkan di pos pengamanan RSUD Kota Mataram yang sebelumnya sudah disiagakan. Tapi kesepakatan gagal dicapai. Kepolisian bertindak tegas dengan menghalau puluhan warga untuk keluar dari halaman rumah sakit. Upaya pengambilan paksa pun digagalkan petugas.

‘’Tidak ada yang kita kasih untuk pengambilan paksa jenazah Covid-19. Kita sudah tegaskan itu,’’ katanya.

Kendati demikian, kepolisian tetap menjaga perasaan keluarga. Kepolisian dan rumah sakit mengizinkan 10 orang anggota keluarga untuk menghadiri proses pemakaman jenazah. 10 perwakilan keluarga ini dibekali Alat Pelindung Diri (APD) untuk pengamanan saat memakamkan keluarganya.

‘’Karena harus dimakamkan sesuai protokol. Ada 20 orang keluarga yang diberikan APD,” ceritanya.

Kapolresta dengan tegas menyampaikan, warga masyarakat untuk jangan lagi memaksakan kehendak menjemput paksa jenazah pasien Covid-19. Karena selain berpotensi menularkan penyakit. Juga berpotensi melanggar hukum.

“Bukan apa-apa ya. Yang kena dampaknya juga masyarakat. Itu bisa menularkan Covid itu sendiri,’’ katanya.

Sementara, Kepala Desa Telagawaru, H Hotaman menjelaskan, tindakan itu menjadi kemauan keluarga yang ingin melihat dan menyaksikan jenazah sebelum dimakamkan. Keluarga tidak mau pengurusan jenazah itu dilakukan rumah sakit.

“Karena itulah, keluarga mengambil jenazah agar bisa disaksikan,” ujarnya.

Meski demikian, pihaknya memastikan jika proses pengurusan jenazah sesuai dengan protokol kesehatan. Bahkan tim kesehatan mendampingi saat pengurus jenazah di rumah duka menggunakan APD lengkap yang diberikan oleh tim kesehatan. “Tetap menggunakan protokol Covid-19,” imbuhnya.

Mengenai kedatangan warga ke RSUD meminta jenazah pasien untuk dibawa pulang, menurut Hotaman, hal itu dilakukan karena masyarakat tidak mau kalau pasien yang meninggal diurus di rumah sakit. Mulai dari dimandikan, mengkafani hingga disalatkan oleh pihak rumah sakit. “Warga saya minta agar pulang saja, tidak apa-apa tim Covid-19 ikut mengurus jenazah di rumah yang penting sudah disaksikan oleh keluarga,” terangnya.

Pemakaman dilakukan selepas salat Asar sekitar pukul 16.00 wita. Jenazah juga hanya disalatkan satu kali menggunakan protokol Covid-19. Kemudian saat di pemakaman, atau mau masuk ke liang lahat, petugasnya juga khusus. Yaitu petugas yang sudah menggunakan pakai APD lengkap, bersama dengan tim kesehatan. “Yang bertugas di tempat pekuburan ada keluarga dan dari tim kesehatan,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekda selaku Sekretaris Gugus Tugas Lobar, H Baehaqi menyatakan jika penanganan jenazah yang terindikasi terpapar Covid-19 sudah disiapkan tim khusus negosiator dan tim reaksi cepat (TRC). “Secara teknis itu ada di Dikes,” katanya.

Ketua Tim Negosiasi RSUD Kota Mataram, Dewi Sayu Vironica menyatakan, jenazah adalah pasien dengan inisial M dinyatakan positif Covid-19 setelah dilakukan swab. Pasien masuk RSUD Kota Mataram tanggal 25 Juli. Saat masuk ke IGD, dalam kondisi pasien zona merah. Di mana pasien menderita penyakit gagal ginjal. Sehingga langsung dilakukan swab dan hasilnya positif.

Atas dasar itu, pasien langsung diberikan perawatan sesuai standar Covid-19 dan menjalani isolasi di ruang perawatan.

“Saat dinyatakan positif, keluarga sudah terima dan menandatangani persetujuan perawatan pasien dengan standar Covid-19,” bebernya.

Namun setelah pasien meninggal dunia, keluarga menolak untuk dimakamkan secara protokol Covid-19. Sehingga jenazah diambil paksa bersama warga. “Setelah pasien meninggal, keluarga malah menolak untuk dimakamkan secara protokol Covid-19,” ujarnya.

Padahal ada surat pernyataan, dan keluarga pasien juga sudah menandatangani kesiapan untuk memakamkan pasien sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. “Tapi jam 8 pagi, keluarga datang meminta pasien dibawa pulang, mereka menolak jenazah dikuburkan secara Covid-19,” tegasnya.

Sempat dilakukan negosiasi, bahkan tim negosiasi memberikan penjelasan kepada keluarga, namun tidak diterima. Untuk memastikan pertanggungjawaban dari masyarakat, kepala desa diminta sebagai penjamin atas pengambilan jenazah tersebut. “Surat penolakan penanganan Covid-19 disaksikan dan ditandatangani oleh kepala desa,” pungkasnya. (win/jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 337

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *