MATARAM – Anggota Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Syamsul Fikri, menegaskan pentingnya keseimbangan antara manfaat ekonomi dan risiko lingkungan dalam pengelolaan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber dalam dialog publik bertema “Menghitung Untung-Buntung Izin Pertambangan Rakyat”, yang digelar Managmen Detikntb.com di Bento Coffee Kota Mataram, Jumat (05/09).
Menurut Syamsul Fikri, keberadaan IPR sejatinya menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk mendapatkan legalitas dalam mengelola sumber daya alam, khususnya mineral dan tambang.
Namun, ia mengingatkan bahwa praktik pertambangan rakyat selama ini masih dihadapkan pada persoalan serius, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, hingga lemahnya tata kelola.
“Jika hanya melihat dari sisi keuntungan, pertambangan rakyat memang menjanjikan. Tetapi ketika kita bicara soal dampak, kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan, hingga persoalan sosial tidak bisa diabaikan. Itu yang saya sebut buntungnya,” ujar Syamsul.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah daerah perlu serius dalam menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai aturan, agar masyarakat tidak terjebak dalam aktivitas tambang ilegal yang merugikan diri sendiri maupun negara.
“Penetapan WPR harus jelas dan berbasis kajian akademik. Kalau tidak, rakyat yang menambang tanpa izin justru akan berhadapan dengan hukum, padahal mereka hanya ingin memanfaatkan tanah kelahirannya,” tambahnya.
Syamsul Fikri menilai, penguatan koperasi tambang rakyat dapat menjadi solusi untuk menertibkan tata kelola sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Keterlibatan akademisi, organisasi kemasyarakatan, bahkan organisasi keagamaan dinilainya penting untuk memastikan aktivitas tambang tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga berorientasi pada keberlanjutan.
Selain duta wakil Rakyat dari Dapil V Sumbawa-KSB itu, Narasumber lain yang dihadirkan Detikntb.com adalah Kepala Bidang Hukum Polda NTB Kombes Pol Azas Siagian mewakili Kapolda NTB dan Akademisi Hukum Lingkungan Unram Taufan Abadi.
Dalam sambutannya, Pemimpin Redaksi Detikntb.com Ibrahim Bram Abdollah, menegaskan dialog ini merupakan jembatan bagi pihak pengusul IPR dan eksekutif serta legislatif untuk mencari jalan tengah.
“Dialog ini merupakan jembatan bagi kedua belah pihak. Sebab IPR ini satu sisi dianggap merusak lingkungan atau buntung dan yang kedua dampak ekonominya cukup besar jika dikelola dengan baik alias untung. Oleh karena itu kehadiran wadah ini agar mendapatkan informasi utuh soal IPR,” kata Bram.
Selain itu, ia juga meminta masyarakat untuk mendukung event-event besar berskala internasional di NTB. “Sebab NTB butuh campur tangan pihak ketiga. Jika NTB aman maka investasi juga nyaman,” katanya.
Dialog publik ini dihadiri oleh perwakilan mahasiswa, aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil. Para peserta banyak menyoroti lemahnya pengawasan serta perlunya revisi regulasi agar izin pertambangan rakyat tidak hanya menjadi instrumen ekonomi, melainkan juga alat pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan. (jho)