LOBAR—Rencana merger BPR di kabupaten/kota ke provinsi menjadi sorotan kalangan dewan Lombok Barat (Lobar). Lantaran proses merger yang dinilai belum selesai pada perubahan badan hukum namun sudah dilakukan penunjukkan calon pengurusnya. Baik itu direksi maupun dewan pengawas BPR NTB.
Dikatakan Anggota DPRD Lobar, Indra Jaya Usman, Lobar sudah lebih dulu merubah status badan hukum dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Seperti perubahan status PDAM Giri Menang yang merupakan kepemilikan bersama dengan Pemkot Mataram menjadi PT Air Minum Giri Menang.
Di mana dalam tahapan perubahan badan hukum tersebut, Wali Kota Mataram dan Bupati Lombok Barat, berbicara bersama untuk menentukan komposisi dewan pengawas dan dewan direksi. “Semestinya gubernur melakukan itu, jika ingin melakukan merger BPR NTB dengan BPR yang ada di kabupaten/kota. Seharusnya kepala daerah diajak berbicara sebagai salah satu pemilik saham,” kritik Indra, kemarin.
Kalau asal tunjuk, kesannya Gubernur NTB memutuskan sepihak. Walaupun, dalam Perda, ada klausul yang mengatakan bahwa kepala daerah yang ada sahamnya di BPR, akan diberikan keistimewaan. Setelah itu nantinya akan diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagaimana yang dilakukan perusahaan pada umumnya. “Walaupun seperti itu, seharusnya kepala daerah tetap diajak bicara, sebab ada penyertaan modal dari kabupaten/kota, karena ini akan dilakukan merger,” ujarnya.
Karena setelah dilakukan merger, maka nanti tidak ada lagi direksi, atau dewan pengawas di tingkat kabupaten. Melainkan semua terpusat di BPR Provinsi. Sedangkan di kabupaten sifatnya kepala cabang.
“Kalau sudah menjadi BPR, kan tidak ada lagi direksi di kabupaten, yang ada hanya kepala cabang saja,” katanya.
Dampak dari rencana merger, lanjut Indra, dewan menunda kelanjutan pembahasan penyertaan modal untuk BUMD. Di mana salah satunya BPR NTB Lobar masuk di rencana Raperda penyertaan modal itu.
“Kita wait and see dulu untuk kelanjutan pembahasan Raperda penyertaan modal,” tegasnya.
Politisi Demokrat itu juga menilai komposisi nama yang diusulkan Gubernur, juga dianggap kurang proporsional. Karena tidak mewakili dua pulau yang ada di NTB, lantaran lebih banyak memilih perwakilan dari pulau Sumbawa.
“Saya tidak berbicara rasis, tapi ini fakta yang muncul. Padahal Pemkab Lobar juga memiliki kepentingan, dengan ada wakil Lobar di jajaran direksi maupun komisaris, maka arahan Bupati bisa diakomodir,” tegasnya.
Selain itu, BPR NTB di Lobar bisa disebut terbesar di Provinsi NTB. Terlihat dari segi kepemilikan aset, dan jumlah nasabah, BPR Lobar paling besar. Saat ini, BPR NTB Lombok Barat, memiliki modal sebesar Rp 7 miliar, dengan nilai aset sekitar Rp 124 miliar pada tahun 2019. Sedangkan komposisi saham di BPR NTB Lombok Barat adalah Rp 10 miliar milik Pemprov NTB, Rp 7 miliar milik Lombok Barat, dan sisanya sekitar 4 persen punya BPR KLU.
Saat dimintai tanggapan terkait merger BPR ini, Bupati Lobar H Fauzan Khalid mengaku, sejauh ini tidak pernah ada koordinasi dari pihak provinsi terkait usulan calon pengurus BPR itu ketika sudah dimerger.
“Mungkin ini tradisi perusahaan juga, pemegang saham terbanyak. Sama hal dengan Bank NTB, untuk setiap komisaris biasanya kita hanya persetujuan, karena tanpa kita pun dia tetap sah,” kata Fauzan.
Menurutnya, dominan saham milik provinsi membuat ketika RUPS, Lobar hanya pada persetujuan saja. Karena meski pihaknya menolak, tetap tidak bisa. Kebiasaan itu sudah lumrah di perusahaan mana pun. Ia pun tak membantah ketika merger maka akan membuat persentase saham daerah berkurang. “Persentasenya memang pasti, tapi nilai uangnya tidak. Karena pembaginya lebih besar,” jelasnya.
Tentu hal itu akan berpengaruh pada deviden yang diterima daerah. Kemungkinannya akan meningkat atau sebaliknya, kata Bupati, tergantung besaran perolehan pendapatan perusahaan itu.
“Justru dari sisi modal bisa lebih besar jika dibandingkan sekarang. Semisal modal Rp 1 miliar, sapa tahu setelah merger bisa lebih dari itu,” ucapnya.
Fauzan sendiri tidak terlalu mengkhawatirkan merger itu. Karena ia melihat dari sisi uang tidak berkurang. Selain dari sisi prospektif, semakin banyak modal maka akan semakin besar kemungkinan berekspansi. “Kalau saya sih ndak ada masalah. Jadi melihatnya bukan karena kurang persentasenya, tapi dari prospektif bisnisnya lebih menjanjikan,” pungkasnya. (win)