NOVITA SUANDIYATNO FOR RADAR MANDALIKA PEMASANGAN: Penempelan stiker dilakukan di rumah warga penerima BPNT murni yang ada Desa Durian, Kecamatan Janapria, belum lama ini.

PRAYA – Langkah yang diambil Dinas Sosial (Dinsos) Lombok Tengah (Loteng) melakukan penempelan stiker di rumah warga penerima bantuan sosial (bansos) PKH – BPNT maupun BPNT murni (sekarang sembako) mendapat komentar miring dari kepala desa. Bahkan langkah penempelan stiker ini dianggap sebagai ajang “bisnis”. Keampuhan dari langkah tersebut dipertanyakan. 

“Saya ndak mengerti sama yang begini gini. Inikan bisnis semua larinya kalau saya. Ayo aja kali se Lombok Tengah berapa ini. Satu lembarnya berapa (anggarannya) kali sekian ribu. Bisnis larinya,” kata Kepala Desa Durian, Didik Setiadi, Selasa (16/11).

Sebab menurutnya, langkah penempelan stiker tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk kemudian menyatakan mengundurkan diri secara sukarela atau graduasi mandiri dari peserta penerima manfaat khususnya bagi yang sudah mampu secara ekonomi (kaya, red). Meskipun tujuan penempelan stiker agar bantuan tidak salah sasaran. 

“Apa sih pengaruhnya? Makanya saya berpikir bisnis orang “kantor” ini?,” cetus Didik.

Pemasangan stiker di rumah keluarga miskin baik di rumah penerima PKH-BPNT maupun di rumah penerima BPNT murni itu dikatakan tidak akan berpengaruh. Artinya, agak sulit membuat para penerima untuk mengundurkan diri secara sukarela atau keluar dari peserta, khususnya bagi yang sudah kaya.

“Justru karena keadaan dan kondisi sekarang ini kan orang ndak peduli mau ditempelkan, mau dicat, bukan ukuran,” katanya.

“Sementara yang kita lihat di desa-desa lain itu yang mengundurkan diri memang benar-benar orang mampu. Tanpa ditempelin begini aja (stiker)  mereka mengundurkan diri,” tambah Didik.

Apalagi lembaran stiker yang dicetak Dinsos Loteng itu dinilai ukurannya kecil. Kemudian kalaupun stiker ini dipasang di rumah para penerima bansos dari Kementerian Sosial (Kemensos), itu orang lain yang lewat tidak bisa melihatnya dengan jelas dan terbuka. Apalagi rumah warga penerima manfaat di dalam gubuk.

“Kecuali kalau dipajang di baju. Kita jalan. Kami warga miskin, mungkin ada (yang melihat). Tapi kalau di rumah, siapa yang mau perhatikan rumah orang,” kata Didik.

“Apalagi tulisan kayak begini, kami keluarga miskin penerima bansos. Kan memang tanpa di ini sudah dia dengan mengambil itu (bansos) itu juga sudah termasuk memamerkan diri. Saya keluarga miskin makanya saya dikasih bantuan,” tambahnya lagi.

Untuk diketahui, ada dua jenis stiker yang dicetak dinas. Ada stiker yang bertuliskan “Kami Keluarga Miskin Penerima Bansos Sembako dan PKH dan satunya lagi bertuliskan “Kami Keluarga Miskin Penerima Sembako”. Penempelan stiker sudah berjalan di desa-desa.

Sementara di Desa Durian, baru hanya stiker bansos sembako yang sudah ditempelkan di rumah warga penerima sembako yang jumlahnya ada ratusan KPM. Sedangkan, rumah warga penerima bantuan Program PKH dan sembako sampai sekarang belum dipasangi stiker. Padahal pihak dari pemdes setempat sudah berkoordinasi dengan pendamping PKH. 

Terpisah Kades Selebung Rembiga, Muhammad Melly juga mengutarakan nada yang sama. Penempelan stiker ini dinilainya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap KPM khususnya yang sudah mapan secara ekonomi kemudian mau mengundurkan diri secara sukarela. Justru warga penerima manfaat tidak merasa malu di rumahnya dipasangi stiker, yang penting tetap dapat bansos Kemensos. 

“Ini kita tidak bohong-bohong,” katanya, Rabu (17/11) kemarin.

Jumlah stiker yang diterima pihaknya sesuai dengan jumlah warga penerima manfaat bansos tersebut. Hanya saja, dia tidak hapal angka pastinya. Tapi yang jelas, kata Melly, penempelan stiker sudah berjalan di desanya. “Cuman belum habis,” ungkapnya. (zak)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *