PRAYA—Panitia khusus (Pansus) Penanganan Covid-19 DPRD Lombok Tengah mulai menunjukkan taringnya. Perlahan satu persatu duaan kejanggalan di penanganan covid-19 mulai dibongkar. Salah satunya di pengadaan 2 juta masker di Dinas Koperasi dan UKM. Pansus menyebutkan dari laporan yang diterima, ada pembagiaan jatah untuk pengadaan masker non medis tersebut.
Wakil Ketua Pansus Penanganan Covid-19, Legewarman mengungkapkan. Bahwa ada pembagiaan pengadaan masker ini sejumlah pihak. Misalnya dari laporan yang diterima, salah satu organisasi wartawan, LSM, bahkan ada juga untuk organisasi massa (Ormas).
Namun sayang, Lege belum lengkap memperoleh berapa jatah masing-masing organisasi tersebut. “Iya, kami pansus berharap kepada masyarakat yang memiliki info dan data bisa langsung menghubungi kami,” ungkapnya saat dikonfirmasi Radar Mandalika.
Sampai dengan saat ini, Lege mengau pihaknya belum melakukan pemanggilan kepada pihak terkait karena masih mengumpulkan data di bawah.
“Setelah itu baru kita akan panggil Satgas covid,” katanya.
Terpiah, Ketua Pansus Penanganan Covid-19 Suhaimi mengatakan, sampai sekarang pihaknya terus mendalami aliran dana korona. Bahkan dalam waktu ini, Pansus akan memanggil tujuh dinas terkait. Yakni, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas PUPR, Dinas Perkim, RSUD Praya, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan.
“Paling tidak minggu ini, kami akan panggil mereka,” katanya saat ditemui di kantor bupati, Senin kemarin.
Politisi PDIP ini menegaskan, untuk sementara, dari hasil penelusuruan pansus soal metode pembiayaan maupun pembayaraan untuk pasien yang terpapar positif maupun reaktif korona. Sesuai dengan SK Kementerian Kesehatan tentang pembiayan pasien covid korona ini, menggunakan sistem rimbes. Dimana, pihak RSUD mengklaim pembayaran ke pemerintah pusat.
“Sebenarnya APBD kabupaten itu tidak mengeluarkan apa-apa untuk pembiayan korona. Dana itu akan kembali ke pemerintah daerah lagi. Hanya saja, gimana proses klaim, kemudian kapan akan dibayar oleh pemerintah pusat ini yang akan menjadi pertanyaan kita pada dinas yang bersangkutan,” tegasnya.
Selain itu, alasanya untuk pembahasan APBD perubahan tahun 2020, terutama perubahan untuk menormalisasi anggaran yang direkofusing untuk diangkut kembali menjadi nomenklatur APBD harus tuntas dulu.
“Saat ini di Banggar sedang membahas LPJ untuk menentukan Silpa anggaran tahun 2019. Kalau Silpa clear, dana penanganan Covid-19 juga clear baru kita bisa menuju perubahan APBD untuk menormalisasi anggaran,” jelasnya.
Suhaimi mengaku, pihaknya juga tetap akan meminta badan pemeriksa keuangan (BPK) maupun Ombudsman untuk turun melakukan audit investasi. Sebab ini bukan hanya soal anggaran penanganan Covid-19 yang sudah direkofusing ke semua SKPD sejumlah Rp 391,5 miliar. Namun tentang kebijakan atau kewenangan.
Belum lagi, menjadi pertanyaannya kenapa hanya Rp 391,5 miliar yang dilakukan rekofusing. Padahal jumlah APBD 2 triliun lebih. Kemudian kenapa hanya sektor –sektor ril dalam konteks pemulihan ekonomi malah yang di-rekofusing. Tapi anggaran lainnya malah tidak di-rekofusing.
“Contohnya salah satunya seperti anggaran hibah. Itu yang akan menjadi dasar kita untuk memanggil bupati, sekda yang berwenang untuk mengeluarkan segala kebijakan,” katanya tegas.(r2/jay)