DIKI WAHYUDI/RADAR MANDALIKA TETAP SEMANGAT: Tandawijaya, 27 tahun warga Gerintuk Desa Teruwai saat membuat nama di batu nisan.

Dikenal Sebagai ‘Kampung Batu Kuburan’, Usaha Tidak Pernah Mati

Mayoritas warga di Dusun Gerintuk Desa Teruwai, Kecamatan Pujut berprofesi sebagai pengrajin batu nisan. Sampai dengan sekarang, usaha turun temurun ini tetap eksis.

DIKI WAHYUDI-LOMBOK TENGAH

JARUM jam menunjukkan pukul 13.00 Wita, Kamis pekan lalu. Radar Mandalika melakukan kunjungan ke Dusun Gerintuk Desa Teruwai, Kecamatan Pujut Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai ‘kampung batu kuburan’. Pasalnya di tempat ini, sebagai besar warganya menjadi pengrajin batu kuburan. Mereka memiliki keahlian dari turunan orangtua. Bahkan sampai sekarang masih dipertahankan.

Perjalanan Radar Mandalika ke dusun ini membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit dari Kota Praya. Beruntung juga, jalan ke dusun setempat mulus. Dari awal masuk dusun ini, jejeran batu nisan mulai terlihat menghiasi depan rumah warga setempat.

“Terus saja ke dalam, di sana banyak warga usaha batu nisan,” kata salah seorang warga yang ditemui di jalan.

 Di sisi kiri dan kanan jalan. Nyaris semua warga menjejerkan batu nisan depan rumah. Ada warga yang tengah melakukan profesi, ada juga yang sibuk mengurus ternak mereka. Bahkan ada juga tengah duduk manis sambail berbincang.

Tidak jauh dari rumah pertama warga masuk Dusun Gerintuk. Radar Mandalika pun berhentik dan menghampiri salah satu tempat pengrajin batu kuburan. “Mau mode yang mana pak? Kecil atau besar,” sambut pemuda pengrajin batu nisan, Tandawijaya saat menerima kedatangan Radar Mandalika.

Dalam kesempatan itu, Radar Mandalika banyak bertanya kepada pemuda berusia 27 tahun ini. Ia pun mengaku sudah sekitar 5 tahun bertindak sebagai pengrajin batu nisan. Termasuk sekarang masih bertahan untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya.

“Kalau masih SMA saya tidak mau kerja begini, ya kalau sekarang mau tidak mau,” tuturnya.

Dari usaha ini, Tandawijaya mengaku tidak pernah sepi. Paling sedikit sehari ada dua orang warga yang memesan batu nisan.

Ia mengakui, usahanya ini juga sebagai besar dijalankan warga di Dusun Gerintuk. Bahkan dusunnya ini dikenal atas usaha batu kuburan. “Siapa yang tidak tau Gerintuk,” katanya tersenyum.

Tandawijaya membeberkan, usaha dijalankan ini juga butuh modal. Pasalnya, warga wajib membeli batu nisan dalam bentuk balok dari penggali batu. Perbalok batu nisan, mereka membeli dengan harga Rp 50 ribu. Sementara per pasang batu nisan, pengusaha di sana menjual dengan harga bervariasi. Tergantung motif dan ukuran. Jika besar dan ukuran rumit sampai Rp 4 juta, ada 2 juta dan paling murah atau ukuran kecil Rp 150 ribu.

“Kalau buat motif simple dan kecil itu sebentar, kurang setengah jam jadi. Tapi kalau yang rumit dan mahal sampai empat hari,” beber bapak anak satu ini.  

Dia juga menuturkan, usaha ini bukan usaha baru warga di Gerintuk. Usaha peninggalan orangtua alias turun temurun. Pasalnya, batu nisan ini hanya ada di wilayah setempat. “Dulu saya pernah coba posting usaha ini di medsos, eh banyak yang bilang kami doakan orang meninggal. Jadi sekarang tidak lagi kami posting,” ceritanya.(*)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *