IST/RADAR MANDALIKA JUARA : Petinggi DPW PKS NTB saat menyerahkan hadiah dan piala kepada Muhammad Humaidi sebagai juara I, Desember 2020.

Cita-cita jadi Ilmuan, Tapi jadi Juara Baca Kitab Kuning

Muhammad Humaidi merupakan guru muda yang mengajar di pondok pesantren (Ponpes) dalam Kota Praya. Guru muda yang lahir 13 Desember 1996 ini, berasal dari Tempos Lauk, Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Lombok Barat.

HAZA-LOMBOK TENGAH

MUHAMMAD Humaidi dikenal mahir dalam membaca kitab kuning. Buktinya di usia muda, ia mendapat kepercayaan mengabdi menjadi seorang guru di Ponpes Darul Muhibbin NW Mispalah, Kelurahan Prapen, Kecamatan Praya. Ustadz Humaidi sudah sekitar kurang lebih 1,5 tahun menjadi guru pengajar di ponpes ini.

Humaidi ditempatkan khusus menjadi guru pengajar kitab kuning di ponpes di bawah naungan Darul Muhibbin Mispalah yakni, Wustha Dawi. Di tempat itu, dia khusus memberikan pembelajaran soal pembacaan kitab kuning. Namun di lembaga tempatnya ini, juga disiapkan khusus mencetak tahfiz.

Kepada Radar Mandalika, ustadz muda ini menceritakan awal perjalanan dan prestasi yang pernah dia peroleh. Pria yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara ini, orang tuanya bernama Adnan (bapak) dan almarhum Nurasi (ibu).

Sebelum bisa menjadi seorang guru, awalnya ia pernah menjadi santri di Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits NW Anjani tahun 2015. Selama empat tahun, ia pun melanjutkan di Institute di sana dengan mengambil jurusan Bahasa Arab dan lulus tahun 2019 lalu. “Dan sekarang alhamdulillah menjadi tenaga pendidik di Pondok Pesantren Darul Muhibbin NW Mispalah,” katanya.

Dijelaskan dia, di ponpes ini ia mengajarkan juga berbagai macam mata pelajaran seperti Nahu Syarab, Fara’id, Balagoh dan Usul Tafsir.

Namun sebelum bisa menjadi seorang pendidik cukup panjang perjalanan yang dia lalui. Adapun pesan orang tua yang selalu dia ingat, jangan sampai kalah dalam berbuat kebaikan. Bahkan profesi hari ini, ia tidak pernah menyangka bisa duduk seperti ini.

“Cita-cita saya dulu saat di bangku SD mau menjadi seorang ilmuan, karena mata pelajaran yang saya sukai waktu itu matematika,” ceritanya polos.

Waktu itu lanjutnya, dia bercita-cita menjadi seorang ilmuan karena Niatnya terinspirasi dari ilmuan-ilmuan muslim seperti Khorizmi, Aljabat ,Ibnu Sina  dan penemu yang lainnya yang ahli matematika. Namun mimpi itu kandas setelah orangtuanya memintanya untuk belajar di madrasah untuk mendalami ilmu agama.

“Padahal sewaktu di SDN 1 Banyu Urip saya sering ikut lomba matematika dan Sains, namun setelah lulus SD berubah drastis setelah memasuki lembaga pendidikan non formal dan menjadi santri yang mahad di pondok yang bernama Darul Qur’an Wal Hadits Anjani dan mempelajari berbagai macam kitab,” ceritanya lagi.

“Dalam mempelajari kitab jangan pernah berpikir masalah yang rumit, namun mempelajari kitab harus banyak praktik, karena kitab semakin dikaji semakin asik atau menyenangkan,” sambungnya.

Adapun bocoran dalam belajar kitab kuning, butuh kesabaran karena semuanya butuh proses apalagi berkaitan dengan nahu syarab jika itu sudah bisa dikuasai, tentu ilmu-ilmu yang lain pasti bisa karena kelebihan mempelajari nahu syarab bisa memahami ilmu yang lain seperti fiqih, tafsir, hadis, mustolah dan falagoh.

“Sehingga sangat ditekankan mendalami nahu dan syarab dengan praktek,” tuturnya.

Humaidi merasakan perjalanan ini sangat begitu panjang dan berat karena niat awalnya menjadi seorang ilmuan matematika, namun kerena faktor orang tua yang mengharuskan mendalami kitab akhirnya perlahan bisa menikmati.

 “Namun berkat kesabaran dan berkat orang tua akhirnya kesenangan itu datang,” tuturnya.

Di balik semua ini, dia juga beberapa kali lahir menjadi juara baca kitab kuning. Saat UIN Mataram menyelenggarakan lomba tahun 2019 tingkat NTB, dia menjadi pemenang nomor satu. “Alhamdulillah juga saat DPW PKS NTB yang gelar lomba baca kitab kuning Desember kemarin saya juara I,” katanya.(*)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 409

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *