Mataram,- Dalam rangka mendukung geliat pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang berkelanjutan guna beradaptasi dengan kebiasaan baru, serta penerapan aspek Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) di destinasi pariwisata. Terutama bagi para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak Covid-19. Direktorat Tata Kelola Destinasi dan Pariwisata Berkelanjutan, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan infrastruktur pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. KEMENPAREKRAF atau Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melaksanakan kegiatan Sosialisasi CHSE, kegiatan itu dilakukan dalam rangka Penyusunan Pedoman Mitigasi Bencana di Destinasi Pariwisata. Sasarannya yakni para pelaku dan pengelola Wisata Hijau Bilebante, Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), NTB. Selasa, 28/10/2020.

Asep Saepullah, Sub Koordinator Strategi Pengembangan Destinasi Wisata pada Kemenparekref RI mengatakan, dari sekian banyak destinasi prioritas pariwisata di Indonesia, terutama destinasi berbasis desa wisata, berada dalam kawasan rawan bencana alam maupun non alam. Karena itu, Kemenparekref melakukan perhatian khusus kepada beberapa kawasan destinasi wisata di Indonesia sebagai percontohan. Bahkan, destinasi prioritas ini dipasangkan alat mitigasi bencana di beberapa titik. Namun sebelum itu, Kemenparekref melakukan sosialisasi penerapan Cleanliness (kebersihan), Health (sehat), Safety (aman) dan Environment (lingkungan) dengan sasaran pelaku wisata di desa tersebut. Hal itu penting dilakukan sebagai pedoman penyusunan panduan mitigasi bencana guna meminimalisasi risiko bencana di kawasan pariwisata. Baik bencana alam maupun bencana non alam seperti Covid-19 ini.

“KRMENPAREKRAF, menyusun bimbingan teknis untuk di beberapa wilayah pariwisata di Indonesia. Di Sumatra Utara, Banten, Makassar, Lombok, Yogyakarta dan Banyuwangi. Pedoman itu membagi tema sesuai dengan potensi bencananya. Kalau di Pasar Pancingan Desa Wisata Bilebante itu seperti apa potensi bencananya, itu kita petakan,” terang Asep.

Dikatakannya, sosialisasi ini mencakup lima hal. Pertama, pengembangan kawasan pariwisata, khususnya destinasi wisata alam. Yang mana tidak dapat dipisahkan dari mitigasi bencana. Kedua, pengembangan kawasan pariwisata secara masif. Karena jika tanpa menyiapkan mitigasi bencana dapat berkonsekuensi pada meningkatnya risiko atau potensi dampak kerugian dan korban akibat bencana pada masa mendatang. Berikutnya, Indonesia rawan terhadap bencana dan sebagian besar destinasi pariwisata terletak di kawasan rawan bencana. Sehingga perlu ada strategi dan kebijakan untuk mengurangi dampak dari bencana itu. Selanjutnya, mitigasi struktural dan nonstruktural destinasi rawan bencana banjir dan tanah longsor yang harus ditindaklanjuti oleh seluruh pihak di kabupaten/kota.

“Termasuk kesiapan pelaku pariwisata untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat. Terutama Covid-19 ini, punya dampak dan resiko. Makanya destinasi-destinasi wisata harus terapkan Protokol Kesehatan (Prokes) juga,” cetusnya.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Moh. Faozal juga menyampaikan, saat ini pemerintah, termasuk Pemprov NTB terus berupaya menciptakan penyelenggaraan kegiatan pemerintah, pelayanan publik dan usaha sektor industri pariwisata yang mentaati Prokes tatanan kehidupan era baru. Selain itu, Pemprov juga meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk menjadi garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 NTB. Itu dilakukan untuk memastikan agar di NTB tidak terjadi kasus baru (klaster) Covid-19. Caranya, melalui penerapan standarisasi industri sesuai tatanan kehidupan di era baru dan mendorong pemulihan berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Termasuk juga mengurangi dampak psikologis masyarakat akibat pandemi Covid-19.
“Standarisasi industri pariwisata harus sesuai Prokes Covid-19 menuju Tatanan Era Baru (CHSE) dunia pariwisata yang berkelanjutan. Untuk di Desa Wisata Hijau Bilebante, ini harus diterapkan. CHSE ini harus dipastikan berjalan dengan baik. Apalagi Bilebante Bakal Jadi Desa Pertama di NTB yang Terapkan Mitigasi Bencana,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Susanti salah satu akademisi bidang pariwisata di NTB mengutarakan, untuk penerapan CHSE di kawasan wisata, pengelola harus siap dari banyak hal. Salah satu yang bisa mendukung itu yakni diperkuat melalui dunia promosinya. Sesuai dengan perkembangan zaman, bisa dilakukan melalui Digital Marketing (pasar digital). Bisa melalui sosial media yang kini memiliki banyak pilihannya.
“Sosial media merupakan interaksi sosial antara manusia dalam bertukar informasi. Marketing melalui Medsos sangat penting dilakukan sesuai dengan pangsa pasar. Karena sekarang ini ada banyak jenis Medsos yang tersedia di laman internet. Tergantung kharakteristik objek wisata yang dikelola. Silakan rekan-rekan pengelola Wisata Hijau Pasar Pancingan optimalkan itu,” sarannya.
Ditambahkan, digital marketing itu kini sudah menjadi salah satu pendukung majunya sebuah desa wisata. Untuk itu, ia menyarankan agar dalam mempromosikan potensi objek wisata, produk lokal masyarakatnya, fasilitas pendukungnya, perangkat mitigasi bencananya, giat penerapan Prokes dan langkah lainnya benar-benar berjalan.
Adapun beberapa langkah sebelum jualan produk, potensi wisata dan layanan lainnya melalui digital marketing. Diantaranya, fokus pada produk bisnis desa wisata, sempurnakan layanan pelanggan, periksa penjualan dan pemasaran, pahami konsumen dan ukur sumber daya yang dimiliki.
“Memulai menerapkan digital marketing dengan cara membuat website dengan konsep dan desain yang tepat, bangun aset sosial medianya, membuat konten marketing untuk website dan sosial media, menerapkan Search Engine optimazion (SEO) website, menggunakan iklan google atau facebook, membangun aset video content seperti youtube dan lainnya,” terang dosen STP Mataram itu.
“Kebijakan pelaksanaan Prokes Covid-19 dan kebijakan lain itu juga bisa dimasukkan dalam pelaksanan digital marketingnya. Biar sasaran promosinya itu tahu seperti apa kebijakan dan keunggulan objek wisata kita,” sambungnya.
Terpisah, Kades Bilebante, Rakyatulliwauddin mengucapkan, terimakasih dan apresiasi kepada semua pihak terkait dukungan dan bantuan untuk memajukan desanya. Terutama dalam penerapan digital menuju tatanan kehidupan baru dan mitigasi bencana. Dimana, ke depan semuanya berbasis digital yang memudahkan pelaku wisata dan masyarakat mengunjungi Bilebante.
“Model memajukan wisata desa di Bilebante selalu ada yang baru. Kali ini dengan penerapan Mitigasi Bencana dan promosi melalui Digital Marketing, saya yakin wisata kita akan tumbuh berkembamg lebih pesat ke depan,” ungkapnya.

Direktur Desa Wisata Hijau Bilebante, Pahrul Azim juga menambahkan, kegiatan sosialisasi ini sejalan dengan semangat Pemprov dan Polda NTB dalam pelaksanaan Nurut Tatanan baru melalui Lomba Kampung Sehat. Dimana, Desa Bilebante mewakili Lombok Tengah maju ditingkat Provinsi. Karena sebelumnya meraih juara I tingkat kabupaten. Tentu prestasi tersebut akan memberikan warna baru dalam lomba tersebut nantinya.
“Alhamdulillah, kesadaran dan partisipasi masyarakat cukup bagus. Apa yang menjadi program desa dan program yang dianjurkan oleh pemerintah di atas, dengan semangat gotong royong berjalan lancar,” pungkas pria yang juga Sekretaris PPDI Provinsi NTB.(rif)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 399

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *