MATARAM – Polemik PT. Gili Trawangan Indah (GTI) dengan pemprov NTB paca pemutusan kontrak yang dilakukan Pemprov beberapa waktu, dipastikan bakal berbuntut panjang. Sekarang, GTI tengah mempersiapkan langkah melayangkan gugatan. Tidak main-main, GTI telah menetapkan tim kuasa hukum.
Kuasa hukum PT. GTI, Pieter Talaway di kantor Advokat Surabaya seperti disampaikan Manager Umum PT GTI, Burhanudin di Lombok mengatakan, GTI sebagai investor legal selalu terbuka kesepakatan bersama apalagi yang memuat pokok-pokok adendum antara GTI dengan Pemprov NTB tanggal 10 Juni 2021. Dimana, sangat ironis adendum itu belum dijalankan bersama namun sudah mengambil sikap untuk memutus sepihak.
Pihaknya menilai, sikap Satgas yang terburu-buru mengambil keputusan pemutusan kerjasama tanpa mengakomodasi pendapat dan hak GTI yang tertuang dalam hasil rapat pertama ternyata tidak pernah direalisasikan.
“Artinya putusan Satgas hanyalah skenario belaka untuk mendukung Pemprov yang sudah berniat memutuskan kerjasama dengan PT. Gili Trawangan Indah, bukan untuk mencari solusi penyelesaian,” tegasnya, Kamis kemarin.
Katanya, sikap demikian jelas sangat merugikan GTI sebagai investor legal dan secara acontrario menguntungkan investor illegal. Ini katanya sebuah contoh dan preseden buruk bagi penanaman investasi di NTB karena tidak adanya konsistensi, perlindungan dan kepastian hukum bagi GTI sebagai investor. Dimana, seorang pimpinan birokrat maupun pimpinan masyarakat katanya, harus konsisten dan berpegang pada janji yang sudah dibuatnya.
Dilanjutkannya, dalam proses kerja sama yang sudah berlangsung justru GTI sudah menjalankan kewajibannya dengan baik yaitu, membayar kompensasi setiap tahun, membangun sekolah dan masjid beserta prasarananya. Sedangkan kewajiban Pemprov NTB dianggap tidak dijalankan dengan baik yaitu tidak mengamankan pembangunan yang seharusnya dilaksanakan PT GTI di atas tanah yang dikerjasamakan.
“Dan tidak menindak tegas pihak-pihak yang menghalangi dan membangun secara liar di atas tanah yang dikerjasamakan,” keluhnya.
Bahkan Pieter menilai, ada indikasi Pemprov NTB membiarkan penghuni dan pengusaha liar (illegal) menguasai tanah yang dikerjasamakan, sehingga merugikan GTI maupun negara.
“Kami sangat apresiasi atas tindakan Kejaksaan Tinggi NTB untuk mengusut penguasan secara melawan hukum atas tanah yang dikerjasamakan,” tegasnya lagi.
Selanjutnya GTI menilai, ada indikasi adanya usaha untuk merugikan investor yang legal dengan jalan membatalkan kerjasama. Sementara itu membuka peluang bagi investor illegal untuk memperoleh keuntungan dengan adanya pemutusan kerjasama tersebut.
“Bahwa PT GTI tetap akan memperjuangkan hak hukumnya,” jelasnya.
Pihaknya menerangkan, GTI tetap akan mempergunakan hak hukumnya untuk menggugat dan mempermasalahkan pemutusan kontrak kerjasama antara Pemprov NTB dengan kliennya hingga memperoleh suatu keputusan yang adil dan berkepastian hukum.
“Sikap PT GTI adalah berjuang untuk memperoleh keadilan,” jelasnya.
Sebelumnya, PT GTI sudah melayangkan somasi kepada Pemprov NTB pasca pemutusan sepihak kontrak kerjasama pengelolaan tanah seluas 65 hektare di Wilayah Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara sejak tahun 1995.(jho)