TONI/RADARMANDALIKA.ID DI ATAS KURSI RODA: Siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Mataram saat menunggu jemputan, belum lama ini.

MATARAM-Komisi V DPRD NTB menyoroti minimnya fasilitas pendidikan bagi penyandang disabilitas di NTB. Pasalnya, pemerintah dinilai belum sepenuhnya menjalankan amanat Peraturan Daerah (Perda) no 4 tahun 2019 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Anggota Komisi V DPRD NTB, Akhdiansyah menegaskan, bahwa fasilitas  pendidikan  bagi disablitas sudah diamanatkan pada perda nomor 4 tahun 2019.”Perda ini diatur secara komprehensip tentang sistemm, fasilitas dan segment pelayanan pendidikan bagi disabilitas,” tegas Akhdiansyah.

Pria yang akrab disapa guru To’i ini meminta pihak terkait supaya lebih serius memberikan perhatian kepada penyandang disabilitas. Sebab para disabilitas juga berhak mendapagkan pendidikan yang layak.

“Makanya dibutuhkan fasilitas yang memadai,” pintanya.

Ia menilai pihak terkait belum ada upaya maksimal. Sisi lain belum koordinasi multi pihak terkait database disabilitas penerima layanan.

“Jalankan perda nomor 4 tahun 2019, sinergi semua pihak harus dibangun dan validasi data disabilitas sesuai mandat UU Simduk nasional yg memberi kode khusus bagi disabilitas,” pintanya.

Terpisah, Dewan Pendidikan NTB, H Rumindah mengatakan setiap warga negera memiliki hak sama  yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Serta tidak membedakan mana yang tergolong siswa norma atau siswa yang tergolong berkebutuhan khusus.

“Jangan diperdebatkan mana yang normal sama yang gak. Ada namanya politik anggaran dan politik regulasi yang mengatur,” tegas Rumindah.

Ia menegaskan, para stakeholder harus berbuat. Sebab pemerintah pusat sudah membuat aturan dan pemerintah daerah sudah membuat perda.

“Aturan yang harus diwujudkan dalam aksi,” sarannya.

Menurutnya, secara infrastruktur sudah memadai. Menjadi kesulitannya tenaga profesional dibidangnya. Betapa tidak, siswa yang memiliki kebutuhan khusus tidak dapat disamakan dengan anak-anak reguler, seperti di dalam kelas 30 sampai 35 orang. Sebab tenaga pendidik pada sekolah disabilitas ini didik oleh orang-orang yang khusus dan mumpuni dalam bidangnya.

“Sarana lengkap, lingkungan mendukung akan menghasilkan output yang bermutu,” harapnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, H Aidy Furqon mengatakan fasilitas untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) tidak ada masalah mulai dari Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menegah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dan pada sekolah ini telah disesuai dengan kebutuhan kecacatannya.

“SMA/SMK menjadi kewenangan kita bisa dilihat di SMA 6 Mataram dan SMK 5 Mataram,” terangnya.

Ditambahkannya pada seminar yang diadakan dengan Komisi V DPRD NTB beberapa waktu lalu, peserta banyak mem mengeluhkan  fasilitas. Tetapi bukan mengeluhakan fasilitas iklusifnya melainkan fasilitas umum seperti ruang kelas, mebeler dan lainya.

“Sekedar tuna rungu bisa melihat, tuna netra bisa mendengarm. Tapi kalau tuna grahita akal tidak kuat, fisik lemah tidak bisa masuk ke kelas inklusif harus masuk SLB,” katanya.

Kata dia, guru-guru yang mengajar inklusfi ini berasal  dari guru umum yang dilatih dan guru SLB berasal dari Pendidikan Luar Biasa (PLB). Setiap yang dilatih sekitar 100 mulai jenjang SD hingga SMA. Sebab selama untuk lulusan inklusif tidak ada.

“S1 inklusi gak ada, PLB baru ada,” tutupnya. (ton)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 298

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *