PRAYA – Bupati Lombok Tengah HL. Pathul Bahri menonaktifkan Kepala Puskesmas Ganti, Kecamatan Praya Timur L. Dedy Sofian Hady. Surat perintah pelaksana tugas (SPPT) nomor : 800/PPM.0.3/BKPP dikeluarkan tertanggal 20 Oktober 2022.
Adapun yang diangkat menjadi pengganti kepala puskesmas, Bansal sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Puskesmas Ganti.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah, H Suardi yang dikonfirmasi membenarkan kabar ini. “Soal PKM Ganti yakni Kapusnya itu kita nonaktifkan pertanggal 20 Oktober 2022 ini,” jawabnya singkat kepada radarmandalika.id, kemarin.
Kuat dugaan Kepala Puskesmas Ganti dicopot dari jabatannya buntut dari terungkapnya kasus dugaan pemotongan dana kapitasi untuk tenaga kesehatan (Nakes), baik pegawai tidak tetap (PTT) atau honorer dan ASN.
Sebelumnya Rabu pagi lalu, puluhan nakes honorer mendatangi Polres Lombok Tengah. Setidaknya ada 95 orang honorer dan 35 PNS di Puskesmas Ganti jadi korban dugaan pemotongan dana kapitasi oleh oknum orang dalam.
Para nakes ini mengungkapkan, dana kapitasi yang mereka terima tidak sesuai dengan nominal seharusnya. Selain itu nakes juga menduga adanya pemalsuan tandatangan di dalam form diduga dilakukan oknum orang dalam.
Salah satu nakes Puskesmas Ganti di hadapan polisi mengatakan bahwa yang dia tandatangani di form dana kapitasi berbeda dengan diterima. Dirinya pernah menemukan ada tandatangannya bulan Juni 2021 Rp 530 ribu, namun yang pernah diterima uang hanya Rp 350 ribu.
“Saya tidak pernah tandatangan dengan nilai Rp 530 ribu, yang pernah 350,” ungkap dia.
Dijelaskannya, dana kapitasi diterima masing nakes beragam tergantung lulusan. Mulai dari nakes D3, S1 dan berdasarkan jabatan beda diterima.
Disebutkan para nakes, dugaan kuat dan disertai bukti bawah di Puskesmas Ganti diduga adanya praktek pemotongan dana kapitasi bagi nakes. Baik status pegawai tidak tetap (PTT) dan PNS.
Diceritakan awal mula kasus ini terungkap kata nakes itu, awal dipertanyakan oleh seorang nakes status PNS. Selanjutnya para nakes status honorer atau PTT pun ikut menyelidiki dan terungkap kejahatan itu semua. “Kalau soal PNS itu sya tidak bisa ceritakan, karena kami hanya PTT. Yang jelas dana kapitasi dipotong dan kami menduga adanya pemalsuan tandatangan,” sebut dia.
“Saya contohkan, di sana tertera jumlah yang seharusnya saya terima Rp 891 ribu dari kwitansi palsu itu. Ternyata paling tinggi nominal yang saya terima Rp 550 ribu saja. Bahkan bulan lainnya Rp 300 ribu, bahkan pernah Rp 150 ribu,” sambungnya.
Dalam kasus ini, disebutkan sumber itu total bulan Juni keseluruhan nakes yang dipotong dana kapitasi sekitar Rp 92 juta.(tim)