Jakarta – Kekayaan Intelektual (KI) terbukti berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu saat memaparkan laporan IP Outlook 2025 dalam forum IPXpose Indonesia 2025 di SMESCO Jakarta, pada Rabu 13 Agustus 2025.

“KI berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tegas Razilu dalam pembukaannya. Peningkatan investasi global terhadap aset tak berwujud seperti KI, merek, dan riset yang naik menjadi 13,6% pada 2024 membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadikan KI sebagai penggerak ekonomi nasional. Sebaliknya, investasi pada aset fisik turun menjadi 11%.

Pertumbuhan permohonan KI di Indonesia mencapai rata-rata 18,5% per tahun dalam satu dekade terakhir. “Hal ini didorong oleh digitalisasi layanan DJKI dan berbagai kebijakan strategis,” ujar Razilu. Menariknya, selama sembilan tahun terakhir, permohonan merek selalu dominan. Namun, pada 2024, hak cipta untuk pertama kalinya mengambil porsi terbesar mencapai lebih dari 50% dari total permohonan.

Tren serupa juga terjadi pada permohonan Indikasi Geografis. Dari hanya 20 permohonan pada 2015, naik menjadi 61 pada 2024, dengan 96% berasal dari dalam negeri. “Indonesia kini menempati peringkat kedua di ASEAN untuk perolehan indikasi geografis, naik dari posisi ketiga pada 2019,” jelas Razilu.

Sementara itu, permohonan paten dalam negeri meningkat, terutama di sektor kimia pangan dan farmasi, sejalan dengan pertumbuhan industri farmasi yang mencapai 9,61% pada 2020. Desain industri di sisi lain mencatat kenaikan dua kali lipat selama dekade terakhir, dengan dominasi permohonan dari dalam negeri mencapai 68,78%.

“Pada 2023, Indonesia bahkan mencatat pertumbuhan desain industri tertinggi di dunia, yakni 37,3%, dan menempati peringkat ke-20 global,” lanjut Razilu.

Meski tumbuh pesat, ekosistem KI masih menghadapi tantangan. Dalam lima tahun terakhir, DJKI menangani 265 kasus pelanggaran KI. Distribusi karya di era digital memicu pembajakan dan pemalsuan. Selain itu, muncul tantangan baru dari karya yang dihasilkan artificial intelligence (AI), yang belum diatur secara jelas dalam regulasi Indonesia.

“Kami sedang mengkaji revisi regulasi dan penguatan penegakan hukum di era AI,” ungkap Razilu.

Untuk memperkuat ekosistem kekayaan intelektual nasional, Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, menekankan pentingnya menyeimbangkan pencatatan KI dengan komersialisasinya. “Pemerintah perlu mendorong pengembangan ekosistem KI melalui integrasi lintas sektor, insentif komersialisasi, serta pengukuran dampak ekonominya,” jelas Vivi.

Ia juga menambahkan bahwa penguatan ekosistem ekonomi kreatif berbasis KI telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan menjadi bagian dari visi besar Indonesia Emas 2045. Akselerasi pengembangan ekosistem KI ini bukan hanya menjadi tanggung jawab DJKI, tetapi memerlukan kolaborasi dengan kementerian, lembaga, serta pemangku kepentingan terkait dari dalam maupun luar negeri.

Sebagai penutup sesi, DJKI meluncurkan buku “Satu Dekade Kekayaan Intelektual dalam Angka”, yang berisi data statistik KI Indonesia tahun 2015–2024. Buku ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan maupun penelitian di bidang KI.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTB, I Gusti Putu Milawati, yang hadir secara langsung memberikan dukungannya terhadap program pembiayaan bagi UMKM Berbasis Kekayaan Intelektual. Mila mengatakan program ini dapat memberikan dampak besar bagi perkembangan ekonomi lokal serta menciptakan ekosistem kekayaan intelektual yang lebih aman dan berkembang. (*) 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *