PRAYA – Tanah seluas 9 hektare (ha) di KEK Mandalika masih bersengketa sampai dengan saat ini. Tidak main-main, lahan tempat berdirinya Hotel Pullman yang peletakan batu pertama dilakukan mantan Wapres RI, Jusuf Kalla itu terancam tidak bisa beroperasi. Tidak hanya hotel Pullam, disebutkan juga ada dua hotel berbintang ikut terseret lahannya bermasalah. Hotel Royal Tulip dan Hotel Paramount resort and Resident di KEK Mandalika.
Ketua Pengadilan Negeri Praya, M Baginda Rajoko Harahap membeberkan cerita awal perkara ini. Awalnya PT. ITDC menggugat Umar ke Pengadilan Negeri Praya dan dimenangkan oleh pihak ITDC, Umar tidak terima kemudian melakukan banding di Pengadilan Tinggi hingga terakhir sampai ke meja Mahkamah Agung (MA).
“Pada PK pertama kemarin dimenangkan oleh Umar,” ungkapnya kepada media, kemarin.
Ketua PN menjelaskan, gugatan yang masuk tahun 2018 ini tergugat Umar pertama kalah di PN Praya. Sementara oleh Pengadilan Tinggi Mataram justru Umar yang menang. ITDC pun tidak puas dengan melanjutkan banding ke Mahkamah Agung (MA) RI, di sana Umar pun kalah dan dimenangkan oleh PT. ITDC. Pihak Umar pun belum habis langkah hukum dengan selanjutnya mengajukan peninjauan kembali (PK) dan mengabulkan pengajuan PK oleh Umar.
“Adanya surat edaran yang memperbolehkan dan melakukan PK kedua, dan hal ini masih dalam proses karena ini merupakan upaya terakhir,” bebernya.
“Apabila memang benar itu miliknya pak Umar maka kami akan lakukan eksekusi dengan beberapa pilihan, baik musyawarah perdamaain, eksekusi, sukarela ataupun paksa. Tergantung kesepakatan kedua belah pihak,” sambung Ketua PN Praya.
Ketua PN berharap, supaya dapat segera tercapai perdamaian dalam upaya mediasi dengan kesepakatan para pihak. Agar dapat saling menerima dan tidak ada eksekusi secara paksa.
Dijelaskannya, adapun kepemilikan dua sertifikat seluas 59.900 meter persegi dan 30.100 meter persegi, sehingga total keseluruhan sekitar 90.000 meter persegi atau sekitar 9 hektare. Dengan cakupan yang meliputi tiga hotel besar dan berbintang. Yakni, Hotel Pulman, Hotel Royal Tulip dan Paramount Resort and Resident.
Ketua PN mengaku sudah kembali untuk dimedaiasi agar ada perdamaian. Bahkan kedua belah pihak sudah dipanggil semua. “Tadi pagi Rabu untuk diupayakan perdamaian, ya kemudian untuk dipanggil kedua belah pihak,” ungkapnya.
Dijelaskannya juga, pertemuan mediasi sementara ini belum ada upaya mediasi dan meminta waktu beberapa hari dan akan melaporkan hasil komunikasi dan masih membuka diri.
Terpisah, juru bicara (Jubir) keluarga Umar, Ahmad Tantowi menegaskan, upaya aanmaning telah dilakukan terkait teguran dari pihak pengadilan supaya segera melakukan eksekusi. Katanya, seringkali aanmaning dipergunakan untuk menjadi ranah mediasi kedua belah pihak. Namun secara hukum aanmaning merupakan peringatan menjalankan putusan pengadilan.
“Rancu kemudian saat PK kedua kita belum cek. Harusnya tidak ada lagi upaya hukum, ” tegasnya.
Secara hukum, dalam aanmaning itu harus sudah selesai dan dieksekusi baik secara sukarela atau paksa, itu berdasarkan hukum beracara.
“Bagi saya ITDC tidak tertib hukum. Logikanya kalau PK tidak perlu adanya aanmaning,” sentilnya.
Dia sebagai tim pendamping menyatakan sempat adanya tawar menawar, namun Umar meminta 1 miliar dan 10 persen saham di Hotel Pullman. Kemudian akan diberikan waktu bagaiaman respons ITDC tanggal 17 Februari.
Ditambahkannya, putusan PK pertama keluar pada 23 September 2021. Kemudian, pada surat putusan PK poin 6 yakni mengosongkan lahan dan membongkarnya dan menyerahkan lahan kepada pihak tergugat, apabila perlu dapat melibatkan menggunakan Polri.
Sementara, Vice President Legal and Risk Management ITDC, Yudhistira Setiawan menjelaskan, tanggal 30 Desember 2021 pihaknya telah mengajukan PK ke II atas putusan PK dari MA RI yang mengabulkan permohonan PK Umar.
Adapun pertimbangan hukum dalam mengajukan PK ke-2 dalam perkara ini adalah karena pada lahan yang menjadi obyek sengketa antara ITDC dan Umar, terdapat dua (2) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht) yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
Sedangkan alasan lainnya adalah karena ITDC juga memiliki bukti-bukti baru (novum) yang belum pernah diperiksa dalam persidangan perkara dimaksud. “Selanjutnya mengenai pernyataan kuasa hukum Umar yang intinya menyatakan karena berdasarkan putusan PK, maka Umar berhak membangun apa saja di atas lahan Hotel Pullman, ITDC dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.
Sementara, khususnya proses permohonan PK ke II yang sudah diajukan oleh ITDC. Untuk itu, dia meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum yang masih berlangsung, erlepas dari itu, ITDC memastikan operasional Hotel tetap berjalan dengan normal selama proses hukum berlangsung.(tim)