MATARAM – Komisi V DPRD NTB mempertanyakan rencana penggunaan pinjaman Pemprov NTB senilai Rp 500 miliar yang dialokasikan untuk RSUD Provinsi NTB. Sebagaimana diketahui Pemprov berhutang kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (SIM) yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan melalaui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 750 miliar, dimana Rp 500 miliar khusus untuk alokasi RSUD Provinsi NTB.
“Besok pagi (hari ini, red) kita akan pertanyakan itu. Untuk apa saja dana alokasi dana sebesar itu,” tegas anggota Komisi V DPRD NTB, TGH Hazmi Hamzar, Senin kemarin.
Dinas Kesehatan NTB dan RSUD Provinsi NTB diminta transparan dalam masalah ini. Agar semuanya jelas. Hazmi mengaku wajar jika publik ramai mempertanyakan soal itu. Sebab Dewan saja belum mendapatkan penjelasan komprehensif.
“Kita akan diskusikan,” katanya.
Dirinya tentu berharap jangan sampai Rp 500 M itu hanya untuk infrastruktur saja. Melainkan juga untuk penangana Covid-19 lainnya misalnya pembelian oksigen, alat alat kesehatan lainnya termasuk untuk Isentif (Nakes).
“Untuk apa-apa saja, kita mau denger itu. Sesuai arahan gubernur kemana aja,” tegasnya.
Tidak hanya itu, dalam mengatasi Covid ini kebutuhan yang sangat mendasar ialah ketersediaan oksigen di semua RS di NTB. Dikatakannya kebutuhan oksigen di NTB satu bulan mencapai 300 ton.
“Kebutuhan oksigen kita 300 ton perbulan,” beber dia.
Komisi V menekankan percepatan penanam Covid-19. Selama ini dilihatnya masih ada pola penanganan yang keliru. Misalnya, anggaran untuk Covid ternyata tidak parkir hanya di satu tempat melainkan di tempat (OPD/lembaga) yang lain. Sehingga, lanjutnya ini menjadi penghambat dalam mempercepat penanganan pandemi.
“Ternyata Dinas Kesehatan itu tidak semuanya dana terkonsentrasi di sana,”sebutnya lagi.
Selain itu juga menurutnya, pemerintah harus mengambil satu kebijakan dimana RS milik pemerintah harusnya difokuskan untuk pasien Covid-19. RS Swasta agar menangani penyakit penyakit umumnya. Ini dilihatnya salah satu cara efektif dalam melakukan percepatan penanganan.
“Kita ini kan mau percepat supaya (covid) cepat tuntas,” katanya.
Sisi lebihnya masyarakat tidak lagi khawatir masuk RS. Sebab sudah jelas urusan Covid itu ada di RS milik pemerintah. Jika misalnya banyak RS Swasta yang belum menerima pelayanan BPJS yang mengkhawatirkan berdampak pada masyarakat yang tidak bisa leluasa berobat maka hal ini menjadi tugas pemerintah mendorong mereka bisa bekerjasama dengan BPJS.
“Saya sarankan biarlah RS pemerintah konsentrasi urus covid. Bagi tugas dengan Swasta. RS Swasta untuk tangani masalah penyakit lain,”sarannya.(jho)