TUNJUKAN: Abubakar Abdullah Bersama Kuasa Hukumnya M Arif menujukan surat laporan dugaan kasus pencemaran nama baik dan Pengelapan Dana Perusahaan yang dilakukan Nigel Barrow yang sudah dilaporkan kepada Polda NTB, Kamis (10/7). (WINDY DHARMA/RADAR MANDALIKA)

LOBAR—Wakil Ketua DPRD Lombok Barat (Lobar), Abubakar Abdullah melaporkan balik investor yang menjadi rekan bisnisnya Nigel Barrow beserta Kuasa Hukumnya Lalu Anton kepada Polda NTB, Kamis (10/7). Pascalaporan investor asal Austaralisa itu kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB atas tuduhan pemerasan. Abu membantah tuduhan tersebut dan merasa nama baiknya dicemarkan.

Abubakar yang ditemani Kuasa Hukumnya M Arif menujukan sederet bukti yang menjadi dasar laporannya kepada Polda NTB. Selain melaporkan dugaan pencemaran nama baik, Abu juga melaporkan dugaan penggelapan dana perusahaan yang mencapai Rp 15 miliar diduga dilakukan rekan bisnisnya itu Nigel Barrow.

“Ada dua laporan kita kepada Polda NTB, pertama terkait penggelapan keuangan perseroan PT Bakau Gili Gede. Dimana, ada Rp 15 miliar yang harus dipertanggungjawabkan dan kita meminta penyidik menunjuk Auditor independent,” terang Kuasa Hukum Abubakar, M Arif saat jumpa pers di Kawasan Labuapi.

Dugaan pengelapan itu didasari dengan bukti audit internal perusaaan PT Bakau Gili Gede atas penggunaan anggaran oleh Nigel yang tidak bisa dipertanggung jawaban. Bahkan Nigel Barrow tidak mau dilakukan audit oleh akuntan publik.

“Masa bangunan 3 bangunan yang rupanya berbentuk joglo. Setelah dilakukan audit ada pengeluarkan yang tidak masuk akal. Biaya untuk kepentingan taktisnya dan operasional sebagai Diretur Utama Rp 1,3 miliar,” bebernya.

Menurutnya, tuduhan itu sangat merugikan reputasi Abubakar Abdullah secara pribadi maupun profesinya. Pasalnya tuduhan tersebut tidak mendasar dan data. Terlebih kerjasama join venture itu dilakukan kedua belah pihak di tahun 2016 jauh sebelum Abu menjadi anggota DPRD Lobar. Bahkan isi perjanjian itu menerima Rp 1,5 miliar sebagai bagian kerjasama dan bukan pemerasan seperti yang dituduhkan.

“Jadi dia ada perjanjian keperdataan disini. Artinya duit Rp 1,5 miliar sebagai kontribusi Kerjasama,” bebernya.

Sehingga langkah hukum lainya diambil terkait dugaan pencemaran nama baik. Pihaknya untuk menuntut pertanggungjawaban perbuatan yang tidak pantas dan merugikan Abubakar.

‘’Ini diambil supaya siapa yang melakukan fitnah dan siapa yang pura-pura menjadi korban dalam kasus ini ketahuan. Nigel Barrow bersama kuasa hukumnya, Lalu Anton Hariawan, apa yang mereka sangkakan harus bicara menggunakan data,” sindirnya.

Sejumlah bukti-bukti Autentik sudah disodorkan pihaknya kepada Polda NTB. Untuk menjerat Nigel dan Kuasa hukumnya, pihak Abu melaporkan undang-undang IT pasal 27 A, pencemaran nama baik. Sebab Nigel Barrow bersama kuasa hukumnya, Lalu Anton Hariawan diduga memfitnah.

Terlebih tuduhan itu tanpa disertai bukti yang kuat. Serta terpatahkan dengan sederet izin yang sudah lama diurus Abu untuk Kerjasama hotel berbintang tersebut.

“Sementera mereka tidak pernah menyodorkan data sampai saat ini. Pada intinya, kita berbicara berdasarkan data,” tandasnya.

Tak cukup disitu, pihaknya juga menempuh ke jalur imigrasi untuk menguji legalitas apa yang dilakukan Nigel di Republik Indoensia.

Untuk diketahui, bahwa kronologi kerja sama bisnisnya dengan Nigel Barrow. Kisah ini bermula pada tahun 2016 ketika ia memiliki lahan seluas 2,5 hektare. Pada 31 Agustus 2016, keduanya sepakat membentuk joint venture di hadapan notaris, dengan pembiayaan masing-masing 50 persen.

“Saat itu antara Abubakar Abdullah mengeluarkan sama-sama 50 persen saham. Kemudian harga salah satu bidang tanah (yang sepakat dikerjasamakan) di joint venture dari 129 are totalnya Rp 3,6 miliar,” paparnya.

Sesuai kesepakatan, Nigel Barrow seharusnya membayar Rp 1,8 miliar untuk bagiannya. Namun, ia baru mengirimkan uang sebesar Rp 1,5 miliar sebagai sebagian pembelian lahan. Meskipun ada kesepakatan, Nigel tidak bisa memiliki hak milik atas tanah sesuai hukum Indonesia, melainkan hanya hak kelola.

Perjalanan bisnis berlanjut. Pada tahun 2018, Abubakar dan Nigel sepakat mendirikan PT Bakau Gili Gede. Nigel Barrow menjabat sebagai direktur utama, sementara Abubakar menjadi direktur dengan kepemilikan saham sama-sama 50 persen. Sesuai dengan akte tanggal 19 September 2018 yang dibuat dihadapan notaris Jenny Rosini, SH. Dimana Abbu bertugas mengurus perizinan, sedangkan WNA Australia ini mencari investor lain.

Rencana awal adalah membangun hotel di darat. Biaya pengurusan izin diperkirakan mencapai Rp 400 juta. Namun, seiring berjalannya waktu dan pertemuan dengan investor baru, rencana berubah drastis menjadi pembangunan penginapan di atas air dengan konsep water bungalow layaknya di Maldives.

“Karena menggunakan ruang laut, kami tidak hanya meminta perizinan di kabupaten tetapi juga mengurus perizinan di TKPRD Pemerintah Provinsi. Kami juga mengurus izin lokasi perairan, ada sekitar 4 hektare itu di ruang laut,” jelas.

Tak hanya itu, ia juga mengaku telah mengurus izin di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB pada tahun 2020 karena proyek tersebut melibatkan ruang darat dan laut. Dengan demikian, Abubakar menegaskan bahwa semua perizinan telah diurusnya.

”Jadi semua proses perizinan sudah saya lakukan. Bisa dilihat sendiri,” katanya menunjukkan sejumlah proses perizinan yang dilakukan.

Persoalan muncul ketika terjadi ketidaksesuaian antara master plan awal dengan master plan baru yang diinginkan oleh investor yang digandeng PT Bakau Gili Gede. “Kalau itu mau diubah, maka harus diubah sertifikatnya dan itu yang butuh biaya,” ungkapnya.

Perubahan master plan ini berdampak pada jumlah unit vila yang bisa dibangun, dari rencana awal 20 unit kini hanya bisa tiga unit.

“Kalau kami paksakan itu melanggar hukum karena kita harus menyesuaikan dengan izin yang ada,” tegasnya.

Sementara terkait uang Rp 1,5 miliar yang disebut sebagai “pemerasan ” sebenarnya Uang Rp 1,5 miliar itu adalah bayaran dari tanah joint venture yang telah disepakati bersama.

Ia menegaskan bahwa semua proses pengurusan izin telah dilaksanakan dari awal, dan pembengkakan biaya terjadi murni karena perubahan master plan, bukan karena perbuatan melawan hukum.

Terpisah, Dirreskrimum Polda NTB, Kombespol Syarif Hidayat yang dikonfirmasi belum bisa memberikan keterangan lataran baru pulang tugas dari luar daerah.

“Maaf saya baru mendarat di lombok karena dari sabtu saya diluar kota,” terangnya.

Terpisah, Kuasa hukum Nigel Barrow yakni Lalu Anton Hariawan mengaku tak masalah dilaporkan balik pihak Abubakar Abdullah. Justru hal ini menurutnya akan memberikan kejelasan siapa yang nantinya memang benar dan salah.

“Sah-sah saja mereka melapor. Semua warga negara punya hak yang sama di mata hukum,” ucapnya.

Terkait laporannya yang dipertanyakan kenapa harus ke Kejati NTB meski ini menyangkut masalah perusahaan yang tidak berkaitan dengan lembaga negara, Anton mengatakan pihaknya tentu punya pertimbangan tertentu.

“Nanti penyidik yang akan menilai itu. Pada intinya kami melaporkan ada tindak pidana umum dan pidana khusus. Tetapi tidak semua bisa kami ungkap ke media,” tandasnya. (win)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *