LOBAR—Langkah Pemkab Lombok Barat (Lobar) yang meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit AMM mendapat dukungan DPRD Lobar. Agar status kepemilikan aset Pemkab Lobar itu jelas meski sudah memiliki sertifikat. Termasuk secara fisik dengan pemasangan plang kepemilikan. Terlebih persoalan ini tak kunjung selesai dengan pihak AMM. Bahkan terbaru pihak AMM mengirimkan surat ke DPRD yang isinya penjelasan atas persoalan itu.
“Kita mendukung langkah Pemda karena itu berdiri di atas lahan Pemkab Lobar. BPK melakukan audit untuk keuangan itu, saya pikir ini penting,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Lobar, Romi Rahman, kemarin.
Karena tanggungjawab Pemkab tak hanya mengamankan aset namun juga bentuk pengelolaan dari lahan seluas 17 are itu. Jadi wajar ketika Pemkab selaku pemilik lahan menarik sewa untuk lahan itu. Terlebih pihak AMM menggunakan lahan itu untuk komersil pada bisnis pendidikan. “AMM perkembanganya sudah besar termasuk membangun ruko di lokasi lahan milik Pemkab Lobar. Kan ruko itu pasti disewakan,” imbuhnya menduga.
Mengenai keluhan pihak AMM yang tertuang dalam surat terkait pencabutan SK bupati 1986 digantikan dengan SK Bupati 2020 lalu atas pemanfaatan lahan tersebut, politisi Gerindra itu justru heran dengan AMM. Padahal secara logika Pemkab selaku pemilik lahan, wajar mencabut SK itu. Belum lagi Pemkab dituntut memperoleh pendapatan untuk kepentingan masyarakat Lobar. Sehingga pemanfaaatan lahan untuk penyewaan wajar dilakukan. “Harapannya lembaga atau yayasan (AMM) sadar dirilah, dalam posisi lahan ini milik Pemkab Lobar dan secara regulasi juga ada perubahan status pemanfaatan lahan itu,” imbuhnya.
Sebelumnya Pemkab Lobar sudah menawarkan solusi kepada pihak AMM untuk menyewa lahan itu sekitar Rp 4,4 miliar dihitung dari 10 tahun sebelumnya. Penghitungan itupun juga mengunakan apparaisal. Namun pihak Yayasan AMM belum mau menerimanya dan keberatan atas pencabutan SK 1986 itu. Pihaknya pun akan melihat situasi permasalahan AMM ini. Sebab jika belum juga selesai, dewan akan memanggil pihak AMM, dan BPKAD Lobar untuk duduk bersama mencari solusi. “Ada rencana kita mempercepat penyelesaian permasalahan ini, termasuk memanggil kedua belah pihak AMM dan BPKAD untuk mencari win-win solusionnya seperti apa,” imbuhnya.
Jika nantinya saat pertemuan itu ditemukan solusi dan AMM masih tak menjalankannya, pihaknya mempersilakan AMM untuk angkat kaki.
“Kalau ini untuk kepentingan sosial budaya untuk pendidikan tanpa memungut biaya, mungkin akan menjadi pertimbangan Pemkab Lobar menyewakan lahan itu. Tetapi pandangan kami ini dikomersilkan,” pungkasnya.
Surat dari AMM itu pun ditujukan langsung kepada seluruh fraksi di DPRD Lobar. Namun pihak fraksi justru menilai pihak AMM berusaha mencari celah.
“Lahan ini harus jelas, dari AMM ini harusnya terima lah dulu, akui itu bukan punyanya dia,” ujar Anggota DPRD Lobar, Fraksi PKS, Abu Bakar Abdullah.
Abu mengerti tujuan AMM mengirim surat itu mencari solusi atas permasalahan yang tengah membelitnya. Menurut Abu, duduk bersama memang perlu dilakukan antara Pemkab Lobar dengan AMM. Agar ada jalan tengah atas permasalahan itu. Karena tak bisa dipungkiri sedang ada aktivitas pendidikan yang berlangsung di yayasan itu. “Harus jelas juga sampai kapan waktu penyelesaian masalah ini, secara prosedur diluar jalur pengadilan. Tetapi kalau ini terjadi kebuntuan tidak ada jalan lain, kita negara hukum ya prosesnya harus secara hukum juga,” tegasnya.
Pemasalahan ini pun dilihatnya sudah lama. Sebagai Anggota Komisi II DPRD Lobar, Abu menilai dari sisi ekonomi lokasi aset Pemkab yang ditempati AMM itu begitu strategis. Karena jika membangun ruko dan disewakan, diperkirakan akan banyak peminat. Tetapi kembali lagi ada aktifitas pendidikan di atas lahan itu.
“Kembali lagi harus diakui tanah itu aset Pemda Lobar. Kemudian bagaimana menyelesaikan persoalan ini, di sana ada bangunan dan ada aktifitas di atas tanah ini,” jelasnya.
Politisi asal Sekotong itu menilai jika tidak ada jalan tengah, proses hukum menjadi solusinya. Ia pun tak mempermasalahkan pihak AMM yang tengah menggugat di PTUN atan pencabutan SK 1986 itu.
“Nanti kita tinggal lihat amar putusannya PTUN. Supaya kita tidak membangun opini di luar putusan pengadilan,” pungkasnya.(win)