PEMBUKAAN: Suasana foto bersama pembukaan acara penguatan kelembagaan Bawaslu NTB di Mataram Jumat (26/09). (JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA) 

MATARAM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB menggelar Acara Penguatan Kelembagaan Bawaslu NTB sejak Jumat-Minggu (26-27) September di Mataram. Penguatan kali ini fokus pada Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa.

Dari sekian narasumber yang dihadirkan. Dua poin menarik menjadi diskusi yang cukup serius. Pertama tantangan Bawaslu menghadapi hoax berbasis media Al.

Anggota Komisioner KPUD NTB, Agus Hilman, menegaskan bahwa tantangan penyelenggaraan pemilu ke depan semakin berat, terutama di level bawah.

“Bayangkan jika anak-anak generasi sekarang yang aktif di media sosial juga aktif dalam politik. Itu akan memengaruhi kontestasi politik, dan tentu berdampak pada kerja penyelenggara pemilu,” ujar Hilman saat menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut

Selain algoritma media sosial, Agus menyoroti munculnya teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang mempercepat produksi dan distribusi informasi. Jika tidak diantisipasi, AI bisa memperbesar peredaran hoaks yang menyesatkan publik.

“AI mampu membuat konten dalam jumlah masif dengan cepat. Jika digunakan untuk menyebar hoaks, itu akan jadi ancaman serius bagi demokrasi. Inilah tantangan berat KPU dan Bawaslu ke depan bagaimana melawan disinformasi yang diproduksi lewat AI,” tegasnya.

Hilman menilai, struktur validasi dan representasi pemilu saat ini juga memperbesar beban KPU dan Bawaslu di daerah. Proses transfer beban dari pemilu nasional ke lokal menumpuk di tingkat DPRD provinsi hingga DPRD kabupaten/kota.

“Semakin ke bawah, beban kerja semakin berat. Mulai dari distribusi logistik, aplikasi pemilu, sampai teknis kontestasi yang makin kompleks,” jelasnya.

Ia menyebut ada dua kebutuhan mendesak untuk memperbaiki penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Pertama, penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu agar lebih siap menghadapi dinamika politik, terutama dalam menangkal hoaks dan manipulasi informasi. Kedua, kepemimpinan yang kuat dan independen.

“Pemilu bukan hanya soal teknis. Ia butuh kepemimpinan yang berintegritas dan mampu menjaga keseimbangan. Kalau satu lembaga terlalu dominan, bisa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaan,” tambahnya.

Ia menutup dengan kritik bahwa hingga kini dukungan terhadap KPU di lapangan masih minim, sementara beban kerja anggota sangat besar. “Kerja teman-teman KPU di lapangan tidak sebanding dengan dukungan yang ada. Ini jelas berdampak pada efektivitas penyelenggaraan pemilu,” ungkapnya.

Sementara itu Rektor Institut Agama Islam (IAI) Qamarul Huda, Muhammad Ahyar Fadly, menyampaikan pandangan kontroversial terkait praktik politik uang dalam pemilu. Money Politik dilihatnya masih menjadi ancaman serius pada Pemilu 2029 mendatang.

Menurutnya, istilah money politics yang selama ini selalu dilarang sebaiknya diganti dengan istilah cost politics, dan diakui secara terbuka sebagai bagian dari proses politik di Indonesia.

“Mohon maaf, realitasnya teman-teman partai politik pasti berpikir, tanpa uang, bagaimana mungkin bisa menang pemilu? Karena itu, sudah saatnya kita jujur, mengganti istilah money politics menjadi cost politik. Itu bagian integral dari dinamika partai politik,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menilai energi penyelenggara pemilu seperti Bawaslu, KPU, maupun DKPP selama ini lebih banyak habis untuk mengampanyekan larangan politik uang. Padahal, menurutnya, problem mendasar justru ada pada lemahnya pendidikan politik yang menjadi kewajiban partai sesuai amanat undang-undang.

“Partai jarang memberikan pendidikan politik secara rutin kepada masyarakat. Kalau setiap kader partai diwajibkan mendidik sepuluh orang warga sepanjang lima tahun, maka masyarakat akan lebih melek politik. Pada akhirnya, pemilu tidak lagi bergantung pada transaksi uang,” jelasnya.

Ahyar Fadly menekankan, pendidikan politik yang konsisten akan mengurangi biaya besar menjelang pemilu serta menciptakan demokrasi yang lebih sehat. Ia juga menutup dengan catatan penting: memilih adalah hak rakyat, bukan sekadar kewajiban.

Diketahui dalam acara tersebut hadir Bawaslu Kabupaten Kota se NTB. Perwakilan Partai Politik dan sejumlah stakeholder lainnya. (jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *