DINSOS/RADAR MANDALIKA DAPAT BANTUAN: Petugas bersama TNI saat melakukan pelabelan di salah satu rumah milik warga yang terlihat punya AC di Mataram, belum lama ini.

MATARAM – Pelabelan cat pilok di rumah penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Mataram sudah tuntas. Tidak sedikit warga yang mapan secara ekonomi dan memiliki rumah “mewah” malah ikut menikmati bantuan warga miskin dari pemerintah pusat.

Banyak pihak mempertanyakan kenapa warga yang mapan dan rumah bertingkat bisa mendapat bantuan PKH/BPNT yang notabane bantuan bagi warga kurang mampu secara ekonomi. Kepala Dinsos Kota Mataram, Hj Baiq Asnayati mengungkapkan, pihaknya perlu duduk bersama Pendamping PKH dan apatur pemerintah tingkat bawah. “Kenapa seperti itu?,” tanya dia, kemarin (1/12).

“Kita perlu melakukan pertemuan dulu dengan Pendamping (PKH). Perlu kita koordinasi dengan camat dan lurah-nya. Kan ada pendamping untuk masing-masing KPM (Keluarga Penerima Manfaat),” imbuh Asnayati.

Dia menerangkan, data peserta PKH maupun BPNT semuanya berasal dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Dan, data diverifikasi oleh pendamping. “Semua prosedur, mekanisme, aturan dan sebagainya, pendamping yang (tahu),” kata dia.

Yang pasti menurut dia, pelabelan salah satu langkah yang cukup efektif agar bantuan sosial dari pemerintah pusat bisa tepat sasaran. Faktanya, tidak sedikit warga yang sudah mengundurkan diri atau graduasi secara mandiri. Bagi warga yang mapan tapi mendapat PKH terancam akan dikeluarkan dari peserta penerima bantuan.

Warga yang mendapat PKH harus sesuai ketentuan dan aturan. “Ndak ada istilah becking-beckingan. Bukannya tidak boleh. Boleh-boleh saja backing asal memenuhi aturan/ketentuan. Aturan yang kita pakai,” tegas perempuan berjilbab itu.

Disinggung ada juga Kepala lingkungan (Kaling) yang mendapat bantuan PKH atau BPNT. Asnayati mengungkapkan, hal itu tidak menjadi persoalan asalkan memenuhi kriteria ketentuan dan sesuai aturan sebagai peserta PKH. Sepanjang masuk dalam kategori warga kurang mampu dengan melihat pendapatan. Sejauh ini juga belum ada aturan yang melarang Kaling dapat bantuan.

“Marah nanti Kaling kalau dibilang ndak boleh. Kita ndak bicarakan Kaling, ndak bicarakan rumahnya bertingkat. Tetapi aturan yang kita pakai. Mekanisme sudah jelas. Siapa yang memenuhi kriteria, kalau ndak iya mohon maaf,”  kata dia.

Terkait kritik atau komentar yang dilontarkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram, H Didi Sumardi, mengenai pelabelan yang dilakukan dinas. Asnayati menegaskan, dirinya tidak anti kritik sepanjang memiliki dasar kuat. Ditegaskan, upaya pelabelan memiliki dasar regulasi yang jelas dari Kemensos. Perlu dicatat, bukan hanya Kota Mataram saja yang sudah melaksanakan pelabelan.

“Sudah kita klirkan. Udah ketemu pas rapat anggaran. Kita sampaikan kenapa bekerja (pelabelan) ada dasarnya. Dan, Kota Mataram bukan satu-satunya yang pertama. Awalnya kan Lombok Timur. Kemudian secara nasional udah banyak,” jelas dia. (zak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *