MATARAM – Penyemprotan pilok warna merah di rumah penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Mataram patut diberikan jempol. Labeling yang bertuliskan “Keluarga Prasejahtera Penerima Bansos PKH dan Sembako Kemensos RI” di rumah penerima bantuan “warga miskin” ini dilaksanakan serentak di enam kecamatan sejak 12 November dan ditargetkan selesai pada 28 November 2020.
Persiapan pelaksanaan labeling sudah disosialisasikan oleh Dinsos ditiap kecamatan. Pemasangan lebeling sengaja dilaksanakan dengan tujuan agar bantuan PKH maupun BPNT dari Kemensos RI bisa tepat sasaran bagi rumah tangga miskin. Karena selama ini disinyalir tidak sedikit dari warga yang tergolong mapan secara ekonomi tapi malah masuk sebagai penerima bantuan sosial tersebut.
Kepala Bidang Penanganan Kemiskinan, Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinsos Kota Mataram, Leni Oktavia mengungkapkan, pelaksanaan labeling dilakukan serentak di seluruh kecamatan. Progres pelaksanaannya kini sudah mencapai 60 persen. Bahkan, pemasangan labeling sudah tuntas dilakukan di beberapa kelurahan yang jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di sana tidak terlalu banyak.
“Sebagian di Kecamatan Selaparang. Sebagian Kecamatan Ampenan. Sebagian Kecamatan Mataram dan mudahan hari ini banyak rampung di kecamatan yang lainnya,” ujar dia via WhatsApp (WA), kemarin (22/11).
Leni mengutarakan, bahwa banyak diantara Kepala lingkungan (Kaling) yang justru mendapat bantuan PKH. Disebutnya hampir di seluruh Kota Mataram. Jumlah Kaling yang mendapat bantuan PHK ada sekitar 10-20 persen dari 17 ribu lebih kepala keluarga (KK) yang mendapat bantuan PKH se Kota Mataram. Pastinya, jumlah Kaling yang mendapat bantuan masih dalam proses pendataan sampai labelisasi selesai.
“Selanjutnya diupayakan yang bersangkutan juga mau mengundurkan diri dari PKH dan disisi lain menjadi contoh bagi warga lainnya,” kata dia.
Leni mengungkapkan, para Kaling turut diundang pada saat pelaksanaan sosialisasi persiapan pemasangan labeling untuk rumah penerima bantuan PKH/BPNT di tiap kecamatan . Dalam kesempatan itu, pihaknya menjelaskan dengan detail terkait teknis labeling. Oleh karena itu, para Kaling yang saat ini mendapat bantuan diharapkan dengan suka rela mengeluarkan atau mengundurkan diri secara mandiri (graduasi) dari data penerima.
“Mudahan tergerak hatinya untuk digraduasi. Malu dong sama warganya,” cetus dia.
Namun faktanya, dia mengutarakan, ada salah satu Kaling di Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya, yang mendapatkan bantuan PKH justru menolak untuk digraduasi. Yang seharusnya menjadi contoh agar warga yang mapan tapi mendapat bantuan “waga miskin” ikut tergerak hatinya untuk mengundurkan diri. Karena saat labelisasi ada juga rumah warga yang “bertingkat” ikut dipilok lantaran mendapat bantuan.
“Artinya Kaling yang notabanne panutan warganya seharusnya memberikan contoh yang baik kepada warganya tapi dia sendiri keberatan untuk digraduasi,” kesal Leni.
Terlepas dari hal itu. Kini sudah banyak dari warga yang mundur atau graduasi mandiri sebagai peserta PKH. Jumlahnya cukup signifikan hingga mencapai 150 orang. Leni meyakini nantinya ada penambahan pascalabeling. Dalam proses labeling, pengunduran diri dibuktikan dengan penandatanganan surat pernyataan mundur di atas materai 6.000. Leni berharap jumlah warga yang akan mengundurkan diri karena mapan nantinya terus bertambah.
“Semoga sampai tanggal 28 November nanti akan bertambah lagi. Total yang sudah di graduasi akan kami rilis setelah labeling rampung,” ungkap dia.
Leni menegaskan, apabila ada KPM PKH yang sudah tidak layak lagi karena fisik atau kondisi ekonomi yang mapan tetapi tidak mau keluar atau undur diri sebagai peserta PKH, maka pendamping PKH akan mengeluarkan mereka secara paksa melalui sistem e-PKH. “Dan, untuk bantuan di bulan berikutnya tidak didapatkan lagi,” jelas dia. Sembari memperlihatkan dokumentasi warga yang sudah sadar alias mundur sebagai peserta PKH di beberrapa kelurahan.
Labelisasi yang dilaksankan Pemkot melalui Dinsos merupakan salah satu upaya guna mengetahui mana warga yang benar-benar layak mendapat bantuan dan sebaliknya. Karena fakta di lapangan, tidak sedikit warga yang mapan secara ekonomi tapi mendapat bantuan dari pemerintah pusat. “Labeling ini menunjukkan betapa ketidakadilan begitu nampak, cari kesempatan dalam kesempitan,” cetus perempuan berjilbab itu.
Terpisah, Lurah Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, I Gusti Agung Nugrahini mengatakan, tidak ada dari Kaling yang mendapat bantuan PKH di wilayah kerjanya. Akan tetapi, sementara ini baru enam orang yang memilih mengundurkan diri atau keluar sebegai peserta PKH karena tidak mau rumahnya diberi atau disemprot pilok dengan warna merah oleh petugas di lapangan. Alias mereka tergolong mampu secara ekonomi.
Di Clinaya sendiri disebutnya, pemasangan labeling belum selesai. Sementara ini baru tujuh lingkungan yang sudah selesai dari proses labeling. Tersisa tinggal tiga lingkungan yang masih dalam proses. Yaitu, Lingkungan Karang Bengkel, Yasekambang dan Banjar Mantri. Namun, pemasangan labeling ditargetkan akan tuntas pada Senin (23/11) besok.
“Tinggal Banjar Mantri 21 KK, Karang Bengkel 15 KK dan Yasakambang 15 KK,” sebut Agung. (zak)