JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA JUMPA PERS: Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi saat memimpin jumpa pers, kemarin.

UMP NTB Terendah ke Enam Se- Indonesia

MATARAM – Sikap Pemerintah Provinsi NTB tidak berpihak kepada buruh. Gubernur NTB, Zulkifliemansyah tidak menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk 2021. Ini berdasarkan hasil sidang Dewan Pengupahan Provinsi NTB yang dilaksanakan 27 Oktober 2020 lalu. Di sana memutuskan besaran nilai UMP NTB 2021 sama dengan besaran UMP tahun 2020 yaitu, Rp 2.183.883.

Dalam didang dewan pengupahan itu terdiri dari unsur Pemprov NTB yaitu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) NTB dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di NTB.”Beberapa hari lalu Dewan Pengupahan sudah melaksanakan sidang untuk menentukan besaran UMP 2021 di NTB. Sudah ada keputusan yang diambil besarannya tetap (Rp. 2.183.883,-),” terang Sekda Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi kepada media, kemarin.

Sekda mengatakan, dalam sidang tersebut sudah melalui proses dialog dan dan pertimbangan yang sangat komprehensif. Perwakilan dari asosiasi (serikat pekerja) tentu menjaga kepentingan pekerja melalui argumentasinya demikian juga dari asosiasi pengusaha (APINDO) juga menyampaikan argumentasi tersendiri, sehingga mereka telah menyepakati besaran UMP tersebut.

Gita mengatakan jika keputusan penetapan UMP tahun 2021 di NTB tidak lepas dari pengaruh bencana non alam. Oleh sebab itu, dia menyadari betul bahwa yang terdampak bukan hanya di kalangan pekerja saja, melainkan hingga pengusaha dan juga masyarakat umum.

“Yang terdampak itu kolektif, bukan pekerja saja tetapi pengusaha juga terdampak. Oleh karenanya pengusaha juga membutuhkan perlindungan, maka pemerintah memberikan apa yang disebut sebagai relaksasi-relaksasi kebijakan perpajakan dan lain sebagainya,” terangnya.

Miq Gite panggilan populernya menyatakan, bahwa saat ini pemerintah terus berupaya untuk memberikan perhatian yang berimbang bagi semua kalangan. Salah satunya Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang ditujukan kepada masyarakat yang di dalamnya terdapat pula pekerja-pekerja yang tidak dapat bekerja atau bahkan diberhentikan.

“Bukan main pekerja kita, bukan main pengusaha kita yang sudah menerapkan hubungan industrial Pancasila, kita saling melindungi kemanusiaan yang adil dan beradab dan kesejahteraan sosial sama-sama kita perjuangkan,” kata Lalu Gita.

Gita mengajak seluruh kalangan kompak dalam menghadapi situasi pandemi saat ini. Menurutnya, semakin cepat pandemi berakhir, maka akan semakin cepat pula geliat perekonomian bangkit dan maju kembali.

“Yang terpenting, bagaimana kita sama-sama segera menuntaskan Covid-19 ini, mari ber-NTB, bangkitkan ekonomi rakyat, Nurut Tatanan Baru supaya dunia usaha bangkit lag. Kalau itu terjadi kesejahteraan pekerja Insya Allah akan terjamin,” ulasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Hj. T. Wismaningsih Drajadiah menjelaskan, jika penetapan UMP sendiri memiliki siklus lima tahunan. Dimana siklus pertama terhitung sejak tahun 2016 dan berakhir tahun 2020. Sementara untuk siklus kedua dimulai tahun 2021 dan akan berakhir pada tahun 2025.

Adapun setiap siklus besaran nilai UMP ditentukan oleh hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL). Begitu juga dengan penetapan UMP tahun 2021 yang seharusnya berdasarkan hasil survei tahun 2020. “Mengingat bencana non alam maka hasil survei KHL yang dilakukan oleh BPS belum mendukung sehingga belum bisa dijadikan landasan penetapan upah minimum tahun 2021,” ungkap Wisma.

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa penetapan UMP telah sesuai dengan dasar-dasar hukum yang berlaku. Diantaranya, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 89, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum.

 Wisma juga menyampaikan bahwa dari 30 provinsi yang sudah menetapkan UMP, 5 provinsi menaikkan UMP untuk tahun 2021. Sementara itu, 25 provinsi lainnya menetapkan UMP tahun 2021 sama dengan nilai UMP tahun 2020.

“Jadi, paling tepat kalau menggunakan besaran upah minimum tahun lalu untuk besaran upah minimum tahun ini, sehingga tidak memberatkan pengusaha dan merugikan pekerja,” jelasnya.

Data yang didapatkan Radar Mandalika, UMP NTB berada diurutan ke enam terbawah se- Indonesia. NTB dari Rp 2.012.610 menjadi sekitar Rp 2.183.883 pada 2020 disusul NTT dari Rp 1.793.293 menjadi sekitar Rp 1.945.902 pada 2020. Jawa Barat dari Rp 1.668.372 menjadi sekitar Rp 1.810.350 pada 2020.Jawa Timur dari Rp 1.630.059 menjadi sekitar Rp 1.768.777 pada 2020.

Jawa Tengah dari Rp 1.605.396 menjadi sekitar Rp 1.742.015 pada 2020.

Terakhir DIY dari Rp 1.570.922 menjadi sekitar Rp 1.704.607 pada 2020.

Ketua APINDO NTB, Wolimi menyampaikan salah satu komponen yang menentukan pengupahan salah satunya adalah infalsi dan pertumbuhan ekonomi.

“Sedangkan pertumbuhan ekonomi NTB saat ini minus 5,32 persen begitu pun Infalsi minus di 0,07,” bebernya. (jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *