LOBAR—Sebanyak 1.632 tenaga non-ASN yang tidak masuk database per tanggal 1 November dirumahkan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui Sekretaris Daerah (Sekda) sudah mengeluarkan surat perintah kepada semua OPD pemutusan kontrak kerja tenaga non-ASN lingkungan Pemkab Lobar untuk yang tidak masuk database.
Di surat itu menerangkan empat poin perintah yang harus dilakukan. Mulai memerintahkan agar kepala OPD melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap tenaga non-ASN yang tidak terdaftar dalam database BKN hasil pendataan tahun 2022 paling lambat tanggal 31 Oktober 2025. Pemutusan kontrak kerja berlaku juga bagi non-ASN yang dalam database BKN hasil pendataan tahun 2022 namun tidak mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK Tahap I dan Tahap II beberapa waktu lalu. Menyampaikan laporan pelaksanaan pemutusan kontrak kerja tersebut kepada Bupati Lombok Barat melalui BKD-PSDM Kabupaten Lombok Barat selambat-lambatnya tanggal 7 November 2025. Laporan itu akan menjadi salah satu indikator penilaian kinerja bagi kepala OPD.
Bupati Lobar, H Lalu Ahmad Zaini mengatakan kebijakan itu diambil sesuai ketentuan regulasi.
“Karena memang regulasi yang tidak memungkinkan (daerah mengangkat). Karena PPPK paruh waktu itu harus yang masuk database, yang di luar database itu tidak bisa masuk,” terang Bupati saat dikonfirmasi di pendopo, Senin (20/10).
Terlebih pengangkatan 1.632 tenaga non-ASN di luar database itu tidak sesuai ketentuan regulasi.
“Sesuatu proses yang tidak benar, sulit juga dibenarkan, itu kan tidak benar,” keluhnya.
Meski demikian, Laz mengaku tetap memiliki beban moral terhadap 1.632 itu. Pihaknya menyiapkan job fair 4.676 lowongan kerja (Loker) dari sejumlah perusahaan sebagai solusinya.
“Yang tidak diakomodir (non-ASN) seribu lebih, tapi akhir pekan ini saya buka job fair 4.600 lebih, dua kali lipat,” ucapnya.
Pemda kata Laz, memiliki rasa bentuk tanggung jawab untuk masyarakatnya. Justru ia menilai peluang penghasilan lebih besar dari tenaga non-ASN lebih terbuka saat mengikuti job fair. Bahkan bisa memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari.
“Yang penting kebutuhan hidup terpenuhi,” ucapnya.
Laz menegaskan pemberhentian non-ASN di luar database bukan berkaitan dengan efisiensi anggaran. Meski dampak pemotongan dana transfer kepada daerah (TKD) yang juga besar membuat daerah harus mengencangkan sabuk.
“Bukan karena efisiensi daerah, tetapi aturan yang memang tidak boleh mengangkat di luar database,” imbuhnya.
Pemda tidak berani melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Bahkan kalau dipaksakan justru akan berpengaruh pada anggaran daerah. Karena menyedot belanja pegawai yang besar dan membuat program kepada masyarakat seperti UHC yang sudah berjalan bisa terpengaruh.
“Bisa jadi nanti iuran UHC, tidak bisa kita bayar. Itu lebih parah lagi dampaknya, sedangkan UHC ini sudah dinikmati rakyat,” ujarnya.
Selain Job Fair, Laz juga mempersilakan untuk non-ASN yang mau berwirausaha mengambil pinjaman modal tanpa bunga yang menjadi salah satu program Pemda. Karena ia menilai para non-ASN di luar database itu hampir rata-rata berusia produktif.
“Bisa dia ambil (pinjaman tanpa bunga) karena tidak dibatasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Lobar, Assoc. Prof. Dr. Syamsuriansyah memahami kebijakan yang diambil Pemkab Lobar terkait perumahan 1.632 non-ASN. Lantaran regulasi dari Pusat memang memaksa daerah mengambil langkah itu.
“Tetapi kita juga harus bijaksana melihat kondisi seperti ini. Karena tidak hanya terjadi di Lombok Barat saja, tetapi di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Meski demikian, sebagai kepala daerah juga harus memiliki kebijaksanaan menyiasati dampak perumahan itu. Agar tidak menimbulkan pengangguran intelektual.
Prof. Syam memberikan masukan kepada Pemkab Lobar yang bisa diambil. Seperti di bidang pendidikan untuk para guru honorer yang terdampak, bisa diakomodir menjadi guru di Taman Kanak-Kanak (TK).
“Mereka tetap bisa menerima honor bulanannya dari operasional (BOS),” ucapnya.
Sama halnya dengan tenaga kesehatan bisa ditempatkan pada pelayanan puskesmas atau fasilitas kesehatan swasta. Di mana untuk honornya dapat ditanggung masing-masing BLUD itu.
“Di (Faskes) Gunungsari itu masih banyak mereka membutuhkan tenaga-tenaga swasta untuk tenaga kesehatan,” bebernya.
Politisi Perindo itu melihat mindset rata-rata warga masih beranggapan bekerja sebagai honorer di Pemerintah Daerah adalah suatu yang luar biasa. Padahal masih banyak ladang pekerjaan yang justru bisa menaikan penghasilan. Salah satunya di bidang wirausaha muda.
Pemda diminta hadir untuk membantu dengan modal usaha tanpa bunga.
“Memberikan peluang teman-teman non-ASN yang akan dirumahkan itu untuk menjadi pengusaha baru,” ucapnya.
Langkah job fair yang diambil Pekab membantu para tenaga non-ASN yang dirumahkan dinilai cukup bagus oleh politisi Perindo itu. Namun bukan solusi jangka panjang. Ia menilai Pemda hadir membantu pinjaman modal tanpa bunga itu sebagai solusi konkret.
“Permudah aksesnya di mitra-mitra (Bank) kerja yang ada di Lobar untuk pinjaman modal itu,” sarannya.
Dengan cara ini akan menumbuhkan kreativitas yang baru. Bahkan bisa membangun inkubasi bisnis di berbagai bidang. Seperti teknologi peternakan, perikanan, penjahitan dan bidang lainnya.
Dampaknya membuka lapangan pekerjaan yang bisa menyerap tenaga kerja. Sehingga merubah paradigma di masyarakat terkait harus bekerja di pemerintahan.
“Tidak menjadi honorer tidak masalah, yang penting kita menjadi bos di perusahaan kita sendiri meski itu kecil. Tetapi kita memiliki penghasilan yang besar dan tetap,” pungkasnya. (win)
