Oleh Dr Jizun – Aumni North Carolina State University
Dr Zulkieflimansyah mulai memimpin NTB pada triwulan ke-3 tahun 2018. Dan pada waktu itu, Bang Zul mencetak “rekor kontraksi pertumbuhan ekonomi” NTB sebesar -13,95%. Semoga rekor ini tidak terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya.
Praktis selama memimpin sejak triwulan 3 tahun 2018, dalam periode kuartal, Bang Zul mengalami 7 kali kontraksi ekonomi. Bahkan pada periode 2020-awal 2021, sampai mengalami empat kuartal berturut-turut kontraksi yang membawa NTB pada resesi panjang. Tentu kita memaklumi situasi sulit pada waktu itu, karena ada musibah Covid-19.
Bagaimana dengan 10 tahun bersama TGB, sejak Tahun Dasar 2010 sampai Triwulan 2 2018, sebanyak 12 kuartal mengalami kontraksi ekonomi. Hampir semua karena faktor “roller coster” naik turunnya produksi pertambangan. Data dalam bentuk grafis tidak kami tampilkan untuk menghindari tabel yang terlalu panjang.
Bagaimana dengan masa PJ Gubernur Gita-Hasanuddin, dalam masa akhir 2023-awal 2025, sebanyak 1-2 kali yaitu pada kuartal terakhir 2024 dan sebagian awal 2025 mengalami kontraksi ekonomi. Apa penyebabnya? karena ada pengetatan ekspor konsentrat mengakibatkan produksi tambang jauh berkurang. Dan begitu pula yang dialami masa awal kepemimpinan gubernur baru Iqbal Dinda? Berbagi kuartal 1 bersama PJ Gub, Iqbal Dinda juga menemukan isu yang sama, perpaduan efisiensi belanja pemerintah yang berlaku secara nasional dengan kebijakan ketat ekspor konsentrat tambang, menekan perekonomian NTB pada kuartal 1.
Apa solusinya? Tidak ada solusi cepat. Tentu mesti ada perubahan atau reformasi struktural ekonomi. Hal yang selama ini didiskusikan, tapi belum mampu kita wujudkan. Ini tugas berat pemimpin baru.
(Sumber BPS)