RAZAK/RADAR MANDALIKA H Didi Sumardi

MATARAM – Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) Kota Mataram tahun 2019 cukup besar. Hingga mencapai Rp 106 miliar lebih. Gara-gara kurangnya serapan anggaran di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemkot Mataram. Namun, Wali Kota Mataram, H Ahyar Abduh beralasan karena adanya prinsip efisiensi anggaran.

Alasan kepala daerah tersebut tak sepenuhnya bisa diterima oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram, H Didi Sumardi. Bahkan, dia menilai bahwa alasan Wali Kota Mataram itu kurang logis alias kurang tepat. Sebab, terjadinya Silpa tidak selamanya linier atau memiliki hubungan korelasi dengan alasan efisiensi.

“Tidak semua sisa anggaran itu adalah terjadi karena efisiensi. Bahkan terjadi sebaliknya bisa jadi inefisiensi,” ungkap dia, pekan kemarin.

Silpa yang yang cukup besar itu bisa saja terjadi karena faktor perencanaan anggaran oleh eksekutif masih lemah. Sehingga, OPD tidak bisa merealisasikan atau mengeksekusi rencana program yang seharusnya dikerjakan tepat waktu. Karenanya, bisa menyebabkan terjadinya inefisiensi anggaran.

“Manakala suatu perogram yang seharusnya dilakukan pada waktunya secara tepat untuk menjawab persoalan. Pada saat itu terus tidak dilakukan, kan inefisiensi,” terang Didi.

Perlu diketahui, Silpa yang mencapai Rp 106 miliar lebih itu bersumber dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Kota Mataram lebih dari Rp 3,337 miliar. Kemudian, ada dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Puskesmas sebesar Rp 2,161 miliar lebih.

Ada juga dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikelola oleh masing-masing sekolah sebesar Rp 2,685 miliar lebih. Sementara, Silpa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Mataram tahun 2019 di luar BLUD, JKN dan dana BOS, tercatat sebesar Rp 98,768 miliar lebih.

Sebelumnya, Wali Kota Mataram, H Ahyar Anduh mengungkapkan, terjadinya Silpa sebesar Rp 106 miliar pada tahun anggaran 2019 bukan karena faktor OPD tidak bisa melanjakan anggaran. Akan tetapi, karena faktor efisiensi penggunaan anggaran pada tahun lalu. Manurutnya, justru Silpa itu bisa membantu untuk membiayai program yang dianggap proritas di tahun ini.

Anggapan bahwa Silpa bisa digunakan di tahun berikutnya, juga disanggah dan diwarning oleh Didi. Bahwa, inefisiensi anggaran tidak menutup kemungkinan bisa terulang kembali di tahun berikutnya.

“Sebab, manakala kita programkan untuk tahun anggaran berikutnya belum tentu juga tepat waktu dan tepat sasaran,” ungkap dia.

Kata Didi, DPRD Kota akan mengkonfirmasi eksekutif terkait faktor apa sebenarnya yang menyebabkan besarnya Silpa tahun anggaran 2019. Dari situ, pihaknya bisa menilai faktor pemicu yang paling dominan. Apakah faktor perencanaan anggaran yang masih lemah. Ataukah kurangnya kemampuan OPD dalam merealisasikan program.

“Atau faktor-faktor eksternal lainnya. Apakah di situ regulasi dan seterusnya,” cetus politisi senior Golkar Kota Mataram itu.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, lanjut Didi, bahwa faktor regulasi juga ternyata turut mempengaruhi terjadinya Silpa. Dia mencontohkan, perubahan regulasi tentang struktur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Misalnya, mulanya anggaran dialokasikan di OPD sebelumnya, tapi nomenlatur berubah, sehingga anggaran tidak bisa dieksekusi karena perubahan struktur tersebut. 

“Perubahan struktur, perubahan tupoksi, perubahan kebijakan, itu juga bisa mempengaruhi (terjadinya Silpa),” sebut dia. (zak)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *