JAYADI/RADAR MANDALIKA Suhaimi

PRAYA— Setelah resmi dibentuk melalui sidang paripurna DPRD Lombok Tengah (Loteng) beberapa waktu lalu, panitia khusus (Pansus) penanganan Covid-19 sudah mulai bekerja.

Rencananya, dalam waktu dekat ini tim Pansus akan mendatangi aparat penegak hukum (APH), seperti Kejaksaan maupun Kepolisian.  Hal itu bertujuan untuk melaksanakan kosultasi atau diskusi sejauh mana kewenangan tim dalam menangani jika ada laporan indikasi terkait anggaran penanganan Covid-19 tersebut.

Ketua Pansus Penanganan Covid-19 DPRD Loteng, Suhaimi menyatakan, pihaknya akan segera melaksanakan diskusi atau kosultasi dengan pihak APH.  Hal itu agar pihaknya tidak melangkah secara kewenangan, misalkan bila ada laporan dari masyarakat.

“Kita harus tahu batas kewenangan kita dalam konteks hukum pidana dalam kasus penanganan Covid-19 ini. Meski memang kita sama —sama lembaga tingkat kabupaten,” katanya, kemarin.

Ia menyatakan, sejak diumumkan Pansus ini terbuka untuk masyarakat, sudah banyak pihak yang mengadukan tentang penanganan Covid-19 ini. Salah satunya, dalam aduan itu ada beberapa PNS di level sekolah kecamatan disuruh membeli masker.

“Ini salah satu aduan yang masuk. Tapi kita belum periksa bagaimana maksud dari aduan tersebut,” jelasnya.

Ia mengaku, yang menjadi kendala untuk tim Pansus sekarang ini adalah anggaran Sekertariat DPRD Loteng ini sudah tidak ada lagi. Sehingga, Pansus hanya rapat dengan biaya listrik dan air. Bahkan, parahnya Seketariat yang diminta menyiapkan alat untuk memfasilitasi juga memang tidak ada anggaran, karena sudah habis direfokusing. 

“Sebenarnya kami juga sudah mengagendakan setelah new normal ini pergi mengundang BPK untuk melakukan audit investigasi. Kemudian mengundang Ombudsman untuk audit soal admintrasi pelayanan,” tuturnya.

Ia menegaskan, kenapa harus juga berkoordinasi dengan BPK dan Ombudsman, karena yang bekembang dalam pembahasan Pansus saat ini adalah tentang kewenangan.  Bukan hanya soal anggaran penanganan Covid-19 yang sudah direfokusing ke semua SKPD dengan sejumlah Rp 391,5 miliar itu.

 “Kita buka hanya debat anggaran Covid-19 dan apakah tepat sasarannya saja. Tapi yang perlu dibahas adalah bagaimana azas pertanggungjawaban Bupati ketika diberikan deskresi atau kewenangan untuk melakukan refokusing ini. Apalagi refokusing ini tanpa harus berbicara dengan DPRD,” jelasnya.

Selain itu, yang menjadi pertanyaannya kenapa hanya sejumlah Rp 391,5 miliar yang dilakukan refokusing. Padahal jumlah APBD Loteng sebanyak 2 triliun lebih.  Kemudian, kenapa hanya sektor —sektor ril dalam konteks pemulihan ekonomi malah yang di refokusing.  Tapi anggaran lainnya malah tidak. Contohnya salah satunya seperti anggaran hibbah.

“Ini aneh, kenapa anggaran untuk sektor —sektor ril, seperti proyek talud jalan, rabat yang menggerakkan ekonomi malah yang direfokusing. Namun, anggaran untuk yang memang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat malah tidak,” tuturnya.

Sehingga, ke depannya bagian yang harus diaudit  adalah, kebijakan pemerintah diberikan kewenangan, kemudian kenapa dia harus memilih kebijakan sperti ini. 

“Kaya dipilih —pilih anggaran mana saja yang direfokusing.  Tapi saya harapkan BPK nanti akan turun untuk melakukan audit investigasi terkait persoalan yang kami maksud ini,” ucapnya. (jay)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *