JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA Ruslan Turmuzi – TGH. Mahalli Fikri

MATARAM – Anggota DPRD NTB Fraksi Bintang Nurani Perjuangan Rakyat (BPNR), H. Ruslan Turmuzi kembali ‘menyerang’ Pemprov NTB. Ruslan menuding refocusing anggaran hanya sebagai akal- akalan pemerintah saja. Dia menilai refocusing itu tak berdasar. Parahnya, pemprov justru berutang Rp 227,6 miliar kepada kontraktor untuk pengerjaan program 2021.

“Refocusing ini hanya akal-akalan saja,” tudingnya di hadapan media.

 

Politisi PDIP itu menilai tidak ada dasar hukum yang kuat hanya karena hutang lantas harus melakukan pergeseran item anggaran yang sudah disahkan pada tahun sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 pasal 161, 163 dan 164  kemudian Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tidak ada yang menyebutkan berhutang sifatnya mendesak untuk diselesaikan yang mengharuskan refocusing. Justru dalam regulasi itu syarat untuk dapat melakukan refocusing hanya ada. Pertama, ada kebijakan strategis pemerintah pusat yang harus ditampung dalam APBD. Misalnya untuk anggaran penanganan Covid-19. Kedua ada kejadian luar biasa yang sifatnya darurat.

 

“Jadi kalau pemenuhan yang dimaksudkan eksekutif menyelesaikan hutang pada saat perubahan APBD,” tegasnya.

“Makanya (istilah) refokusing itu sudah nggak ada lagi karena dua syarat itu tidak terpenuhi,” tambahnya.

 

Ruslan menerangkan, refokusing dengan dalih pembayaran hutang itu terkesan dipaksakan dengan konsep skema pembayaran hutang 2021.

Oleh karena itu dewan meminta Pemprov tidak semau-maunya, sebab semua kegiatan sudah diatur dalam ketuan yang ada termasuk kapan dan bagaimana harus melakukan refokusing maupun melakukan perubahan anggaran. Dari kondisi itu, ini menandakan perencanaan anggaran daerah bobrok. Mestinya Pemprov harus mengikuti saran Mendagri setelah dilakukan evalusi. Dimana Pemprov harus memangkas program yang memang bukan kewenangan Pemprov. Progam itu tidak lain bersifat populis politis dan semuanya tidak mengacu pada RPJMD. Pemprov begitu percaya diri dengan padahal program tersebut cukup membenani APBD.

 

“Jadi bukan rasionalisasi anggaran saja yang harus dilakukan tapi belanja diluar RPJMD yang harus dikurangi,” tegas dewan lima periode itu.

 

Ketentuan belanja APBD itu teruang dalam RPJMD yang menjadi kesekapan yang termasuk dalam KUA PPAS antara eksekuif dan legislatif. Rulsan pun mempertanyakan dasar penyebutan hutang yang dimaksud Pemprov itu. Sebab yang boleh menyatakan pemerintah itu ada hutang hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan hasil audit kemudian ditunjukan dengan Akte Pengakuan Hutang (APU) Pemerintah.

 

Oleh karena itu, Politisi Dapil Loteng itu bersama beberapa ketua fraksi akan ke Mendagri untuk melakukan konsultasi atas rencana Pemprov itu.

 

“Tanggal 3 besok kami akan konsultasi ke Mendagri,” katanya.

 

Ditambahkan Ketua Fraksi Demokrat NTB, TGH. Mahalli Fikri. Berdasarkan penjelasan TAPD untuk bisa membayar hutang yang rencananya pada April mendatang itu dengan cara menggeser komposisi item belanja tahun 2022. Dalam hal ini, Banggar DPRD NTB melihat alasan untuk membyar hutang apalagi mendanai OPD baru itu tidak cukup menjadi alasan.

 

“Refokusing itu (harusnya) dilakukan untuk menangani pandemi dan bertujuan untuk pemulihan ekonomi,” tegasnya.

 

Mahalli yang juga merupakan anggota Banggar itu mengatakan hutang itu tidak ada sumber yang disiapkan pemerintah, sehingga akan menggeser baik Pokir maupun program reguler.

 

“Seharusnya kalau ada hutang begini  ditaruh kan di APBD 2021 dulu,” jelasnya.

 

Untuk itu kegitan kunjungan kerja Banggar tanggal 3-5 itu tidak hanya di dalam daerah juga ke Jakarta di kantor Mendagri. Mahalli menegaskan hasil kunjungan dewan diberbagai daerah lain sebelumnya tidak ada ditemukan satu pemerintah yang masih melakukan refokusing.

 

Mahalli mengatakan, apapun istilahnya kalau sesuai aturan pihaknya mempersilahkan tetapi jangan kemudian memangkas Pokir dewan sebesar Rp 110 miliar. Pemprov harus mempertimbangkan nama baik dewan yang sudah berbicara berjanji ke masyarakat disetiap kegiatan reses maupun kunjungan Dapil.

“Malah sudah disosialisakan program itu ke masyarakat dan sudah disurvey, tiba tiba di keep (disembunyikan) dan dirubah. Kan bahaya juga,” katanya.

 

Anggota Fraksi PAN DPRD NTB, Najamudin Mustafa menambahkan boleh-boleh saja melakukan pemangkasan dana Pokir jika telah sesuai ketentuan dengan catatan harus menggunakan persentase baik untuk anggota maupun pimpinanan. Najam melihat selama ini dana Pokir di gedung rakyat itu tidak transparan. Dari 350 miliar itu siapa dapat berapa belum pernah dibuka.

 

“Makanya harus pakai persentase,” tegasnya.

 

Berdasarkan dokumen sumber dana APBD 2022 Pemprov NTB yang didapatkan Radar Mandalika ini belanja APBD sebesar Rp 5,96 triliun yaitu Sumber Dana Earmark Rp 5,74 triliun, bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Rp 488,6 Milyar, Dana Non Fisik 592,2 Milyar, DBH-CHT Rp 98,78 Milyar, DBH-DR Rp 2 Milyar, Dana Isentif Daerah (DID) Rp 9,9 Milyar, Dana Hibah IPDMIP Rp 8 Milyar, Bantuan Keuangan Rp 1,6 Milyar, Pembiyaan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp 562 Milyar, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Rp 1,5 Triliun dan PAD sebesar Rp 2,4 Triliun. Kemudian Sumber Dana Non Earmark sebesar Rp 215 Milyar terdiri dari DAU Rp 51,1 Milyar dan PAD Rp 164,7 miliar. (jho)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *