KHOTIM/RADARMANDALIKA.ID PELAYANAN: Seorang resepsionis hotel di Mandalika saat melayani calon tamu.

PRAYA – Dengan lahirnya peraturan gubernur (Pergub) NTB Nomor 9 tahun 2022 tentang penyelenggaraan usaha jasa akomodasi, kini mulai dipersoalkan. Pergub ini dipersoalkan asosiasi termasuk oleh para pengusaha perhotelan.

Yang santer dipersoalkan Pergub pada  BAB I yang termaktub dalam Pasal 4 aturan tersebut yang mengatur dan meliputi ruang lingkup Pergub tersebut, di antaranya soal zonasi tarif usaha jasa akomodasi, batas atas tarif usaha jasa akomodasi, penyelenggaraan usaha jasa akomodasi, kemudian terakhir soal pembinaan dan pengawasan.

 

Ketua Mandalika Hotel Association (MHA), Samsul Bahri mengungkapkan, pihaknya sangat beterimakasih terhadap terhadap kepedulian baru kali ini mengatur regulaai soal biaya tarif hotel. Katanya, dalam Pergub nomor 9 tahun 2022 itu sering dibahas dengan Dinas Pariwisata Provinsi NTB, dan dipahami bersama bahwa memang perlu diketahui kondisi di Lombok, baik soal suplay dan dimon belum sebanding. Katanya, bahkan jauh memang dari target, baik dari penonton MOTOGP yang diperkirakan dari 50 ribu hingga 100 ribu penonton.

 

“Seperti saat ini pemerintah tidak tahu jumlah kamar hotel yang falid, mending urus itu aja yang bener datanya supaya jelas, mana yang berizin dan tidak,”tegasnya kepada media.

 

“Mending bantu daerah lain selain di Kawasan Mandalika, banyak akomodasi yang belum laku seperti di Sembalun Lombok Timur, maupun  di Gili  Kabupaten Lombok Utara, jangan main batasi harga,” sambungnya.

 

Kemudian, perlu kemudian dilaksanakan kroscek dan pendalaman bahwa siapa oknum maupun pihak yang membuat harga hotel menjadi naik berlipat-lipat.

 

” Ini kan kerjaannya makelar, contoh hotel di Lombok dijual oleh makelar dari Bali dan kemudian dijual kembali ke makelar di Jakarta kan ini yang membuat harganya tidak logis yang terus diup,” sebutnya.

 

Samsul bersama dengan pengusaha hotel yang hampir saja nyungsep saat pandemi lalu, dan pemerintah hampir tidak ada membantu dalam persoalan tersebut, apalagi perhatian. Hingga akhirnya dia bersama pengusaha lainnya bertahan sampai saat ini.

 

“Bikin hotel itu bukan pake daun atau kertas ya, investasi hotel itu mahal,” katanya kesal.

 

Pengusaha yang terus berpikir bagaimana menjalankan operasional dan bagaiamana mempekerjakan karyawannya tersebut di saat sulit terus berjuang dengan keterbatasan biaya dan pandemi yang menerpa mengganas dengan merongrong bisnis perhotelan yang dijalani.

“Ngak ada kerjaan sekali ya pemerintah, mending pikirkan gimana caranya investor banyak bangun hotel di Lombok,” tegasnya lagi.

 

“Jangan sampai owner-owner hotel ini kompak dan mogok ya,” tambahnya lagi.

Katanya, yang harus dipahami Pemerintah NTB khususnya Gubernur yakni bahwa, dengan adanya even MOTOGP siklus inilah yang baik bagi para investor dan segera membangun hotel di kawasan. Sebab itu yang harus dipikirkan oleh pemerintah untuk pemerataan pariwisata di NTB. Dikatakannya, para investor akan tertarik dengan  event ini dan berinvestasi di NTB. (tim)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *