AHMAD ROHADI/RADAR MANDALIKA HEARING: Sejumlah warga Jambianom saat turun melakukan aksi hearing ke DPRD Lombok Utara, kemarin.

KLU—Sejumlah warga Jambianom menggedor kantor DPRD Lombok Utara, Rabu (9/2) kemarin. Warga menuntut agar dilakukan rekonstruksi terhadap muara karena adanya status kepemilikan lahan yang diduga mencaplok areal muara. Hearing tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan warga Jambianom setelah sebelumnya melakukan tiga kali pertemuan dan menemukan kebuntuan. Terakhir kegiatan tersebut dimediasi Pemerintah Desa (Pemdes) Medana dengan menghadirkan pemilik lahan (Sutikno) sebagai termohon dan Pemerintah Daerah (Pemda) selaku pihak yang memiliki kewenangan atas objek (muara) yang dimohonkan pada Desember tahun lalu.

Salah satu tokoh masyarakat Jambianom, Darmansyah mengatakan, timbulnya kepemilikan dua bidang tanah tersebut disinyalir mengusik keselamatan warganya. Karena sewaktu-waktu ketika pemilik lahan memanfaatkan lahannya untuk membangun atau sebagainya yang dapat menutup ruang aliran air laut ketika terjadi pasang dapat mengakibatkan banjir dan menenggelamkan pemukiman warga. Hal ini ditegaskan Darman karena hampir setiap tahunnya Dusun Jambianom langganan banjir akibat air pasang. Karena letak dusunnya berada pada titik cekungan laut yang menjorok ke daratan (teluk). “Kampung kami menjadi langganan banjir setiap tahunnya karena air pasang. Jika muara pada sisi barat dimanfaatkan oleh pemilik untuk membangun kami khawatir kampung/dusun kami terendam,” jelasnya.

Sejauh ini warga Jambianom telah melakukan berbagai upaya agar persoalan tersebut dapat dimediasi. Namun hingga hearing terlaksana, belum ada titik terang. Padahal sudah tiga kali dilzkukan pertemuan, terakhir dengan pemda. Namun permohonan rekonstruksi muara tersebut belum juga dapat dilakukan. “Kami berharap dari kegiatan hearing ini ada kejelasan Pemda untuk mengajak pemilik lahan melayangkan permohonan untuk melakukan rekonstruksi minimal pengukuran ulang lahan mereka,” pintanya.

Ia pun menaruh harapan besar ke DPR agar pelaksanaan rekonstruksi muara ini dapat disandingkan dengan hak kepemilikan lahan sehingga tidak pula merugikan pemilik. Untuk teknisnya, ia menyerahkan urusan tersebut kepada DPR untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan Pemda. “Kami serahkan urusan teknisnya ke DPR. Entah nanti seperti apa tindakan yang dilakukan pemda,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut Asisten I bidang pemerintahan, H Raden Nurjati mengungkapkan, selama mediasi pihak pemilik menunjukkan sikap kooperatifnya yaitu dengan bersedia melakukan rekonstruksi ulang dan menyerahkan sebagian lahannya kurang lebih 5 meter yang mengarah ke laut untuk dikembalikan menjadi lahan muara. Meskipun demikian sikap legowo pemilik lahan saat ini belum juga menjadi kesepakatan warga yang dituangkan dalam berita acara. Pada intinya pemilik lahan bersedia telah mengikhlaskan lahannya untuk dimasukkan ke lahan muara.
“Saya menyimak ada niat baik pemilik lahan, salah satunya bersedia melakukan rekonstruksi ulang,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya dari berita acara kesepakatan yang tertera, muara dikelola oleh masyarakat sesuai arahan Pemda. Selanjutnya melakukan rekonstruksi/ pengukuran ulang terhadap objek tanah yang terletak di sebelah timur dan barat muara sesuai dengan bukti yang dimiliki pemilik. Serta, rekonstruksi ulang tersebut dilakukan oleh Pemdes, tokoh masyarakat dan instansi terkait.

 

Lebih jauh dijelaskan, rekonstruksi ulang yang diusulkan warga pada dasarnya sudah menjadi kesepakatan bersama. Hanya saja kegiatan rekonstruksi tersebut dirasa berat oleh pemilik lahan apalagi oleh masyarakat, karena muara menjadi kepentingan banyak orang maka pembiayaan rekonstruksi tersebut diusulkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun ini. “Kegiatan rekonstruksi ulang ini butuh biaya dan pemilik lahan kesannya tidak mampu apalagi masyarakat. Karena itu akan diusulkan melalui APBD-P,” imbuhnya.

Historinya kondisi kolam nyambung dengan pantai, terdapat dua bidang yang dikuasai Sutikno di sebelah timur dan barat. Dalam hal ini pihak pemilik (Sutikno) membeli lahan dalam bentuk sertifikat. Kepastian tersebut secara teknis menjadi kewenangan BPN untuk menjawab karena penertiban sertifikat tercatat pada tahun 1980. “Sutikno memiliki dua bidang (Persil) yaitu di sisi timur dan barat utara muara, masalahnya ada genangan air pada objek tersebut antara muara,” terangnya.

Disaat yang sama pemilik lahan Sutikno mengaku tidak pernah mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat. Muara tersebut sampai saat ini diakui belum masuk dalam sertifikat hak milik atas namanya.  Dirinya juga tidak berkeberatan jika dalam proses pengukuran ulang terdapat perubahan. Hanya saja atas lahan yang dimiliki, dirinya berharap untuk tidak diganggu. Ia pun bersedia menyerahkan sebagian lahannya untuk dimasukkan ke dalam areal muara pada sisi utara muara yang menjorok ke arah laut. “Saya tidak masalah kalau dilakukan rekonstruksi ulang, tapi saya mohon lahan saya untuk tidak diganggu. Silakan saya bersedia untuk menyerahkan sebagian lahan saya untuk dimasukkan dalam areal muara,” jelasnya. (dhe)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 391

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *